Efek sebuah panggilan

2.6K 95 0
                                    

Pagi ini Sinta janjian dengan Adis dan Aji untuk melakukan joging bersama di taman kota. Setelan olahraga sudah melekat sempurna di tubuhnya. Hari Sabtu memang selalu menjadi agenda mereka untuk pergi olahraga.

"Mau ke mana kamu?" Pertanyaan Arshan menghentikan langkah Sinta yang akan menuruni anak tangga. Sinta menoleh ke belakang, tak lupa seulas senyum manis ia berikan kepada kakaknya itu.

"Mau joging di taman kota, Kak."

"Sendiri?"

Sinta menggeleng. "Nggak, sama Aji dan Adis."

"Bareng Kakak saja. Kebetulan kakak juga mau olahraga di sana."

"Nggak usah, aku udah nyuruh Pak Tono buat ngantar." Tolak Sinta. "Duluan ya Kak." Sinta langsung menuruni anak tangga sebelum Arshan mencegah.

Ia juga tidak perlu menjemput sahabatnya karena Adis sudah dijemput Aji dari tujuh menit yang lalu. Dan sekarang ia harus segera tiba di taman kota sebelum kedua temannya itu memberi omelan. Setelah mobil yang dikendarai Pak Tono keluar dari rumah mewah, Arshan membuntuti di belakang. Laki-laki itu juga ke sana atas ajakan Haikal.

Setibanya di taman kota, Sinta langsung menemui kedua temannya yang menunggunya di parkiran.

"Udah lama kalian?" Tanya Sinta.

"Baru aja kok." Jawab Adis.

"Ya udah, yok mulai lari paginya." Ajak Aji. Kedua gadis itu mengangguk, berlari kecil di belakang Aji.

"Dis, lo tahu nggak. Tadi Kak Arshan mau kasih tebengan ke gue." Ucap Sinta.

"Terus kenapa kamu nggak mau?"

"Males gue sama Kak Arshan." Jawab Sinta.

"Kamu masih nggak terima soal Kak Arshan, ya?" Tebak Adis.

Sinta mengangguk pelan. Adis menghentikan larinya sejenak. Sinta juga demikian.

"Sin, aku udah nggak papa. Aku bener-bener udah ngelupain Kak Arshan. Kamu jangan begini." Adis menepuk bahu Sinta.

"Tapi rasanya berat banget Dis. Gue udah berusaha buat terima. Tapi.." Sinta mengeluarkan apa yang mengganjal di hatinya.

Adis terkekeh kecil. "Hei, yang harusnya gitu kan aku? Kenapa jadi kamu, udah jangan sedih gitu. Lebih baik kita susul Aji."

Aji sudah jauh beberapa meter dari mereka. Laki-laki itu tidak menyadari jika kedua perempuan di belakangnya tertinggal jauh.

"Semudah itu hatimu menyerah Dis?" Gumam Sinta begitu Adis menyusul Aji. Hati dan mulut Sinta tidak seimbang, padahal ia telah memberi saran kepada Arshan agar kakaknya itu berusaha dekat dengan Cindi.

                             🍁🍁🍁

"Shan, itu Adis kan?" Haikal menunjuk ke salah satu penjual makanan di mana Adis berdiri di sana.

Arshan segera memutar lehernya. "Benar, itu memang dia." Angguknya.

Haikal tersenyum lebar, Adis berada di tempat yang sama dengannya. Suatu keberuntungan menurutnya.

"Aku mau temuin dia. Kamu mau ikut atau di sini aja?" Tanya Haikal sebelum melangkah.

"Ikut."

"Ya sudah, ayo." Dengan semangat empat lima, Haikal melangkah dengan cepat. Adis masih mengantri jajanan di depan.

"Sendirian aja?" Ucapan Haikal membuat Adis tersentak kaget. Gadis itu memutar tubuhnya ke belakang. Arshan dan Haikal menjulang tinggi di depannya.

"Hai." Lambai tangan Haikal, menyapa.

BATASAN CINTAWo Geschichten leben. Entdecke jetzt