Episode 64: Perkembangan Cafe

3 2 0
                                    

"Ibu saja deh, karena Laura buru-buru" jawab Laura.

Selesai sarapan bersama Ibunya, Laura pun langsung mencium tangan Ibunya untuk pamit pergi, "Laura pergi dulu Bu, assalamualaikum" ucapnya langsung keluar dari rumah, dan masuk ke dalam mobil, lalu pergi ke Cafe Happines Exists.

Setelah beberapa menit, sampailah Laura di cafenya, dan ia pun langsung turun dari mobilnya, lalu masuk ke dalam cafe tersebut.

Di dalam cafe, ternyata Revandra sudah menunggunya, sambil menikmati kopi dari cafenya.

Laura pun menghampiri Revandra, dan berdiri dihadapannya, "hei manusia" panggil Laura sambil memukul meja.

Sontak Revandra kaget, dan langsung menatap wajah Laura, "eh, Laura, akhirnya kau datang juga. Kenapa dengan wajahmu, seperti habis bertengkar dengan preman pasar?" tanya Revandra, karena melihat wajah Laura yang kesal.

Laura pun duduk dihadapannya, sambil menyilangkan kakinya, "apa yang ingin kau katakan. Apakah itu penting banget, sampai kau mengganggu pagi hariku yang begitu indah. Aku cepat-cepat ke sini, karena hal yang ingin kau sampaikan itu. Hal penting apa itu?" tanya balik Laura sambil menaikkan kedua alisnya.

"Jangan marah-marah dulu dong. Tarik napas dulu, lalu buangkan" ucap Revandra berusaha menenangkan Laura yang masih sedikit kesal.

"Yaudah, katakan, apa yang ingin kau katakan?" tanya Laura kembali, dengan pertanyaan yang sama.

"Okey, aku akan menyampaikan hal ini kepadamu. Sebenarnya apakah kau punya waktu besok?" tanya balik Revandra.

"Hah, gitu doang. Maksud mu apa sih. Kalau besok aku punya waktu sih. Ada apa memangnya kalau aku punya waktu untuk besok" jawab Laura sekaligus bertanya.

"Aku ingin mengajakmu untuk membeli pakaian untuk anak-anak. Kau bisa kan menemaniku, karena kau kan wanita, jadinya bisa memilih warna atau ukuran yang cocok untuk anak-anak. Kau bisa kan menemaniku" ucap Revandra sambil tersenyum tipis.

"Ouh, kalau soal anak-anak aku tentu bisa. Kalau begitu, besok kita bertemu di mall sore saja, agar malam kita bisa memberikan pakaiannya kepada mereka" jawab Laura ikut tersenyum.

"Okelah kalau begitu, terima kasih banyak. Ouh ya, apakah sebelumnya kau memiliki pacar?" tanya Revandra sambil menaikkan kedua alisnya.

"Tidak, jangan bertanya soal itu. Aku lagi malas untuk membahas pacar. Aku sama sekali tidak punya pacar dan malas berhubungan dengan siapapun untuk waktu beberapa hari ini" jawab Laura kembali tersenyum.

"Padahal dia cantik, tapi kenapa dia tidak memiliki pacar. Aneh" ucap batin Revandra bingung sendiri, dan akhirnya melamun menatap wajah Laura.

"Eh, kenapa tiba-tiba dia melamun. Hei, pembalap restoran, hahahaah," menyadarkan Revandra dan Revandra pun langsung tersadar.

"Iya, ada apa?" tanyanya kepada Laura yang sedang tertawa tipis.

"Tidak ada kok, hanya lucu saja dengan wajahmu"

"Kenapa memangnya dengan wajahku. Apa karena wajahku terlalu tampan dimatamu, makanya kau tertawa seperti itu?"

"Halu luh, minum bodrex sana, biar sadar dari tidurmu mas" ucap Laura kembali tertawa tipis.

"Namanya juga bercanda. Gak bisa diajak bercanda ya seperti ini lah" sahut Revandra.

"Kalau begitu kau kembali ke restoran mu sana, karena tadi aku lihat, banyak pelanggan di restoranmu. Mereka pasti sangat sibuk dan seharusnya kau membantu mereka" ujar Laura.

"Sudah banyak karyawan di restoranku, jadi mereka bisa menangani diri mereka sendiri, karena itu sudah menjadi kewajiban mereka untuk bekerja. Kan mereka juga aku gaji, kecuali tidak aku gaji, baru deh" jawab Revandra menangkas ucapan Laura.

"Iya deh, si paling"

Siang pun tiba, di mana Laura sedang bekerja mengecek keadaan keuangan cafenya, "semuanya baik-baik saja, dan alhamdulilah cafe terus naik keuangannya dan semakin berkembang di masyarakat" ucap Laura sambil tersenyum bahagia.

"Ouh ya, aku hubungi Daim aja deh, untuk menanyakan, perkembangan cafe di sana, karena cafe sudah dibuka di Inggris" langsung menghubungi Daim yang berada di Inggris.

Tersambung, "Halo Bu Laura, ada apa menghubungiku. Apa Bu Laura merindukanku. Aku baik-baik saja di sini" ujar Daim dengan nada bahagia.

"Iya, aku merindukanmu. Bagaimana kabarmu di sana Daim. Apa cafenya berjalan dengan baik di sana?" tanya Laura sambil tersenyum.

"Aku baik-baik saja di sini Bu Laura. Dan alhamdulilah cafenya sangat sukses di sini, karena banyak orang yang penasaran dengan cafe kita Bu Laura. Benar-benar laris deh Bu Laura, dan aku sudah memiliki karyawan orang luar negeri yang bekerja di cafe ini. Walaupun yang bekerja orang Inggris, tapi khas kopi kita tidak akan hilang Bu Laura. Jadi Bu Laura jangan cemas" jawab jelas Daim dengan bahagia.

"Syukurlah. Lain kali kau kembalilah ke Indonesia, karena aku merindukanmu tahu. Lain kali kembalilah, karena Nathalie juga merindukanmu" ucap Laura.

"Aman itu Bu Laura. Lain waktu aku akan kembali untuk melihat wajah Bu Laura yang sudah berubah. Pasti Bu Laura sudah cantik sekarang kan. Semakin cantik dan semakin ber-uang, hahahah" tertawa lepas Daim.

"Hahahah, bisa saja kok Daim. Ouh ya, apa kita tidak bisa video call, karena aku aku ingin melihat cafenya dan ingin melihat wajahmu juga. Coba aku ubah dulu ya"

"Iya Bu Laura. Aku juga ingin melihat wajah Bu Laura yang cantik nan paripurna ini" ujar Daim sudah tidak sabar dan Laura mengubah panggilan menjadi video call.

Daim pun langsung mengangkat video call tersebut, dan terlihatlah wajah mereka berdua yang saling memandang, "Daim."

"Bu Laura. Yaolo, yaolo, cantik banget Bu Laura. Sepertinya putri kerajaan. Yaolo, yaolo, pangling lho aku Bu Laura" bahagia Daim dan pangling dengan wajah Laura yang sudah berubah.

"Hahahah, kau bisa saja, dan Daim, kau juga semakin tampan. Tapi, kurangi sedikit tingkah lakumu yang seperti wanita itu. Nanti kau tidak laku lagi, dan aku tidak bisa menjadi breismaid mu nanti, hhahahah" ucap Laura kembali tertawa puas dengan ucapannya sendiri.

"Kalau soal itu aman deh Bu Laura. Aku juga di sini mengubah diriku kok, dan aku bertemu dengan banyak orang yang sangat menginspirasi diriku deh Bu Laura. Jadi aman kalau soal itu mah" sahut Daim kembali tersenyum dan merapikan rambutnya.

"Daripada kau terus menunjukkan wajahmu. Lebih baik kau tunjukkan cafe dulu, karena aku ingin melihat sekitaran cafeku yang ada di Inggris sana" perintah Laura, dan Daim pun langsung berdiri setelah duduk santai.

Daim pun mengubah kamera belakang, dan menunjukkan beberapa tempat, termasuk tempat pembuatan kopi dan bangku-bangku yang begitu indah, dengan suasana yang menenangkan dan nyaman.

"Kalau begitu, tunjukkan wajah karyawannya. Aku ingin melihatnya, dan sekalian beritahukan nama mereka satu-satu" perintah Laura kembali.

"Hm, soal itu Bu Laura

Akhirnya Laku JugaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt