Sadar diri

3.1K 100 0
                                    

Dada Adis masih berdebar saat Arshan memanggil namanya untuk pertama kalinya itu. Luar biasa dampaknya sampai ia tersedak saking tidak menyangka. Seperti kilatan petir yang tiba-tiba menggelegar, mengagetkan dirinya begitu saja.

"Ya Tuhan.." Batinnya seiring memegangi bagian dada tatkala hatinya berdesir tak karuan. Bahkan air yang ia minum tidak mampu menetralkan detak jantungnya yang cukup berdetam keras.

"Kamu nggak papa?" Tanya Haikal begitu mengelus punggung Adis.

"Nggak papa, Kak." Jawab Adis setelah berhasil menguasai dirinya. Arshan tersenyum tipis. Padahal hanya memanggil nama, tapi sudah seperti itu efeknya.

"Ya udah lanjut makan lagi." Ucap Aji.

Sinta menatap kesal kepada Arshan, kakaknya itu sama sekali tidak merasa bersalah. Bahkan dengan santainya makan roti pemberian Haikal. Pasti sengaja tadi manggil nama Adis.

"Setelah ini kalian mau ke mana?" Tanya Haikal.

"Setelah ini ya pulang, Kak." Jawab Sinta. "Emang kenapa?" Tanyanya sambil mengunyah.

"Kirain mau mampir ke mana gitu."

"Nanti jam sepuluh Adis sama Aji harus kerja. Jadi nggak bisa kemana-mana." Jawab Sinta lagi. Haikal mengangguk mengerti.

"Nanti pulangnya aku antar ya Dis." Haikal mencoba menawari tumpangan.

"Adis pulangnya bareng gue." Sahut Aji. Bukan apa-apa hanya saja Aji belum mengenal Haikal. Beda dengan Arshan karena dia kakaknya Sinta.

"Kamu pulang sendiri saja. Adis juga bakalan aman kalau pulang denganku." Haikal ingin mengakrabkan diri dengan Adis. Sekalian ingin tahu di mana tempat tinggal Adis.

"Kak Haikal nggak modus kan?" Sinta tahu apa yang ada di kepala sahabat kakaknya itu.

"Haha, sekali-kali modus nggak papa lah Sin." Haikal tidak bisa membendung tawanya. Sinta tahu saja yang ada di benaknya.

"Gimana Dis, lo mau pulang bareng siapa? Aji atau Kak Haikal?" Tanya Sinta.

Diantara ketiga laki-laki, dua yang memperebutkan Adis mengantar pulang. Arshan, kakaknya itu diam bagai patung.

Adis mendongakkan kepalanya. "Maaf ya Kak, aku pulangnya bareng Aji." Ia tidak seakrab itu dengan Haikal. Meski niat Haikal baik tapi Adis tidak segampang itu untuk menerima ajakan Haikal.

Sinta terkekeh melihat raut kecewa Haikal.

"Jangan sedih gitu dong Kak."

"Dis, kamu takut ya sama aku. Tenang, aku nggak gigit kok." Ucap Haikal setengah bercanda.

Adis tersenyum kecil. "Bukan masalah takutnya. Tapi aku nggak mau ngrepotin Kak Haikal."

"Nggak ngrepotin kok Dis. Aku cuma ingin kenal kamu. Selama dua Minggu ini kamu selalu mengabaikan pesan yang aku kirim. Kenapa Dis?" Haikal minta penjelasan.

Adis meringis, Haikal membahas pesan-pesan yang laki-laki itu kirim tapi tidak pernah ia balas.

"Ah, soal itu aku minta maaf. Aku sibuk kerja, juga nggak ada waktu. Mohon pengertiannya ya Kak." Inilah yang tidak Adis suka, Haikal seperti mendesaknya.

"Dis.."

Untuk kedua kalinya Arshan memanggil nama Adis. Entah kenapa, tapi mulutnya tiba-tiba saja mengeluarkan suara itu.

"Apa sih Kak, dari tadi manggil Adis mulu." Sahut Sinta terlihat kesal. Apa mungkin Arshan ingin mendapat perhatian dari Adis karena merasa terabaikan. Ia dan lainnya asyik mengobrol sementara kakaknya itu tidak ada yang mengajak berbincang.

BATASAN CINTAWhere stories live. Discover now