Bab 177 - Pintu Terkunci

1.3K 53 13
                                    

Ketukan Odette sudah berlangsung beberapa menit.

Bastian memejamkan matanya sambil berpegangan pada kenop pintu yang memanas karena suhu tubuhnya.  Wanita keras kepala dan bodoh itu terus menggedor pintu hingga tubuhnya roboh.  Setiap kali mendengar suara putus asa memanggil namanya, Bastian hanya ingin kembali ke dalam mimpi buruk.  Sepertinya bukan ide yang buruk untuk menjadi gila seperti ini.

“Jika kamu tidak mau membukanya, aku akan membukanya!”

Suara marah Odette terdengar tajam.  Tak lama kemudian ketukan di pintu berhenti, dan terdengar langkah kaki berbalik.

“Kamu tidak bisa membukanya, Odette.”

Bastian melepaskan kenop pintu sambil tersenyum miring.  Butir-butir keringat terbentuk di pangkal hidung dan ujung daguku dan jatuh ke bagian atas kakiku yang berada di lantai.

Bastian berbalik dan duduk di tempat seolah dia pingsan.  Saat aku bersandar di pintu yang terkunci, desahan mencela diri sendiri keluar dari diriku.

Gejala yang tadinya membaik berangsur-angsur menjadi lebih buruk.  Mungkin karena berkurangnya jumlah obat tidur yang diminum.

“Aku akan mengambil kuncinya!”

Odette yang kehabisan nafas berteriak dengan suara penuh amarah.

“Aku sudah mengunci kaitnya, jadi jangan buang waktumu.”

“Kenapa kamu melakukan ini, Bastian?”

“Silakan kembali!”

Bastian mengunyah dan melontarkan perintah itu seperti raungan dan menyeka wajahnya yang basah oleh keringat dingin.

Bulan putih di langit yang cerah berawan menyinari tempat tidur dan tali berlumuran darah diseret di depan jendela.  Selimut yang kubeli bersama Odette kusut dan terlempar ke lantai.

"Besar.  “Jika saya tidak bisa membukanya, saya bisa menghancurkannya.”

Odette yang sempat terdiam beberapa saat melontarkan ancaman konyol.  Tawa pecah dari sela-sela bibir Bastian yang kering.

“Kamu cukup.”

“Saya akan melakukan apa yang Anda ajarkan kepada saya!”

Berbeda dengan nada tegasnya, suaranya terdengar encer.  Tanganku sudah tidak kuat lagi untuk mengetuk pintu itu lagi.

“Tunjukkan padaku wajahmu sebentar.  “Aku akan kembali setelah aku memastikan semuanya baik-baik saja.”

“Odette, tolong…”  …  .”

Permohonan yang belum selesai tersebar ke ruang gelap.

Bahkan ketika aku mengunci pintu, membalikkan badan, dan memejamkan mata, aku masih bisa melihat Odette.  Mata biru kehijauan berlinang air mata merah.  Air mata jernih yang tidak bisa mengalir dan bibir yang bergetar.  Wajah yang hidup tanpa tahu cara menangis, membuatnya semakin sedih dan cantik.

Odette, Odette sayangku.

Bastian membuka mata merahnya dan menoleh ke belakang.  Odette masih menangis dan menggedor-gedor pintu.

Bastian kini sepertinya tahu kalau dia telah menguasai kelemahan baru wanita itu.  Senjata terhebat dengan kendali penuh.  Itu adalah dirinya sendiri.

Bastian menatap luka berdarah itu dengan mata penuh harapan putus asa.

Dia adalah seorang wanita yang tidak tega mengabaikan hal-hal buruk.  Bastian lebih tahu dari siapa pun bagaimana cara menahan Odette.  Yang harus kulakukan hanyalah membuka pintu ini dan mengungkapkan kekacauan yang menyedihkan ini.

Part 2 [END]Where stories live. Discover now