Bab XIV

47 7 7
                                    

Seperti yang telah diprediksi banyak orang, kejadian semalam berhasil menjadi pusat perhatian seluruh orang di kota. Bagaimana tidak, jika keluarga sebesar Geraldo ternyata menyimpan rahasia kelam sebesar itu.

Salah satu penerusnya ternyata adalah manusia bejat yang hanya berani menyiksa wanita dan bersembunyi di balik nama keluarga besarnya. Akhirnya rahasia kelam itu terbongkar, menimbulkan keterkejutan, ketidak percayaan serta sumpah serapah yang diucapkan banyak orang saat mereka membaca dan melihat berita tersebut.

Mereka tidak yakin bahwa setelah ini Geraldo dapat tampil kembali di publik atau tidak, karena efek dari berita tersebut harga saham Geraldo turun dengan drastis bahkan hampir berada dalam kata anjlok dan diprediksi tidak dapat bangkit lagi, sebelum tiba-tiba A&D Group datang untuk membantu dan keadaan hampir dapat dikendalikan.

Tapi satu hal yang pasti, bahwa Victor Geraldo kini bukanlah penerus Geraldo.

Entah berada dimana pria bejat itu sekarang, para polisi masih mengejarnya dan memasukkannya dalam daftar buronan.

Tentunya pria itu tidak akan berada lama di luar, karena dia telah berhasil membuat musuh baru untuk dirinya sendiri, yakni masyarakat yang mulai membencinya.

*

Malam itu setelah semua orang menyelesaikan pekerjaan mereka di perusahaan, keluarga Addison melakukan pertemuan yang tidak lain dan tidak bukan atas perintah Hendry. Dan tentu saja pertemuan ini dilakukan untuk membahas apa yang telah terjadi kemarin malam.

Hening, di atas meja makan itu makanan yang menggiurkan mata dan membuat rasa lapar meronta-ronta telah tersajikan. Keluarga besar Addison makan dalam keheningan dan hanya suara peralatan makan yang menjadi musik latar belakang.

Sampai akhirnya Hendry menyelesaikan makan malamnya dan meletakkan peralatan makannya sebelum minum dan menyeka mulutnya. Tatapan pria tua itu menatap tajam satu persatu anggota keluarganya yang masih menikmati makan malam mereka.

"Hubungan dengan Geraldo tidak akan berhenti disini. Aku telah melalui suka dan duka bersama tetua Geraldo, tentu tidak mudah melupakan apa yang telah terjadi."

"Meskipun begitu, hubungan pertunangan antara Victor dan Angela berakhir disini dan aku tidak akan menikahkan anggota keluargaku dengan mereka." Lanjut Hendry menatap Angela yang terus diam, entah apa yang ada di dalam pikiran wanita itu saat ini.

"Aku akan memilihkan calon baru untukmu Angela." Hendry kembali berkata dan kini kalimatnya berhasil mengalihkan perhatian Angela.

"Tidak bisakah aku memilih sendiri orang yang akan kunikahi?" Tanya Angela tanpa ekspresi saat menatap pria yang masih menjadi kepala keluarga Addison itu.

"Lalu kau akan memungut pria dari asal usul yang tidak jelas lagi." Tiba-tiba sebuah suara menimpali, membuat perhatian semua orang beralih ke arahnya, itu adalah suara Bibi pertama yang selama ini hanya diam--Maria Addison.

"Aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama Bibi." Balas Angela menatap tajam pada Maria.

"Aku tidak sebodoh itu untuk kembali mengorbankan nyawa seseorang yang tidak bersalah untuk kembali kalian bunuh." Lanjut Angela dengan begitu tajam, kembali mengungkit hal yang pantang di bicarakan dalam Addison.

Brak!

Gebrakan pada meja makan itu tentu mengejutkan semua orang. Hendry menatap nyalang pada Angela, setelah sekian lama akhirnya pria tua itu kembali dibuat marah oleh satu-satunya cucu perempuannya.

"Kami. Tidak. Membunuh. Siapapun!" Ucap Hendry menekankan setiap kata pada Angela yang membalas tatapan Kakeknya.

"Sampai kapan kalian akan terus bersembunyi?!" Tanya Angela berteriak, kembali mengejutkan semua orang.

Bagaimana bisa wanita ini masih berani mempertanyakan kalimat sang tetua Addison?

"Angela Malvia Addison!" Kini Kendrick lah yang meneriakkan nama putrinya. Panggilan itu berhasil membuat Angela menoleh untuk menatap pria yang dia sebut sebagai Ayah.

