Memulai Kembali

35 4 0
                                    

"Sayang, adik kamu lulus."

Mentari mendadak berseru di tempat duduknya begitu mendengar suara Satria. Hari Seninnya yang sejak tadi terasa berat seketika menjadi ringan kembali. Ia perlahan memasang bluetooth earphone-nya agar suara Satria bisa terdengar lebih jelas meski ia sedang duduk di area kantornya yang cukup ramai.

"Aku nanti kirim foto-foto dia pas keluar ruang sidang ya."

"Nanti aku juga info Ayah sama Ibu deh. Lega banget rasanya."

"Jadi, ibu kamu beneran bikin nasi kuning?" sahut Satria kembali, teringat cerita Bintang dahulu. Mentari hanya tergelak.

"Kayaknya Ibu sudah mulai pesan ke vendor buat weekend ini. Tapi, tenang aja, acara syukurannya nggak bentrok sama arisan keluarga kamu kok. Ibu sudah atur sedemikian rupa."

"Eh iya, kamu tetap bisa datang ke rumahku kan?"

Mentari mengangguk, walau anggukannya pun tidak akan terlihat oleh lelaki itu, "Ibu sudah ribet mau beliin baju baru. Udah kayak hari kemenangan aja."

Satria di seberang telepon hanya tertawa mendengarnya, "Aku nggak sabar lihatnya. Nggak usah bawa apa-apa ya."

"Nggak bisa janji. Kamu tahu kan, Ibuku." sahut Mentari sedikit ragu karena Ibunya pasti heboh. Semalam saja sudah heboh pas dia menceritakan undangan Satria untuk datang ke arisan keluarga pria itu.

"Oh iya, satu hal lagi," sahut Satria kemudian, "Aku harap kamu nggak kaget kalau tiba-tiba ada salah satu keluargaku yang nyeletuk soal Helena. Mereka semua juga sudah pernah ketemu Helena juga,"

Mentari mendadak membisu. Dimana-mana manusia memang seperti itu. Sudah berusaha menutup masa lalu tapi orang-orang di sekitar malah yang belum bisa move on. Mentari sadar akan hal itu karena ia pun mengalaminya belakangan ini.

Begitu tetangganya melihat Satria sering mampir ke rumahnya, tiba-tiba banyak suara yang terdengar dari tetangganya, membanding-bandingkan Satria dengan Nathan. Masih ada saja yang bilang sayang sekali karena melepaskan Nathan demi bersama dengan Satria yang tidak terlihat sekaya Nathan.

Hadeuh, kalau ingat itu rasanya pingin ngulek mereka pakai ulekan bekas sambal terasi Ibu.

Satria benar, dengan ia memberitahu hal seperti ini lebih dulu, ia bisa lebih menyiapkan kupingnya dari mendengar bisik-bisik orang lain yang pasti akan membandingkannya dengan Helena.

Mentari teringat, Helena di masa mudanya saja sudah sangat cantik, apalagi sekarang ya?

"Kok diem? Maaf ya, kamu kepikiran?"

Mentari sadar dia sempat melamun, jadi ia langsung berujar, "Eh nggak, aku sambil baca email," Mentari mencoba mencari-cari alasan, "Aku harus siapin mental dan kuping aku ya."

"Nggak usah sampai begitu kok," ujar Satria sepertinya terdengar sedikit menyesal karena membahas persoalan ini, "Yah, aku bikin kamu kepikiran ya?"

Mentari merebahkan punggungnya di kursi kerjanya itu, menyilangkan kaki sambil berusaha tetap rileks, "Kepikiran itu pasti, Ya. Soalnya aku bakal ketemu keluarga kamu kan. Wajar, aku mau ketemu keluarga dari orang yang aku sayangi dan mereka juga pasti sayang sama kamu,"

"Jadi pasti mereka akan menilai aku. Itu wajar, karena mereka peduli sama kamu," lanjut Mentari juga berusaha tetap tenang padahal hatinya ikut merasa khawatir.

"Complicated ya," sahut Satria melemah membuat Mentari dengan cepat memotong.

"Tapi cepat atau lambat memang aku harus ketemu keluarga kamu jadi mari dihadapi aja lah ya?"

Kesatria Mentari (Completed)Where stories live. Discover now