Gambling

23.8K 390 25
                                    

Hi, Guys! I'm back! :D 

tp gtw sih kpn bakal update lg krna lg nguli di tempat lain wkwkkwkwk

Maap bngt yak updatenya lama :'

Kaget sih dgn apresiasi yg begitu banyak dari kalian, makasih bnget ya :" 

Stay healthy dan happy ya <3

***

"Lo beneran pulang sama Steven kan?" tanya Carla sembari duduk di sebelah Natasha, "Nat? Lo dengerin gue ngomong kan? Oi!" tanya Carla sekali lagi saat gadis di sampingnya itu tak kunjung bersuara.

"Iya, jadi," jawab Natasha sekenanya.

"Lo kenapa sih bengong mulu akhir-akhir ini? Lagi ada masalah? Cerita sama gue."

Natasha menghela napas berat. Carla benar, akhir-akhir ini Natasha memikirkan hal yang seharusnya tidak perlu dipikirkan. Entahlah, tiba-tiba hal yang tak penting itu lewat di pikirannya. Harusnya ia merasa aman dengan 'menghilangnya' Sean. Ya, cowok itu tak lagi muncul di hadapannya. Natasha yakin cowok itu masih masuk sekolah, namun ia tak pernah melihat batang hidungnya lagi. Entah memang menghindari Natasha atau tidak. Tapi harusnya Natasha tidak perlu mencari keberadaan cowok itu dengan ekor matanya, bukan?

"Nah kan bengong lagi," kata Carla memutar bola matanya.

"Gue nggak ada masalah apa-apa kok, Carla. Lo tenang aja, okay?" jawab Natasha seraya tersenyum lebar dan menyenggol bahu sahabatnya yang cerewet itu.

"Ya, ya, ya. Eh btw lo itu suka nggak sih sama Steven? Secara nih ya, kalian itu udah lama bareng tapi gak jadian-jadian gitu. Kalo si Stevennya sih gue yakin dia suka sama lo."

Deg!

Natasha seketika mematung memikirkan perasaannya.

Sebenarnya gue ada rasa nggak sih sama Steven? Gue nyaman sih sama Steven. Dia juga orangnya baik, sabar, sweet, pengertian, dan bisa diandalkan juga.

"Tuh si Steven!" sahut Carla menunjuk kedatangan Steven dengan dagunya. "Selamat ngedate ya, hihi," goda Carla tertawa dengan menutup mulutnya.

"Eh udah lama nunggu gue, ya? Sorry lama, tadi masih ngerjain tugas," kata Steven setelah berlari kecil hingga di depan Natasha.

"It's okay," jawab Natasha seraya tersenyum kecil. Aura positif Steven selalu berhasil membuat Natasha merasa tenang.

"Hm, iya deh gue jadi nyamuk di sini. Nggak terlihat sama sekali," sahut Carla merengut.

"Apa sih, drama deh," ejek Natasha. Sementara Steven hanya garuk-garuk kepala sambil nyengir.

"Oke deh gue pamit pulang duluan yak. Have fun, Cantik!" Carla tertawa sehabis menoel dagu sahabatnya itu, "Kalian cocok kok," bisiknya menggoda Natasha yang saat ini pipinya bersemu merah.

Baru saja Natasha mau menimpuk sahabatnya itu dengan gulungan kertas, si Carla sudah lari duluan dengan tawa khasnya.

"Yaudah, yuk," ajak Steven yang dijawab dengan anggukan oleh Natasha.

Kebersamaan Natasha dengan Steven selalu menjad daya tarik tersendiri. Banyak pasang mata yang menatap kagum dan iri saat mereka bersama. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Natasha adalah milik Steven dan begitu juga sebaliknya, entah mereka sudah official atau belum.

"Eh itu kak Natasha sama kak Steven ya? Pasangan yang cocok sih mereka,"

"Bukannya Natasha sekarang lagi deket sama Sean ya?"

"Enak banget jadi Naatsha, dikelilingi cowok-cowok keren di sekolah ini,"

"Gue udah izin sama mama lo buat ngajak lo keluar," ujar Steven setelah mobil melaju keluar parkiran sekolah.

"Iya, gue juga udah izin, sih, thank you, ya" balas Natasha seraya tersenyum. Keluarga Natasha sudah mengenal Steven, begitu pun dengan Natasha yang sudah mengenal keluarga Steven.

"Sama-sama. Akhirnya gue bisa juga ngajak lo keluar lagi setelah sekian lama."

"Yaelah lo bisa ngajak gue kapan pun kali."

"Lo mah sibuk. Apalagi udah mulai deket sama Sean."

Deg!

Seketika Natasha menoleh ke arah Steven. Sejauh mana Steven tahu hubungannya dengan Sean?

"Lo lagi deket sama Sean ya?"

"Ha?"

"Kok kaget sih? Gue akhir-akhir ini sering liat lo bareng Sean. Apalagi pas lo pingsan, Sean sigap banget gendong lo, gue jadi iri. Kalian lagi deket nggak sih? Atau lo suka sama Sean?"

Natasha sontak menggeleng. Wajahnya sudah menegang maksimal. Walaupun Sean dan Steven satu ekskul basket, apa iya cowok itu menceritakan semuanya ke Steven?

"Yaudah sih kalo emang kalian nggak ada apa-apa," jawab Steven seraya mengacak puncak kepala Natasha. "Berarti gue masih bisa deketin lo kan?"

"Apa sih?" balas Natasha tersenyum malu melihat Steven yang menaikturunkan alisnya dengan lucu.

"Gue tadi baca berita online-"

"Dih sok iye banget baca berita. Tumben banget lo," tukas Natasha memotong ucapan Steven.

"Harusnya lo bangga dong gue udah mulai mau baca berita,"

"Iya deh iya," jawab Natasha tertawa. "Beruta apaan yang lo baca?"

"Akhir-akhir ini banyak banget cewek SMA yang gak perawan."

Kontan Natasha terdiam dan wajahnya mulai pucat pasi.

"Nat?" panggil Steven menoleh kea rah Natasha yang tiba-tiba diam.

"Mmmm.. menurut lo gimana tentang mereka?"

"Ya gue mikirnya sayang aja sih, masih SMA tapi mau melakukan hal itu."

"Tapi bisa aja lho mereka terpaksa atau memang tidak ada daya untuk melawan."

"Iya sih... tapi lo masih perawan kan?"

Mata Natasha melebar. Sebenarnya apa maksud Steven menanyakan ini semua. Ia merasa terlalu banyak kejutan yang muncul dari mulut Steven saat ini. Apa iya ia yang notabenenya sudah tidak perawan ini masih pantas untuk Steven.

Natasha reflek mengangguk. Entah apa maksud dari anggukannya.

"Gue yakin lo masih perawan kok," ujar Steven menggenggam tangan Natasha. "Lagian gue juga nggak mempermasalahkan keperawanan seorang cewek. Menurut gue value seorang cewek bukan dari status keperawanannya."

Lagi-lagi Natasha hanya mengangguk. Setidaknya ia lega bahwa Steven tidak menuduhnya macam-macam dan ia salut dengan kedewasaan Steven dalam berpikir.

Mobil berhenti di depan sebuah café yang fancy dengan nuansa coklat khas kayu. Ya, café favorit mereka berdua. Steven memesan kopi favoritnya, sementara Natasha memesan cokelat kesukannya. Tak lupa Steven juga memesan beberapa snack.

Mereka mengobrol dengan canda tawa, terutama Steven yang membanyol tentang kekonyolan teman-temannya. Namun, beberapa kali Natasha terdiam dan melihat sekeliling.

"Lo kenapa sih, Nat?" tanya Steven yang beberapa kali melihat Natasha melihat ke belakang. "Lo nggak suka tempat ini? Makanannya nggak enak? Atau kit acari tempat lain aja biar lo nyaman?"

"Oh, nggak kok. Gue suka tempat ini," jawab Natasha gelagapan.

Bukannya apa, dia merasa tidak enak kalau harus pindah tempat hanya karena dirinya. Pasalnya, Natasha merasa seperti diawasi seseorang. Namun, saat melihat sekeliling, tidak ada yang mencurigakan. Ini hanya perasaan Natasha saja atau bagaimana?

[PUBLISHED] Addicted into YouWhere stories live. Discover now