16. Lilac

22 4 0
                                    

Hujan turun dengan deras, bel pulang berbunyi seluruh siswa berhamburan ke parkiran sekolah. Sedari tadi Alfarez memperhatikan sekitar ia mencari cari Zarina namun nihil.
Levino yang peka menanyakan keberadaan Zarina kepada Halwa.

"Kamu tau Zarina ada dimana?"

Halwa menggelengkan kepalanya tanda tidak tahu. Levino dan Alfarez menolehkan kepala nya kepada Anna dan Jo namun reaksi mereka sama seperti Halwa.

"Gue duluan" ucap Alfarez setelah memastikan Zarina tidak ada di sekitarannya.

***

Jessica membuka payung nya bersiap pulang. Saat ia melangkah keluar sekolah ia teringat kotak bekal nya yang tertinggal di kelas.

'bisa mati gue kalo kotak bekal gue ketinggalan' ucap nya sembari membayangkan wajah bundanya yang marah.

Saat ia melewati gudang ia tak sengaja melihat pintu gudang tersebut terbuka. Ia pun berjalan mendekati gudang.

'gelap' satu kata yang terlintas di otak nya. Ia pun menyalakan senter hp nya. Ia pun mencari saklar lampu dan menyalakan nya.

Ia menjatuhkan hp nya dan berlari ke arah Narendra saat melihat Narendra yang berlumuran darah tak sadarkan diri. Ia melihat cutter di tangan kanan Narendra.

Jessica segera menghentikan pendarahan di pergelangan tangan Narendra. Ia mencari hp nya yang terjatuh dan segera menelpon ambulans agar Narendra bisa mendapatkan perawatan lebih lanjut.

***

Hujan deras membasahi seragam biru putih yang di kenakan Alfarez. Ia melihat seorang perempuan yang mengenakan seragam biru putih dengan cardigan Lilac yang sangat familiar di matanya.

Perempuan tersebut berdiri di atas jembatan dengan tatapan kosong, entah air hujan atau air mata yang mengalir di pipi perempuan tersebut.
Hanya ada suara hujan dan suara arus sungai. Alfarez menarik tangan Zarina membuat Zarina tersadar.

"Jangan mati! Aku gak tau masalah kamu apa, tapi aku mohon jangan mati" ucap Alfarez dengan air mata yang mulai berjatuhan membasahi pipinya. Zarina terdiam menatap tangan Alfarez yang masih menggenggam tangannya.

"Aku cape, hanya itu" ucap Zarina.

"Kalo kamu cape istirahat bentar jangan selamanya" balas Alfarez.

Hujan semakin deras membasahi mereka berdua. Ingin rasanya Alfarez memeluk Zarina namun ia tahu perempuan tersebut tak akan mengizinkan nya.

***

"Kenapa lo nyelametin gue? Padahal kalo lo biarin gue mati lo gak punya saingan lagi" tanya Narendra.

Saat ini mereka berada di rumah sakit. Jessica hanya menghelat nafas mendengar ucapan Narendra.

"Gue anggap itu ucapan terima kasih" ucap Jessica meninggalkan Narendra sendirian. Saat ia keluar ia berpapasan dengan kakak Narendra, Starla Nesyana.

"Makasih udah bawa adek saya ke rumah sakit" ucap Nesya. Jessica hanya mengangguk dan melanjutkan langkah nya yang tertunda.

"Lagi dan lagi kamu ngelakuin hal gak guna, sampe kapan kamu kayak gitu Narendra!" Ucap Nesya dengan nada yang ditinggikan. Air mata mulai membasahi pipi Nesya.

"Kakak cape, sampe kapan kakak harus sabar sama tingkah kamu? Kakak tau kamu kayak gini karena kehilangan ayah sama bunda tapi pikirin kakak juga, kakak juga sama kayak kamu" sambung Nesya. Narendra hanya diam melihat sang kakak yang menangis dan berlutut di hadapannya.

"Aku cuma punya ayah sama bunda, sedangkan kakak punya temen sama sahabat yang selalu ada buat kakak. Kakak punya alasan buat tetep hidup meskipun gak ada ayah sama bunda, tapi aku gak. Aku gak punya siapa siapa" ucap Narendra.

"Kamu punya, ada kakak yang selalu ada buat kamu" ucap Nesya dengan air mata yang mengalir semakin deras. Ia memeluk Narendra berharap Narendra sadar kalau ia tidak sendiri.

***

Pemandangan pantai yang terhampar di depan matanya untuk sesaat mampu membuatnya lupa pada rasa sakit dan perih di tubuhnya. Rintik hujan membasahi tubuh Clara.

Hatinya terasa sakit dan sesak. Suara Isak tangis nya terasa menyakitkan. Ia memejamkan mata nya merasakan sakit dan perih yang di buat oleh orang tuanya.

Seorang pemuda menghampiri dan duduk disamping Clara. Clara menoleh pada pemuda tersebut dan melihat keadaan mereka berdua yang tidak berbeda jauh.

"Aku kira kamu kesini buat bunuh diri, kamu sekarang udah gak pengen mati?" Tanya Samuel.

"Selama kamu hidup aku akan tetap hidup Samuel"

Keduanya Hening, hanya ada suara derasnya hujan dan ombak. Tidak ada siapa siapa hanya ada mereka berdua di pantai tersebut lantaran hujan deras.

Samuel berdiri dan mengambil beberapa kerang yang ada dan memberikan nya pada Clara. Clara menautkan alisnya bingung.

Samuel yang paham maksud Clara menjawab. "Coba lempar itu ke laut, anggap kerang itu masalah hidup kamu"

Clara mengikuti perkataan Samuel dan melempar kerang kerang tersebut. Ia meluapkan emosi nya. Samuel tersenyum ketika melihat senyuman Clara yang perlahan terbentuk.

"Udah mendingan?" Tanya Samuel. Clara menjawab dengan anggukan dan senyuman manis.

Samuel mengajak Clara untuk berjalan jalan di sekitar pantai. Samuel menggandeng tangan Clara dan berjalan. Sesekali mereka bercanda ria.

'meskipun hidup gue lebih banyak sedihnya, tapi selama ada Samuel gue bakal baik baik aja' batin Clara.

Mereka berlarian di bawah derasnya hujan, di pinggir pantai. Tak ada kata dingin lantaran hujan melainkan kehangatan yang ada diantara moment mereka.

***

Udara dingin seolah menyelimuti bumi. Gemercik air dan Cericit burung menyambut pagi. Seorang perempuan bangun dari tidur nya dan berjalan ke balkon kamarnya.

"Bunda kira kamu masih tidur" ucap perempuan paruh baya membuat Jessica kaget.

"Pagi bunda ku sayang" ucap Jessica dengan senyuman hangat memeluk sang bunda.

"Pagi putriku yang cantik" balas nya sembari mencubit pipi Jessica membuat Jessica tertawa kecil.

"Udah sana mandi nanti kamu telat" sambung nya sembari mengusap rambut Jessica. Ia pun keluar kamar sang anak dan menuju ke dapur.

"Tata" ucap Cantika, adik Jessica yang berusia 3 tahun. Ia berlari dan memeluk Jessica.

"Adek, jangan lari nanti jatuh loh" ucap Jessica khawatir.

Jessica memiliki 2 adik, 1 laki laki berusia 5 tahun dan 1 perempuan berusia 3 tahun. Umur ia dan Adeknya terpaut jauh namun mereka bertiga sangat akrab.

"Aduh adek jangan ganggu kakak" ucap bundanya yang kembali memasuki kamar Jessica saat melihat Cantika tidak ada di kamarnya. Ia menggendong Cantika agar Jessica bisa melanjutkan aktivitas nya yang tertunda.

Jessica tersenyum kecil melihat wajah Cantika yang cemberut di gendongan sang bunda. Jessica memiliki kehidupan yang sempurna yang membuat orang lain iri dengannya, namun apakah benar hidupnya sempurna?

Jessica segera bersiap siap ke sekolah, namun ia merasa ada yang kurang namun ia tidak tahu apa yang kurang.

"Perasaan semua yang gue perlu udah gue masukin ke tas tapi kok rasanya ada yang kurang tapi apa?"

Tiba tiba ia teringat dengan sapu tangan nya.

"Ah sial, sapu tangan gue masih di cowok itu lagi" ucap Jessica menepuk jidatnya. Selama perjalan ke sekolah ia berharap bertemu laki laki yang membawa sapu tangan nya namun nihil.

'Sapu tangan itu kan hadiah dari bunda, hidup gue rasanya kurang kalo gak ada tu sapu tangan' batin Jessica.

SkyloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang