Mentari Tak Lagi Membenci

Start from the beginning
                                    

"Tari?? Nathan! Ada Tari!"

Seruan Ibunya tadi membuat Nathan terkesiap. Ia berdeham sambil melihat Tari yang tampaknya sendirian membawa seperangkat rantang dan termos berisi sup.

"Ini dari Ibu. Sop ayam kampung."

Ibunya Nathan menerima makanan itu dengan sumringah sambil menuntun Mentari menuju ke arah ranjang tempat Nathan terbaring dengan gips di tangannya.

Mentari menatap Nathan lamat-lamat sampai akhirnya pandangannya teralihkan begitu Ibunya Nathan membawakannya minuman.

"Tante, nggak perlu repot-repot,"

"Nggak repot, ada di kulkas semua. Tante tinggal dulu ya, kalian ngobrol aja dulu."

Ibunya meninggalkan keduanya di ruangan itu dan seketika membuat keduanya terdiam. Nathan menatap Mentari yang kini juga menatap ke arah tangannya yang terbungkus gips itu.

"Sakit?"

"Nggak berasa apa-apa. Kamu sendirian?"

Mentari mengangguk, "Satria udah pulang pas Ibu siapin supnya. Kata Ibu, bagus untuk memulihkan energi. Mau dimakan sekarang?"

Nathan menggeleng, "Biar sama Mama aja nanti."

Keduanya kembali sibuk dalam pikiran masing-masing. Mentari akhirnya membuka kaleng minuman di tangannya yang mulai menghangat dan meneguknya perlahan.

"Satria..., gimana?"

"Hmmm?"

"Pas nganter kamu kesini. Dia nggak apa-apa lihat kamu bantu aku?"

Mentari hanya tersenyum tipis, "Justru dia yang nawarin buat nemenin."

Nathan mengalihkan pandangannya ke arah jendela kamarnya yang menghadap langsung ke langit malam yang sudah gelap. "Tapi apa dia nggak marah lihat kamu malam-malam kesini?"

"Udah ijin kok. Lagipula apa yang aku lakuin nggak harus selalu harus nunggu ijin dia katanya selama itu hal baik."

Nathan hanya berdeham. Selama mereka pacaran, Nathan selalu menuntut Mentari untuk meminta ijinnya jika ingin pergi kemana pun. Even ketika harus menghadiri acara Imakindo, Nathan akan selalu mengikutinya kemana pun.

"Dia bisa nerima kamu meskipun aku bilang begitu di pameran?" ucap Nathan kemudian dengan suara tertahan.

Mentari terdiam sejenak tapi akhirnya ia mengangguk. "Katanya itu hanya masa lalu."

Mentari menatap Nathan sambil tangannya mengusap lengan Nathan yang tidak terkena gips. Ia menatapnya dengan ekspresi penuh penyesalan,  "Nathan, aku juga belum sempat minta maaf karena batalin acara kita dulu."

"Aku kelewat malu, makanya aku pergi jauh sampai ke Bayah. Tetangga, saudara, bahkan teman-teman menyayangkan keputusanku buat putusin kamu tapi aku nggak bisa. Gimana caranya aku bisa menikahi seseorang yang nggak aku percaya."

Nathan terdiam sejenak sambil tersenyum tipis. Tangan kirinya mencoba meraih tangan Mentari yang sedang mengusapnya itu, "Kamu benar."

"Kamu tahu nggak? Aku sebenarnya fobia sama jambu."

"Jambu?"

"Iya. Selama ini aku cuma bilang aku kurang suka makan jambu tapi sebenarnya aku fobia karena pas sekolah pernah dijejelin jambu sama temen."

Nathan menatap Mentari tidak percaya. Ia tidak menyangka baru mengetahuinya sekarang setelah sekian lamamya mereka menjalin hubungan dulu. Mentari memang bilang padanya jika ia tidak suka jambu dan ia baru tersadar sekarang itulah sebabnya Mentari sering mencari alasan untuk tidak meminum hasil produknya dan juga menolak datang ke pabriknya.

Kesatria Mentari (Completed)Where stories live. Discover now