17

2.1K 168 16
                                    

Benang itu mengikat mereka

dua manusia yang berbeda jenis

menyatukan mereka dalam takdir dengan akhir yang pasti

mereka tidak bisa mengelak ataupun menolaknya

karena akhir yang menyedihkan

selalu didapatkan oleh manusia-manusia yang menolak takdirnya.

Katanya setiap insan di dunia ini memiliki sebuah benang yang mengikat takdirnya masing-masing, takdir itu mencakup harta, cinta, dan kematian. Namun, disemua benang takdir itu, benang yang paling terkenal adalah benang merah.

Sebuah benang takdir berwarna merah yang mengikat satu manusia dengan manusia lainnya untuk berbagi cinta yang sama. Tapi meski seperti itu, apakah setiap insan didunia ini memang 'layak' untuk mendapatkan benang merahnya? mendapatkan cintanya?

Mereka manusia, selalu menilai manusia lainnya dengan putih dan hitam, jahat dan baik. Sebatas itu dan sedangkal itu. Mereka, memasangkan sesamanya semaunya. Yang putih dengan yang putih, yang baik dengan yang baik, yang hitam dengan yang hitam, dan yang jahat dengan yang jahat.

Mereka berkata dengan angkuhnya, ketidak sesuaian dalam susunan itu adalah sebuah karma yang harus ditanggungn atas dosa-dosa dimasa lalu. Tapi, mereka lupa, merekapun bagian dari manusia-manusia itu yang suatu saat akan mendapatkan karma yang mereka sebut-sebut itu.

Dan, jika memang karma yang disebut-sebut itu memang ada dan mengikat manusia-manusia itu, maka semua yang telah dilalui oleh Alessia pantas disebut karma. Apalagi jika karma itu memang dapat diturunkan, karena Alessia adalah seorang anak perempuan yang terlahir dari dua manusia yang mati mengenaskan karena cinta.

Maka dari itu, bentuk karma yang dilaluinya adalah seorang suami yang tidak mencintainya dan  kehidupan berulang yang menyakitkan. jika memang begitu, sedikit demi sedkit Alessia harus mulai bisa menerimanya.

Menerima jika Alessia memang layak mendapatkan takdir menyedihkan itu, dan menanggung karma yang bukan miliknya. Termasuk rasa sakit yang kini dirasakannya.

Nafas Alessia memburu, Rasa sakit luar biasa menyerang tepat di jantungnya, tangan tak kasat mata seolah meremasnya dengan kuat. Didalam rasa sakit itu, emosi- emosi yang telah disimpannya rapat-rapat meluap seketika. Alessia kembali menangis, persis seperti anak kecil.

Hanya saja kali ini, Alessia tidak menangis sendirian, dia bersama seseorang. Seorang lelaki asing yang tidak dikenalnya sama sekali, seorang lelaki asing berparas rupawan dengan mata emasnya, seorang lelaki asing yang seharusnya dihindari setengah mati oleh Alessia. Tapi, lelaki asing itu memeluknya dengan erat, sangat erat, dan Alessia merasa aman didalam dekapannya.

Sangat konyol, tapi nyata.

Alessia dalam ketidak sadarannya semakin merapatkan diri dalam dekapan lelaki asing itu. Disatu sisi Alessia merasa ada yang salah, tapi disisi lain, Alessia tidak bisa menyangkal rasa aman dan nyaman yang mulai menelusup dihatinya.

Dan, dengan segala kebodohannya, Alessia lebih mempercayai rasa aman dan nyaman itu, meski rasa itu hanya kesemuan semata.

Alessia memang sering dipeluk atau pun memeluk orang lain, hanya saja hanya ada sedikit orang yang mengantarkan rasa aman dalam pelukannya. Ah, atau mungkin Alessia tidak pernah merasakannya sama sekali?

Sepertinya memang begitu.

Lambat laut nafas Alessia mulai teratur, dan Alessia secara perlahan mulai kembali mendapatkan akal pikirannya.

Echoes: Dancing with DeathWhere stories live. Discover now