Kedua anak dan Ayah itu saling menatap dengan amarah yang tidak lagi disembunyikan. Tidak ada lagi sikap tenang dan wajah tanpa ekspresi seorang calon kepala keluarga yang biasa ditunjukkan oleh Kendrick.

"Baik. Teruslah bersembunyi. Aku akan menemukan kebenarannya sendiri. Dan aku tetap akan memilih sendiri orang yang akan kunikahi." Balas Angela sebelum pergi dari sana dengan amarah yang masih menggebu.

"Mau kemana kau?! Kami belum selesai bicara." Kendrick kembali memanggil, namun wanita itu menggabaikannya.

"Angela!"

"Angela!" Kini Ibunya bahkan memanggilnya, namun Angela tetap tidak peduli dan langkah kakinya membawanya keluar dari mansion Addison.

Menatap kepergian Angela semua orang di meja makan itu terdiam, kembali malam tanpa ketenangan itu harus dilalui. Entah hal gila apa yang akan dilakukan oleh Angela, hampir semua orang di meja makan itu khawatir.

"Bukankah aku meminta untuk mengubur masalah enam tahun lalu Kendrick?"

"Kami memang telah menguburnya. Tapi kami tidak bisa mengubur kenangan Angela pada hal yang telah terjadi, Ayah." Alih-alih Kendrick yang menjawab pertanyaan Hendry, kini Desha lah yang membuka suaranya.

Balik menatap Ayah mertuanya tanpa rasa takut seperti yang dilakukan menantu Addison lainnya.

"Memangnya salah siapa hal seperti ini terjadi?" Tanya Desha kini menatap mata Maria yang juga balas menatapnya, tapi jika dilihat lebih jelas ada ketakutan dalam tatapannya.

***

Angela yang keluar mansion dengan marah, pergi dari sana dengan mobilnya yang telah siap sedia untuk mengantarnya kembali ke penthouse. Sepanjang perjalanan, wanita itu hanya diam menatap ke arah luar jendela.

"Turunkan aku disini." Ujarnya pada sang sopir yang segera menghentikan laju mobilnya.

"Pergilah, aku akan kembali sendiri." Lanjut Angela memerintahkan pada sang sopir untuk tidak menunggunya.

"Baik, Nona." Jawab sopir tersebut saat dia melihat Angela telah turun, mobil tersebut kembali melaju menjauh meninggalkan seorang wanita cantik di pinggir jalan seorang diri di tengah kerumunan orang yang tampaknya baru pulang kerja.

Kehadiran Angela tentu dengan cepat menjadi pusat perhatian orang-orang yang dengan cepat mengeluarkan ponsel mereka dan memotretnya.

Namun seakan tidak terganggu, Angela mengacuhkan mereka dan terus melangkah menjauh.

Entah kemana kakinya akan membawanya pergi, Angela bahkan tidak dapat memikirkan hal lain. Tatapannya yang kosong, wajahnya yang tak bereskpresi serta jika dilihat lebih dekat ada kesedihan yang terlihat di manik mata indahnya.

Sampai akhirnya dia berhenti di suatu tempat yang tidak begitu ramai. Berdiri di bawah tiang lampu merah, wanita itu menatap ke arah seberang jalan.

Sampai lampu akhirnya memberi tanda untuk pejalan kaki dapat melintas, Angela kembali melangkahkan kakinya dan tidak lama dia telah berada di seberang jalan, di depan pembatas jalan yang terlihat masih baru.

Dia menyentuh pembatas itu, besi itu menghantarkan rasa dingin pada telapak tangan Angela, saat tanpa disadari bulir air mata jatuh tanpa diminta dan kembali membasahi pipi wanita itu.

"M--Maxime." Ucap Angela bergetar saat entah sudah berapa lama dia tidak memanggil nama seseorang yang begitu dia rindukan.

"Maxime." Panggilnya lagi dan kini air mata itu semakin tak terbendung. Rasa sakit tiba-tiba menyerangnya.

Rasa sakit pada dadanya yang sangat amat dia kenali. Seolah tidak dapat menahan rasa sakit itu, Angela kini menunduk masih menggengam erat pembatas jalan dengan salah satu tangannya dan tangannya yang lain meremas dada bagian kirinya yang terasa sangat menyakitkan.

"Max, maaf."

"Maafkan aku."

Sampai kapan dia harus merasakan penyesalan yang amat menyakitkan ini?

To Be Continued

14 Desember 2023

Love | Bell's 🤍🖤

Love For UsWhere stories live. Discover now