Sebelas.

3.3K 185 4
                                    

Tidak lama aku dan Rio sampai disebuah danau. Rio mengajakku duduk dibawah pohon dan duduk menghadap danau. Disini sejuk. Aku melihat ke sebelah kiri, Rio duduk dengan dua kaki diselonjorkan ke depan dan kedua tangannya menahan tubuhnya dibelakang dan Rio sedang menutup mata sambil tersenyum tipis tanpa sadar aku juga tersenyum tipis melihatnya.

"Ann," ucap Rio tiba-tiba.

"Hmm?" gumamku.

"Ini tempat kesukaan gue, tempat ini kaya danau di Bandung yang 4 tahun lalu pengen gue tunjukin ke elo. But.." ucap Rio sambil geleng kepala dan tersenyum miris.

"It's okay, Ri. Sekarang jelasin semuanya. Kenapa lo tiba-tiba pindah?" tanyaku lirih.

Rio tampak menghembuskan napas sebelum menjawab.

"Pas itu selesai kita main dirumah Rei, guekan balik, pas balik ada bokap duduk dimeja makan sambil nelpon serius. Gue gapeduli, palingan masalah bisnisnya. Gue ke kamar. Pas malemnya nyokap sama bokap dateng ke kamar gue, awalnya mereka ragu buat bilang ke gue, tapi gue maksa. Ternyata, perusahaan pusat di UK ada masalah yang sedikit serius gara-gara Kakek gue sakit. Pengganti dia korup besar-besaran. Om gue disana udah gatau lagi caranya berentiin dia, alhasil bokap yang disuruh.

Tadinya gue udah mati-matian supaya gue tetep disini. Tapi bokap ga kasih izin. Gue juga udah minta supaya perginya besok aja, karna gue masih inget besok paginya lo bakal masak buat gue. Tapi gabisa, bokap terlanjur pesen tiket malem itu juga. Akhirnya malem itu juga kita berangkat ke UK.

Sebelumnya gue nulis surat dulu buat elo. Gue titip surat itu ke Kak Naldi yang kebetulan dia lagi begadang main gitar didepan. Gue pergi jam 11 malem. Dan yaa begitulah. Sorry Ann," jelas Rio panjang lebar.

Aku diam mendengarkannya. Aku sekarang benci dengan koruptor. Gara-gara dia, aku dan Rio terpisah. Gara-gara dia, aku kehilangan cinta pertamaku. Aku benci!

"Terus selama disana lo gimana?" tanyaku susah payah. Mengingat Rio yang belum moveon dari mantannya yang terakhir.

"Gimana apanya? Ga gimana-gimana," jawab Rio santai.

"Ih bukan gitu," ucapku kesal lalu memukul bahunya.

Rio hanya tertawa aku pukul seperti itu. Aah, aku rindu tawa ituu.

"So, sekarang kita bisa deket kaya dulu lagikan? Maksutnya temenan lagi kaya dulu," ucap Rio.

"Emang selama ini kita bukan temen? Ohiya lo mah fans gue," ucapku sambil terkekeh.

"Yeehh pedee," ucap Rio lalu menjepit leherku dengan tangannya.

"Ahaha lepas, Riiii," ucapku.

Riopun melepas tangannya dan merangkulku. Aku nyaman ada dirangkulannya. Rasanya masih sama seperti dulu. Hangatnya dan nyamannya. Persis 4 tahun yang lalu.

Kitapun lalu bermain di danau ini. Rio bercerita tentang banyak hal yang membuatku terkadang tertawa. Rasanya kami sudah seperti dulu lagi.

Setelah puas bermain di danau, Rio mengajakku pulang.

"Ri," panggilku saat motor Rio berhenti karna lampu merah.

"Kenapa?" tanya Rio.

"Laper. Makan yukkk," ucapku seperti anak kecil.

Rio terkekeh lalu mengangguk, "Iya," ucapnya.

***

"Thanks, Ri." ucapku sambil memberi helm ke Rio.

"Iya sama-sama. Jangan salah paham lagi ya," jawab Rio sambil tersenyum.

"Iyaa hehe. Mau mampir dulu ga?" tawarku.

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang