KANGEN AYAH

27 4 0
                                    

Pagi hari tiba, semua orang tengah menjalankan aktivitas sesuai keseharian masing-masing, namun yang berbeda adalah, semua anak dari pak jayaputra berkumpul di rumah dan tidak berangkat kerja ataupun sekolah, namun walau semuanya tidak bekerja, lain dengan Candra yang malahan sibuk membaca materi di kamarnya, dimana dia terus menghitung dan menghitung.

Tapi anehnya hasilnya cuman beberapa yang nyangkut sisa nya gak tahu nyangkut atau enggak, anak itu memang kebiasaan, saat tengah asyik membaca yang tidak dia pahami itu ada yang memanggilnya dari bawah, "CANDRA ADI SAPUTRA! LO SEMBUNYIIN MOOMIN GUE DI MANA!?" dengan langkah yang tergopoh-gopoh, Rayan naik ke lantai dua dan mendobrak pintu kamar Candra.

"Lo sembunyiin moomin gue di mana jawab!?" Ucapnya dengan membawa senjata andalan milik emak-emak, yaitu teflon yang biasanya ada di epep , "woy bang! Asal tuduh aja sia!" Candra sudah menyiapkan jurus Andalan nya yaitu menangkis seribu tangan.

"Lo coba tanya Jiran atau Rafa sana! Gue mana mau moomin kayak anak kecil!" Ucapnya, "gak mau, gak mau, buktinya gue jejelin permen mau aja Lo!" Celoteh Rayan tidak terima dengan omongan Candra, mereka berdua terus berdebat sampai Jiran datang membawa boneka moomin kesayangan Rayan itu, "noh moomin Lo! Makanya jangan nuduh!" Ketus nya lalu duduk lagi di meja belajar miliknya.

Rayan keluar kamar dengan perasaan lega bukan main saat moomin tercintanya akhirnya ketemu, sedang kan Candra, dia sudah tidak mood lagi untuk belajar setelah mulut nya serak akibat beradu mulut dengan Rayan tadi, dia memutuskan untuk tidur di pulau kapuk miliknya, dia menatap langit dengan mata yang lumayan sendu, saat itu kamar hanya di huni olehnya, Johan di lantai bawah sedang mengobrol dengan galih entah membahas apa.

Candra seperti orang yang sangat kesepian semenjak ayah pergi menuju langit, hidupnya hampa, tidak tahu kenapa membuatnya semakin pusing, dulu ayahnya yang selalu mendukung mereka semua, padahal ayahnya juga sedang sakit waktu itu, dan kepergian ayah membuat semuanya menjadi tertutup.

"Yah.. Candra kangen.. kata ayah mau lihat Candra sarjana.. tapi kenapa ayah milih pergi.." dia meneteskan buliran bening dari maniknya, sakit rasanya mengingat semua kenangan bersama sang pahlawan, "kalo Candra tahu lebih awal soal penyakit ayah, pasti ayah sekarang masih ada kan? Candra kangen ayah, tanpa ayah, Candra bukan apa-apa... " Ucapnya sembari menghapus jejak air mata.

"Candra kangen yah.. " lanjutnya lagi dengan suara parau.

*****

Galih dan Johan saling mengobrol satu sama lain di teras rumah, mereka begitu asyik sambil menyantap bakwan buatan sang ibunda tercinta, "eh, bang, Lo kapan balik ke maskapai?" Tanya Johan, "palingan besok, makanya gue mau menghabisi waktu gue di sini bareng kalian" ucapnya sambil menghisap satu puntung rokok, "O-uh" Johan menatap langit biru yang cerah, dia tersenyum lembut ke arah langit, seolah ada sesuatu di sana, "Lo ngelihat in apa Han?" Tanya galih.

"Bang, menurut Lo, ayah kecewa gak sama kita?" Ucapnya masih menatap langit, "ayah, gak pernah kecewa dengan kita, karena ayah juga tahu mimpi anak-anaknya, ayah enggak pernah maksa, ayah itu memiliki prinsip, kegagalan adalah kunci dari keberhasilan, inget itu, walau kita gagal, ngapain kita sedih, justru dari gagal kita belajar lebih baik lagi" ucapnya dengan sedikit panjang untuk menasihati adiknya yang satu ini.

Johan menghela nafas panjang, lalu tersenyum ke abangnya yang satu itu, "makasih bang.. " galih menatap bingung Johan yang tersenyum tulus, "untuk?" Tanyanya, "semangatnya.." galih hanya tersenyum dan menyeruput kopi yang sudah di sediakan, mereka lanjut mengobrol ria di teras rumah.

Jiran yang sedang berada di ruang tamu mendengar percakapan abangnya, jujur sebenarnya dia juga kecewa pada dirinya sendiri, dia dari yang lain hanya dia yang kurang prestasi nya, dia kecewa tidak bisa membuat bangga ayah, dia menyesal karena dia telah membuat ayahnya itu di kucilkan akibat dirinya.

[✓] Tinta Bewarna Onde histórias criam vida. Descubra agora