13

74 13 29
                                    

⚠️Bismillah


" A Genta, kemarin malam, kok pulangnya telat?" Tanya Deden, dengan penuh rasa penasaran, lalu menepuk pelan pundak Genta .

Sontak Genta tersadar dari lamunan pikirannya masih terbayang oleh kejadian kemarin malam, percakapan dengan Bapak masih terngiang-ngiang dalam benak pikiran nya. Di tambah dengan pertanyaan Deden yang membuat Genta semakin teringat.

" Gak apa-apa Den, ada sedikit urusan aja..." Jawab Genta
                  
" A Raga, aku lupa nyatet jumlah orangnya!" Ujar Jejen, menepuk jidat nya

Pembahasan antara Deden dan Genta berhasil teralihkan oleh celetukan Jejen.

" Catet Jen! biar ntar pas ngebagiin gak ada selisih!" Sahut Genta, menyodorkan kertas dan pulpen.

Jejen mengiyakan perintah Genta, walau sebenarnya ia malas melakukan itu.

" Jen sini! bantuin setrika baju!" Teriak Ayu, dan menatap tajam Jejen   Jejen pun terbawa panik, oleh tatapan kakaknya itu, ia mencari seribu alasan untuk menolak perintah Ayu.

Menyetrika adalah pekerjaan paling malas Jejen lakukan, terlebih pake setrika arang, ribet harus memasukan arang terlebih dahulu, barulah dapat di gunakan dan agak berat pula.

" E-eeh anu, Jejen mau ke acara berbagi!" Sahut Jejen, lalu segera pergi

" Alasan!" Ujar Ayu, menghembuskan napas kasarnya.

Ayu memutar bola mata malas, ia sebal jika ada yang membantah perintahnya, sedangkan Jejen hanya menatap Ayu dengan raut wajah tanpa dosa, si bungsu itu segera pergi dari hadapan kakaknya.

Jejen dan Raga bergegas menuju masjid tempat yang menjadi titik awal untuk melakukan aksi berbagi. Lokasi yang akan mereka kunjungi yaitu panti asuhan, di sanalah mereka akan melakukan aksi kepedulian, berbagi makanan, sembako, bahkan memberi edukasi untuk anak-anak. Acara berjalan dengan lancar, anak-anak terlihat bahagia hari itu, senyum nya mereka kini dapat di rasakan oleh siapapun yang melihat nya. Jejen hanya tersenyum haru melihat ekspresi anak-anak, pertama kalinya ia merasakan kebahagiaan seseorang.

Acara selanjutnya yaitu nonton bersama. Para relawan telah menyiapkan fasilitas untuk menonton bersama, dari mulai film, layar, bahkan berbagai jenis makanan ringan. Semua terlihat antusias untuk menonton, saat film dimulai suasana saat itu dipenuhi tawa riang, anak-anak tak henti dengan candaannya dan suara tawanya, ruangan itu dipenuhi oleh kebahagiaan. Namun disaat anak-anak lain asik tertawa riang, pada waktu yang bersamaan pula, ada satu anak yang hanya diam mematung di pojok ruangan, matanya terlihat sembab, tangisan kecil nya mampu membuat Jejen salah fokus. Tanpa berlama-lama lagi ia menghampiri anak laki-laki itu.

" Adek kenapa, Kok gak ikutan nonton?"

Anak laki-laki itu menggeleng kuat, matanya nya terlihat sayu, sepertinya terdapat luka menancap di dalam dirinya, rasanya sakit, hati Jejen merasa teriris, melihat anak itu terus menangis pilu.

" Adek siapa namanya?"

" Namaku Bintang kak..." Jawabnya pelan,

" Bintang, Nama yang bagus!" Ucap Jejen lembut, seraya senyum singkat ke arah Bintang

Bintang masih dengan tangisan nya, kini napas nya mulai tak teratur, perasaan nya makin sakit, namun ia belum berani untuk menceritakan kesedihan nya.

" Jejen mau peluk Bintang, boleh ya?"

Anak 8 tahun itu hanya mengangguk pelan, menandakan ia setuju dengan tawaran Jejen.

Jejen berlari mendekati Bintang, lalu ia segera mendekap Bintang dengan hangat. Tak terasa air matanya berjatuhan, rasa sesak di dadanya berkurang lantaran dekapan Jejen, seorang anak yang menginginkan sekali pelukan hangat, terwujud. Ia sudah lama tak merasakan itu. Terlebih semenjak ayah nya menitipkan Bintang ke panti asuhan, bahkan ia lupa rasanya dipeluk.

Tangisan nya pecah dalam dekapan, seolah sudah tak ada jarak antara Bintang dan Jejen. Bintang tak sanggup lagi untuk menahan lukanya sendiri, ia tak dapat membohongi perasaanya, bertemu dengan Jejen, adalah salah satu kebahagiaan nya, Jejen adalah orang baru untuknya, namun Jejen adalah obat untuk Bintang yang terluka.

