SAAT KAU TELAH MENGERTI

11 3 0
                                    

“kelak kau kan jadi orang tua nak, yang ingin anaknya bahagia dalam hidupnya”

*****

12 November 2019

Candra sedang merenung sendiri bawah pohon jambu mang Jamal sambil ngemil buahnya tentunya. Ketika sedang memakan jambu ada seorang anak kecil berlari ke arah Candra sambil membawa sebuah permen gulali, Candra yang melihat itu langsung tersenyum dan memanggil nama anak itu “eh, Ucup makan apa teh?” tanya Candra.

Ucup 'pun menoleh dan tersenyum memperlihatkan gigi nya yang bolong-bolong, “aduh! Kasep pisan euy!” ungkapnya dengan senyuman manis.

Candra 'pun berdiri dan menghampiri Ucup lalu mengelus rambut milik bocah itu, “A'a, kok kapten pilot enggak kelihatan lagi? Kemana?” tutur Ucup dengan polosnya. Candra hanya tersenyum saja lalu memegang pundak bocah tersebut, “Kapten lagi pergi jauh, jauuuh! Sekali, jadi Ucup cukup doain aja kapten cepet pulang ya..” balas Candra.

Ucap mengangguk paham lalu memakan permen di tangannya, “nanti kalau udah besar Ucup pingin juga kayak kapten, bisa keliling dunia!” katanya sambil menunjuk langit biru tepat di atas kepala. “ ya sudah, kalau Ucup sudah besar nanti jangan lupa ajak A'a ya keliling dunia bareng? Jangan lupain A'a yang sering beliin kamu cilok ini, ya?”  canda nya diiringi tawa.

“tenang! Ucup enggak bakal lupain A'a, Ucup bakal bikin A'a bangga sama Ucup!” sahutnya dengan semangat Yang di iringi harapan di dalam manik nya.

Candra yang melihat semangat Ucup teringat akan pahlawan yang baru saja gugur beberapa bulan yang lalu, luka itu masih ada dan tidak tahu hilang nya kapan seakan ombak yang menerjang seonggok karang yang tidak pernah pergi dari tempatnya.

'candra kalau mau jadi orang hebat jangan lupain orang tua... Nanti pasti suatu hari engkau akan di kenang banyak orang banyak yang sayang sama kamu, jadi kamu enggak boleh sombong ke orang tua kamu, yang pingin kamu bahagia kapanpun itu' tidak akan pernah pergi dari ingatan kata-kata sebelum pahlawan nya tumbang.

Kilas balik itu membuat Candra termenung sejenak sebelum ada yang menepuk bahunya, “abang.. ” panggil Rafa dengan pelan. Candra menoleh dan mendapati Rafa yang baru pulang dari sekolah bersama Jiran di belakangnya, “abang kenapa melamun di sini ayo masuk bentar lagi hujan” ajak nya dan di setujui oleh Candra, mereka 'pun berjalan beriringan satu sama lain.

“abang Rafa mau cerita sesuatu” sahut Rafa sambil menendang batu krikil di depannya, “cerita apa? Kenakalan Jiran lagi?” Jiran yang mendengar namanya di sebut-sebut tampak malas dengan topik ini.

“bukan, tapi tentang hari ini.. hari ini, hari ayah.. ” mendengar itu Candra terdiam sambil menatap kosong Rafa, “Rafa sedih bang, semuanya nulis surat untuk ayah mereka lalu surat itu di kasih ke ayah mereka.. sedangkan Rafa? Rafa bahkan enggak bisa ketemu lagi apa lagi ngasih surat?” ungkapnya dengan lesu.

“sama Jiran juga bang” kedua adiknya tampak sangat lesu saat mendengar kata yang berurusan dengan ayah, entah mengapa Candra juga merasakan hal yang sama saat mendengar cerita mereka berdua, “Rafa, Jiran... Kalian enggak papa kalau enggak bisa ngasih surat ke ayah, yang penting kalian mengirim doa yang terbaik.. kalau kalian enggak bisa menulis surat tentang ayah maka tulis saja surat tentang mama atau enggak Abang kalian, jangan merasa sendiri di dunia ini” jelasnya panjang lebar.

[✓] Tinta Bewarna Where stories live. Discover now