Duapuluh Enam. Rio.

2.8K 159 1
                                    

Gue lagi dibalkon kamar gue sambil tersenyum mega unyu ke laptop gue yang menampilkan muka Nando.

Gue sama Nando lagi skype setelah dia pulang dari sini. Dan gue baru aja cerita tentang Anna yang ngasih kesempatan kedua buat gue. Haha. Dan Nando hanya cemberut diujung sana. Iyala cemberut, baru putus. Maafkan temanmu ini, Nan.

"Muka lo jiji sumpah. Udahlah pokonya jagain dia. Lo bikin dia nangis, gua kirim bogem nih," ucap Nando sambil menunjukan kepalan tangannya.

"Wuih. Serem kali dibogem yang gamon ahahahaha,"

"Lo juga gamon pls,"

"Oiya,"

"Udahlah kaya maho gue skype sama lo malem malem gini,"

"Ah Nando kamu mah suka gitu deh,"

"JIJI ANJIR," ucap Nando lalu langsung memutuskan sambungan. Gue ketawa ngakak liatnya. Dan galama ada line masuk.

Najis lo. Bukan temen gue. Jangan hubungin gue lagi. Kita sampe sini aja. Fix.

Gue langsung bales dengan dramatis dan lanjut liat bintang dilangit malam yang cerah nan indah ini. Apa banget bahasa gue.

Dan jujur aja, gue ganyangka bisa dapet kesempatan lagi. Gue pasti bakal bikin lo jatuh lagi ke gue dan gabakal gue biarin lo direbut lagi dari gue, Anna.

***

"Eeh jangan bubar dulu," ucap guru di depan sana. Gatau apa panas banget hari Senin ini? Berdiri 45 menit dibawah guyuran sinar matahari lumayanlah. Gerah.

Dan anak-anak yang tadi udah pada keluar barisan balik lagi karena suara Pak Tanto, sang kepala sekolah.

"Seperti biasa ya dari tahun ke tahun gimana. Sekarang udah tanggal 15 Maret, berarti bulan depan penilaian seni. Jadwalnya bisa liat dimading atau tanya guru kesenian masing-masing ajalah biar cepet. Sekarang boleh bubar deh kalian. Mukanya udah ga ikhlas gitu,"

Gue sama anak kelas gue langsung ngacir ke kantin. Aus.

"Gue kira tadi pengumuman apaan, taunya," ujar Rei setelah menghabiskan setengah gelas es teh.

"Tau. Penting geh kaga," sahut Elang.

"Yee penting lah. Penilaian," ujar gue.

"Dih? Rio alim kali ngomong gitu," ujar Rei sambil tertawa.

"Sial,"

*

"Jangan lupa kerjakan prnya. Yang gangumpulin ditambah dua kali lipat soalnya," ujar Pak Toro sebelum keluar kelas. Doi guru Fisika, dan kalo ngasih pr gapernah gampang dan lebih dari 7 nomor.

"Yaela, bapa lu, Lang, ancemannya. Najong," ujar Rei.

"Dih bapa elu. Bapa guamah lagi nyari sebongkah berlian dan segenggam beras dikota pahlawan," balas Elang.

"Udehsi, bapa lu bedua. Ribet," ucap gue sambil berjalan keluar kelas. Dan Rei sama Elang udah mengumpat segala macem sambil buru-buru rapiin mejanya.

"WOY BESOK BASKET. UDAH DEKET TURNAMEN. JANGAN PACARAN MULU LU BANGKE," teriak Rei saat gue udah belok ke arah tangga. Yaudahlahya.

Gue udah ada janji sama Anna. Gue sama Anna udah makin deket, makin lengket, makin rusuh, makin sayang jadinya. Dan orang-orang ngira gue jadian sama Anna. Aamiin aja atuh guamah, doa baik masa dibiarkan gitu aja.

"Hai," ujar seseorang sambil menepuk pundak gue.

Gue tersenyum, "Hai. Langsung yuk,"

Anna pun ngangguk dan langsung naik ke motor gue. Gue melajukan motor gue ke cafe biasa gue sama Anna makan sepulang sekolah. Disini kita bisa sampe berjam-jam karena biasanya sambil ngerjain tugas bareng dan tempatnya asik lah.

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang