22. Keep Istiqomah

286 60 22
                                    

Assalamualaikum
Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma sholi alaa Syaidina Muhammad

***

Beberapa hari kemudian, Bu Nur beserta Reza datang ke rumah Ammar. Fat awalnya tak ingin membukakan pintu, tetapi sang tamu rupanya tak mau pergi sebelum bertemu dengan sang penghuni rumah.

Fat terpaksa menelepon Ali untuk menemaninya menemui Bu Nur dan Reza. Kebetulan pagi ini Ali masih di rumah. Ia segera datang setelah mendapat telepon dari Fat.

Di ruang tamu ke empat orang itu duduk dengan suasana tegang. Fat setelah menyalami Bu Nur tak berani lagi bicara apa pun. Ali bingung harus bicara apa. Tangannya gatal sekali ingin menghajar  Reza. Membayangkan bagaimana Reza saat itu menjamah Fat, membuat gigi Ali beradu kuat dalam mulut.

Bu Nur sebagai satu-satunya orang yang merasa paling dewasa berinisiatif membuka pembicaraan.

"Fatimah, Ibu atas nama Reza minta maaf sama kamu, ya."

Fat tak lekas menjawab, tangannya yang sedari tadi mengepal berkeringat hebat. Rasanya ia benci dengan keadaan ini. Ia ingin sekali mencakar, bahkan menendang wajah Reza. Kesal, marah, malu dan kecewa bercampur jadi satu.

"Fat, gue minta maaf. Gue bener-bener nggak sengaja. Gue nggak niat, abis elo menggoda banget," ujar Reza membuat air mata Fat jatuh begitu saja setelah sedari tadi berusaha ia tahan.

Apa tadi dia bilang? Menggoda? Kenapa lagi-lagi aku yang salah?

Tenggorokan Fat sakit, bibirnya yang terkunci bergetar hebat. Ia berusaha tak mengeluarkan suara, tetapi air mata yang merambai meletis pipinya jelas kesakitan yang nyata seorang Fatimah Wiguna.

"Sorry, enteng banget elo ngomong gitu," kata Ali geram. Apalagi melihat Fatimah menangis membuatnya tak terima dengan perkataan Reza.

"Man! elo cowok juga. Gimana reaksi elo kalo liat cewek cantik, seksi, dan menggoda di hadapan? mau elo biarin aja gitu?" sahut Reza membuat Bu Nur segera memukul mulutnya dengan dompet.

"Jangan lancang kamu kalo ngomong!" Bu Nur menunjuk wajah putranya.

"Fat, Ibu bener-bener minta maaf. Ibu kemari buat kasih gaji kamu bulan ini. Ibu juga nggak maksa kamu kerja lagi," papar Bu Nur.

Fatimah hanya mengangguk, amplop yang disodorkan Bu Nur ia terima. Air mata masih menggenang di pelupuk matanya. Bekasnya terlihat menganak sungai di kedua pipi.

Tak lama Bu Nur pamit, Fat benar-benar tak berkata sepatah kata pun. Bahkan untuk mengucap terima kasih saja ia tak mampu. Beberapa saat setelah kepergian Bu Nur dan Reza, tangis Fat pecah. Ia sesenggukan seraya memeluk amplop dalam pelukan.

Mungkin perkataan Reza ada benarnya, Fat yang mengundang pria itu untuk berbuat mesum terhadapnya. 

"Nangis yang kenceng kalo itu bisa bikin beban kamu terurai. Tapi, abis itu udah. Stop!" Ali mengusap bahu Fat dengan botol kosong di tangannya.

Usapan pada bahu seseorang yang sedang menangis dapat membuat orang tersebut tenang. Namun, Ali tak mungkin menggunakan tangannya langsung. Beruntung tadi saat datang, ia memang membawa botol minum. Refleks saja sebenarnya, tapi ada gunanya juga.

"Kamu sekarang ngerti, kan kenapa aku selalu suruh kamu pake baju yang ketutup?" Ali melanjutkan bicara.

"Si Reza Reza itu ada benernya," ucap Ali membuat Fat melotot padanya.

Dalam Hijrah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang