Mentari Menyapa

56 10 3
                                    

"KRL tujuan Jakarta Kota kini berangkat dari Stasiun Duren Kalibata,"

Sepuluh tahun Mentari menjalani rutinitas super santai, dengan jarak kantor ke Mess hanya lima menit, dan kini ia harus kembali berjibaku dengan kesibukan ibu kota.

Stasiun Tebet pagi ini sudah sangat ramai, baik oleh penumpang yang baru datang maupun penumpang yang baru turun dari KRL.

Jam menunjukkan pukul 6.30, Mentari sudah bersiap pasang badan karena akan segera memasuki KRL yang super sesak. Jarak dari rumah ke kantornya sebenarnya masih bisa dijangkau dengan mobilnya, namun Mentari kapok menghabiskan waktu di jalan dengan kemacetan.

Ketika ia mencoba KRL suatu hari, ia langsung merasa klop dengan jadwalnya, walau risikonya ia akan selalu terhimpit paling tidak sampai Stasiun yang dikenal neraka oleh penumpang KRL, Manggarai. Selebihnya ketika ia melanjutkan perjalanan ke Kota, KRL lumayan lengang dan bahkan ia bisa tidur sampai tiba di stasiun paling akhir.

Sebulan menjalani rutinitas ini, awal-awal Mentari pun tidak terbiasa dan berulang kali mengeluh dengan kehidupan orang kota. Waktunya seakan sempit, terlambat 5 menit saja sudah demikian terasa efeknya. Ia bisa langsung terkena macet, ketinggalan kereta, dan bahkan di bulan-bulan pertamanya setidaknya 2-3 kali ia akan terlambat masuk kantor.

"Pagi, Pak Dio,"

Atasannya yang dikenal super dingin dan super jenius, yang bahkan setiap kata yang keluar dari mulutnya bisa menjadi pekerjaan tambahan untuk Mentari. Semua orang sudah tahu betapa hebatnya pria itu, hampir semua produk yang mereka luncurkan itu berkat tangan dinginnya.

Sampai-sampai departemen Rnd bukan dikenal sebagai Research and Development, melainkan Research-nya Dio.

"Saya suka presentasimu. Cuma saya tambahkan sedikit komentar,"

Mentari menyukai atasannya itu. Ia tak perlu capek-capek berbasa-basi karena lelaki itu hanya bicara jika perlu. Selebihnya ia hanya akan duduk di kursinya, mengerjakan tugasnya dan jika perlu sesuatu ia akan to the point meminta langsung pada timnya via Teams. Jika timnya perlu bertanya, ia akan menyediakan waktu yang notifikasinya akan langsung terkirim juga ke email masing-masing.

Semua penilaian adil, karena memang secara personal ia menolak untuk terlalu dekat dengan siapa pun. Mentari sangat suka, ia tidak perlu mencari muka seperti orang-orang di departemen lain.

Hari baru berjalan setengah jalan ketika Ibunya mengirimkan pesan singkat siang itu.

Ibu
Tlg tanya Bintang ya, masa hampir dua bulan nggak pulang sama sekali

Mentari sedang melahap bekal makan siang yang disiapkan Ibunya pagi tadi ketika pesan itu masuk. Tanpa banyak kata, gadis itu pun meneleponnya namun benar, tidak ada jawaban.

Mentari mencoba mengetikkan pesan namun setelah ditunggu, tak ada juga balasan yang sampai.

"Men, udah makan? Makanan jangan dianggurin dong,"

Kemal Sanjaya, anggota HR yang dulunya satu batch dengan Mentari saat keduanya masih masuk dalam program Management Trainee. Semasa 17 bulan lamanya mereka harus bersama dan menyelesaikan banyak tugas, yang otomatis membuat keduanya menjadi dekat. Sayangnya Mentari harus ditugaskan di Pantai Selatan sementara Kemal tetap bertahan di kantor pusat.

"Iya nih Kem, adek gue ngilang,"

"Serius?! Udah lapor polisi?" Kemal dengan cepat berseru, membuat seisi ruangan kini menatap keduanya dengan muka kepo. Mentari hanya mengisyaratkan lelaki di depannya itu untuk diam.

"Drama deh. Ini anak udah 2 bulan nggak balik ke rumah. Padahal Bogor-Jakarta nggak sejauh itu,"

"Tapi palingan dia main kali ya sama temennya," sahut Mentari lagi sambil mencoba tetap tenang. "Biasa, lagi skripsian. Lagi fokus kali dia,"

Kesatria Mentari (Completed)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant