Part 09 |Sebuah Penawaran yang Menggiurkan|

108 9 68
                                    

🪼🪼🪼

Ketika Cha Young berhasil menginjakkan kakinya tepat di lantai dua, tiba-tiba saja tangannya sudah ditarik oleh seseorang yang mungkin sudah menunggu kepulangannya.

Sokjin membawa Cha Young masuk ke dalam kamar dengan tatapan datar. “Kenapa tidak mengangkat panggilanku sedari tadi?”

“Ah itu, apa namanya, ponselku mati kehabisan daya,” balas Cha Young begitu canggung.

“Jangan berkilah, Sayang. Aku tak akan percaya begitu saja dengan alasan basi itu.”

Cha Young menyengir kuda, “Baiklah, maaf. Aku sedang ada urusan penting, membuatku terpaksa mengatur ponsel menjadi dalam keadaan hening.”

Sokjin mulai mendelik padanya. “Memangnya urusan apa? Kau tidak meminta izin padaku, tahu-tahu saat aku bangun kau sudah tidak ada lagi di sampingku.”

“Hanya urusan wanita, tidak lebih,” ucap Cha Young sebelum meloloskan bajunya dan membuang ke sembarang arah. Jujur, hawa-hawa kekesalan masih bersileweran di dalam raganya. Apalagi kalau bukan menyangkut tindakan memalukan pria gagal botak itu di rumah sakit tadi.

Sokjin terus menyemburnya dengan berbagai pertanyaan. Membuat isi kepalanya yang sudah kacau semakin tak berbentuk lagi. Selama Sokjin tak di rumah, ia bebas berkeliaran ke mana saja. Tapi setelah mendapati perlakuan ini, Cha Young jadi berharap Sokjin kembali disibukkan dengan pekerjaannya. Hidup terkadang memang serba salah. Sokjin tak pulang ia jarang digoyang, tapi kalau pulang ia malah diserang dengan berbagai pertanyaan. Jadi, bagaimana enaknya sekarang?

“Urusan wanita yang seperti apa memangnya? Yungi juga bersamamu tadi. Tak mungkinkan ia ikut serta dalam urusan wanita yang seperti itu? Meni pedi misalnya?” Ragam pertanyaan itu kembali terulang dari bibir Sokjin. Diamnya Cha Young ternyata tidak sedikitpun membuat pendirian Sokjin runtuh untuk melakukan interogasi padanya.

Mendapati istrinya terus-terusan diam membuat Sokjin jadi berpikir buruk seorang diri. Ia memicingkan matanya tajam, “Aku jadi curiga dengan lagak kalian berdua. Jangan-jangan...”

Cha Young tersentak ke belakang mengarah pada ranjang, sedangkan Sokjin juga turut mengikuti pergerakan patah-patahnya. Entah mengapa Cha Young jadi panik setengah mati setelah mendapati sang suami mulai menaruh rasa curiga padanya. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, ia kan tidak melakukan apapun bersama Yungi? Kenapa harus setakut ini?

Alih-alih menjawab, Cha Young memilih meledakkan tawanya sembari bertepuk tangan dengan gembira, seolah-olah ia baru saja mendengarkan lelucon paling kocak yang mampu mengelitiki tulang rusuknya. “Hahaha... Apa yang membuatmu curiga?”

Sokjin semakin mendekatkan diri dengan pandangan menyengit, membuat Cha Young mau tak mau berakhir berbaring di atas kasur. Beriringan akan hal itu, tangan Sokjin sudah bersisian di antara kepala sang puan. Hunusan tajam itu berhasil membuat Cha Young kesulitan bernapas dan membasahi tenggorokannya dengan salivanya sendiri. Pandangan keduanya saling beradu dan bergelut satu sama lain.

“Apakah kau memiliki pemikiran yang sama denganku?” Sokjin menaikkan salah satu alisnya, membuat Cha Young semakin kalang kabut dibuatnya.

Habislah sudah! Game Over!

Tatapan Cha Young begitu kosong, mendadak akal bulusnya berhenti bekerja untuk sekedar menebarkan bualan demi bualan yang biasanya sering ia lakukan. Apakah sebaiknya ia harus memilih jalan pintas dengan berpura-pura tidak sadarkan diri saja?

Raut tegang itu membuat Sokjin menyunggingkan seringainya. “Kenapa tiba-tiba tegang sekali, uhm?”

Cha Young melipat bibirnya ke dalam, kesulitan menahan sesuatu yang sedari tadi menyesakkan dirinya. “Aku mau buang angin, menjarak sebentar!” Cha Young bergegas mendorong dada bidang itu darinya untuk segera mengangkat pinggul demi mengenyahkan angin kotor itu dari perutnya.

𝐁𝐑𝐄𝐀𝐊 𝐓𝐇𝐄 𝐒𝐔𝐍Where stories live. Discover now