19

56 10 0
                                    

⚠️Bismillah

" Saya mengagumi mu, karena agama yang terletak pada dirimu."
-Raden Reynar Purnama-

Flashback itu telah berakhir, Jejen memutuskan untuk kembali lagi kerumah setelah pikirannya sudah lebih lebih membaik dari sebelumnya. Amarah yang tadinya meluap-luap kini sudah mereda, bahkan ia merasa bersalah karena telah membentak dan menampar Genta, jujur ia tak mengerti dirinya saat emosi dan Jejen merasa sangat kecewa dengan dirinya yang tidak bisa mengendalikan emosi.

" Jen, kendalikan emosimu jangan kayak gini!" Batin Jejen pada dirinya sendiri.

                         ....

Sesampainya di rumah. Jejen segera bersiap untuk salat di masjid, bersama dengan Deden, Genta dan Raga, momen inilah yang selalu Jejen rindukan terlebih saat pergi ke masjid  bersama Bapak. Kehidupan yang dulunya terasa baik-baik saja, perlindungan masih sigap dan semua pernah terjadi sebelum emak pergi.

" Jen, Ayo ihhh jangan ngelamun!" Tegur Deden sembari menepuk bahu Jejen.

" Eh iya, Ayo!"

" Heumm... A Den, inget gaksih dulu kita sering pergi ke masjid bareng bapak, terus pulangnya pasti ngopi dulu ke warkop...."

" Iya inget kok, kangen ya? yaudah nanti abis salat insya Allah kita ngopi ke warkop, aku traktir deh!" Ajak Deden penuh Semangat

" Yeyyy Jajan, ayolah tau aja apa yang kumau..." Sahut Jejen terkekeh.

                         ...

Setelah selesai salat Deden langsung memenuhi janjinya pada Jejen, tak langsung pulang, melainkan mereka mampir dulu ke warkop, menikmati secangkir kopi dan beberapa pisang goreng hangat.

" Jen, Mau kopi hitam atau kopi susu?"

" Kopi susu aja deh, kurang suka kopi hitam...Ouh iya, sama  singkong rebusnya."

" Ceu wati, bade kopi hideung, kopi susu jeung kulub sampeu!" Seru Deden.

Deden hanya mengangguk, menandakan ia sudah paham. Malam ini mereka berdua memang sengaja menghabiskan waktu lumayan lama di warkop. Menikmati secangkir kopi, serta gorengan singkong ataupun pisang hangat, sembari mengobrol santai. Mengingat hal dulu yang sering terjadi, nongkrong di warkop setelah salat, sudah menjadi kebiasaan mereka bersama bapak, namun hanya bapak yang menikmati kopi, sementara Jejen dan Deden jajan makanan ringan atau makan permen, dulu bapak melarang mereka berdua meminum kopi, takut nantinya sulit tidur.

" A Den, aku setiap ke sini, selalu rindu bapak, sekarang bapak lagi apa ya? Dah ngopi belum ya... pengen bareng-bareng lagi..." Lirih Jejen.

" Insya Allah, bapak baik-baik aja, doa'in kebaikan untuknya. Udah sekarang kamu minum dulu tuh kopinya, ntar keburu dingin...."

" Aku pengen deh ketemu bapak, sebentar aja, pengen ngasih tahu kalo aku bentar lagi aku lulus, sama mau minta do'anya.... Bapak di mana sih Jejen kangen..."

" Jen... Nanti kita cari bapaknys ya...."

Di tengah percakapan mereka, tatapan Deden malah tertuju pada seorang gadis cantik, si pemilik senyuman manis, dengan hijab dongker yang ia kenakan. Perempuan itu bernama Riana, atau kerap disebut Ana, anak seorang ustadz yang ngajar ngaji, sekaligus pengurus DKM masjid Ar-Rohman.

" Masya Allah...." Batin Deden, entahlah jika ia menatap wajah Ana, terasa begitu damai, rasa kagum Deden semakin memuncak, mungkin tak hanya rasa kagum.

Ana adalah wanita yang Deden Kagumi, setelah ibunya, berawal dari pertemuan pertamanya di masjid. Saat pertama kali mendengar Ana mengaji hatinya langsung tersentuh, oleh suara merdu milik Ana, ditambah dengan sifat ketaatan Ana, yang membuat Deden terkagum-kagum. Baginya Ana adalah wanita istimewa diantara yang  lainnya.

7 Anak Hebat [TERBIT]✔️Where stories live. Discover now