" Gak apa-apa, nangis aja..." Tutur Jejen, seraya mengelus pelan rambut Bintang

" Kak, Bintang kangen ayah! ayah gak pernah balik lagi nemuin Bintang, ayah jahat! Ayah gak sayang lagi!" Gumam Bintang.

Tangan nya mengepal kuat, matanya terlihat menyimpan rasa kecewa, begitu pula dengan emosi nya yang membara. Tanpa aba-aba, ia memukulkan tangan nya ke dinding. Sontak Jejen terkejut dengan tingkah Bintang, Jejen berusaha keras untuk memberi ketenangan pada Bintang. Sorot matanya, menatap tenang, tak lupa dengan senyuman tipis nya.

" Bintang, Jejen tahu kamu ini anak kuat, orang lain gak ada loh, yang sehebat kamu, makasii ya, udah jadi orang hebat. Bin kalau kamu tahu, ayah itu sayang sama Bintang ayah tahu yang terbaik untukmu, nanti jika sudah waktunya ayah pasti kembali, bersama lagi dengan

Bintang.... ayah gak jahat, jangan benci ayah ya..." Tutur Jejen

Bintang  mengangguk pelan, namun tangisan nya masih terdengar pilu, dadanya sesak, saat ini ia teringat kembali akan harapan terbesar nya, Bintang ingin sosok ayah selalu berada di samping Bintang.

Bintang berusaha menghapus air matanya, rasanya lebih hangat dalam dekapan Jejen, Bintang menyayangi Jejen layaknya seorang kakak, walau pertama kali ia bertemu, namun Jejen memberinya kesan indah. Ia betul-betul berterimakasih pada Jejen yang datang saat Bintang merasakan rindu yang teramat sakit.

" Udah, Bintang jangan nangis lagi, nanti ganteng nya ilang, loh... Jejen punya hadiah tauu!" Celoteh Jejen, membuat anak berusia 8 tahun itu, berdecak sebal.

"Hemm.... Iya Bintang udah gak nangis kok!" Sahut Bintang, sebal dengan bibir maju beberapa senti

Jejen menggelengkan kepala yang tak habis pikir, ia tertawa renyah melihat tingkah lucu Bintang

" Tadaa... Jejen punya coklat payung, ini semua buat Bintang!"


" Bintang suka coklat payung, soalnya dulu ayah sering beliin buat aku..." Celetuk Bintang, lalu mengambil coklat nya di tangan Jejen.

Raut wajah Bintang seketika  kembali lagi ceria, tangisan nya sudah mulai pudar, Bintang begitu terobati oleh Jejen.

" Kak makasi ya, ka Jejen baik banget..." Ucap Bintang dengan mata yang berkaca-kaca, kemudian menggenggam erat tangan Jejen

Jejen mengangguk pelan, tak lupa ia juga segera membagikan makanan kesukaan nya pada Bintang.

" Jejen punya mie gemez, Nih buat Bintang" Ucap Jejen, lalu menyodorkan 1 bungkus mie gemez nya pada Bintang

Bintang tak henti-henti mengucapkan terimakasih, ia begitu terobati dengan kehadiran nya Jejen, disaat kondisi seperti ini.

                           ....

Lembayung senja kini telah berada di akhir, cahaya senja akan tersingkirkan oleh sinar rembulan.

Perempuan itu terdiam mematung di bawah sinar lampu jalan, pandangan nya fokus pada arah sebrang jalan, namun  dalam benak pikiran nya ia terbayang akan perkataan emak 5 tahun silam, saat Ratna  pertama kali merasakan namanya jatuh cinta.

" Jangan pernah jatuh cinta, dengan lelaki yang beda kasta!"

Perkataan emak sungguh menusuk dalam lubuk hatinya,  saat ini Ratna sedang berada di zona yang sulit, bagaimana tidak, Ratna menyimpan rasa cinta dengan putra dari saudagar kaya raya.

" Maaf mak, Ratna gak bisa untuk tidak jatuh cinta dengan lelaki yang beda kasta..." Batin Ratna, dengan tatapan mata yang masih menatap sebrang jalan

" Ratna aku duluan ya!" Teriak seorang pria dari sebrang jalan

Tanpa memberi jawaban sepatah kata pun Ratna hanya mengangguk pelan dengan memberi senyum simpul miliknya. Sama pula dengan pria itu yang merespon dengan senyum singkat, dan melambai kearah Ratna. Pria itu mulai pergi menjauh dari pandangan nya.

7 Anak Hebat [TERBIT]✔️Onde histórias criam vida. Descubra agora