KACAU

13 4 0
                                    

Sudah lewat pukul dua belas malam Candra belum bisa tidur sama sekali matanya seakan sangat segar untuk melihat, karena belum bisa tidur ia memutuskan untuk melanjutkan skripsi di laptop kesayangan miliknya. Saat tengah asyik memainkan jari jemari di keyboard pintu kamarnya mendecit membuat nya merasa merinding seketika.

Candra 'pun menoleh dan mendapati seekor anak kucing berbulu abu-abu tua dan bermata hijau lucu tengah menatapnya dengan gemas, ya! Itu adalah Samsudin kucing milik jiran. Candra yang melihat kucing itu sepertinya takut masuk ke dalam kamar nya 'pun berdiri dan menggendong kucing itu ke pelukannya, lalu menaruh nya di meja belajar milik Candra.

“samsudin ngapa sih enggak ke kamar tuan mu aja?” tanya Candra asal pada Samsudin yang jelas-jelas tidak bisa bicara, “meow” Samsudin hanya mengeong saja dan itu wajar.

Candra menatap pekat kucing tersebut lalu ia langsung tersenyum dan mengelus bulu lembut milik Samsudin, “Eh meng, tahu enggak? Hari ini bang Rayan ulang tahun yang ke dua puluh satu, dan meng harus tahu kalau tadi bang Rayan pertama kalinya menangis sejak delapan belas tahu yang lalu Abang Rayan enggak pernah nangis” ucapnya seperti orang tak waras.

Candra kembali mengalihkan pandangannya ke laptop yang sudah di penuhi oleh tulisan, “suatu hari nanti Candra bakal jadi sarjana dan bakal beliin rumah kucing buat Samsudin mau enggak? Kalo mau, Samsudin harus selalu nungguin Candra ya? Tungguin sampai sukses” setelah berbicara tidak waras pada kucing ia 'pun kembali melanjutkan kegiatan menulis dengan tenang.

“bang.. ” tiba-tiba Candra di kaget kan dengan suara berat yang ternyata milik jiran, “kenapa Samsudin bisa di sana haduh.. ” ia langsung mendekati Candra dan ingin mengambil Samsudin dari meja belajar milik Candra namun di tahan oleh sang empu, “jangan di bawa, biar dia nemenin Abang... Kok kamu bangun? besok mau sekolah?” tukas Candra kepada Jiran yang masih terpaku.

Jiran menggeleng lalu duduk di lantai sambil menggendong Samsudin di tangannya, “jiran mimpi buruk bang, Jiran mimpi kalau Abang pergi dari hidup Jiran makanya Jiran mau ke kamar Abang” ungkap Jiran membuat Candra tidak bisa menahan tawanya, “siapa yang mau pergi? Rumah aja kagak ada aing penghasilan minim boro-boro mau pergi” canda nya namu Jiran malah merengek.

”ih Abang! Jiran serius ngomong! Jiran takut enggak ada pendamping ke masa depan Jiran” kata yang keluar dari mulut Jiran membuat Candra terpaku sejenak lalu melihat keluar jendela, “jiran.. Abang tahu kamu itu sebenarnya masih kaku dan polos soal hidup karena kamu masih remaja. Abang juga dulu pernah ngalamin yang namanya kesulitan memahami masa depan, dan itu lelah.. tapi enggak selamanya kamu harus di dampingi enggak selamanya orang-orang yang kamu sayangi ada di samping kamu maka dari itu kamu harus berjuang jangan menoreh hasil karena campur tangan orang lain tapi hasil sendiri pasti bangga” ucap Candra.

Jiran menunduk dan memahami apa yang Candra katakan apa yang Candra ungkapkan dari hari yang paling dalam, “belajar menghargai diri sendiri dan perjuangan yang masih dalam tahap Jiran.. ” lanjutnya dan itu membuat Jiran sumringah lalu berdiri dan pergi dari sana tanpa sepatah kata 'pun.

Gantina ngadengen, anjeun bangsat  Ngan ninggalkeun!” celotehnya tanpa habis.

*****

Embun pagi menyambut sinar fajar seorang gadis cantik dengan hijab hitam tengah membaca buku di balkon rumahnya, sambil menyeruput segelas teh hangat gadis bernama adinda itu santai membaca buku dengan hikmat dan tenang. Tok! Tok!, Suara ketukan pintu itu menyadarkan dirinya dan ia langsung bergegas membuka pintu kamar dengan perlahan.

Ceklek.. adinda tersenyum melihat eyang membawakan sebuah nampan berisi makanan dengan aroma lezat yang sangat menggiurkan, “Eyang ngapain repot-repot, biar adinda aja harusnya yang masak.. ” tuturnya dengan senyuman.

[✓] Tinta Bewarna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang