[24]

242 33 2
                                    

"Udah hampir selesai, Kak?" Adis bertanya setelah hampir satu jam ia terdiam memperhatikan Rafdi yang sibuk dengan laptopnya. Adis benar-benar tak melakukan apapun, ia hanya diam mendengarkan musik yang diputar oleh Rafdi sambil sesekali ia meminjam ponsel Rafdi dan melihat-lihat isi ponsel lelaki itu yang ternyata sangat membosankan.

"Dikit lagi. Kenapa?" Balas Rafdi tanpa menatapnya.

"Udah sore." Seru Adis. "Kayaknya aku harus cepet pulang."

"Oh ya, bentar ya, ini nanggung."

"Kalau Kakak sibuk, aku pulang sendiri aja, ya." Saran Adis yang langsung ditolak Rafdi.

"Nggak. Aku antar."

Adis pun mendengus. Jujur, ia memang senang saat Rafdi begitu perhatian padanya, tapi tetap saja kadang ia kesal jika Rafdi mulai melarangnya untuk melakukan apapun yang ia ingin lakukan.

"Ini udah jam empat lebih, Kak. Aku pesan ojeg online aja, ya."

"Ini dikit lagi, Adisa.." Rafdi menoleh dan menatap Adis dengan wajah serius. "Sabar, sayang."

"Aku bukannya nggak sabar, tapi kan nggak enak kalau aku kelamaan di sini. Tadi Kakak juga janji mau anter aku pulang jam empat."

Rafdi diam. Lelaki itu masih tetap fokus pada layar laptop di depannya.

"Kakak ih." Seru Adis kesal sambil menarik bulu pada lengan Rafdi yang cukup panjang. Lelaki itu pun langsung memekik, "Adisa!"

"Aku nggak minta anter Kakak, loh. Aku bisa pulang sendiri."

"Ya terus gunanya aku apa, dong?"

Adis mendengus. Ia tak menyangka bahwa Rafdi ingin disamakan dengan seorang tukang ojeg. Ia mengerti jika lelaki itu ingin terus bisa diandalkan olehnya, namun Adis bukan juga tipe perempuan yang akan menggantungkan hidup sepenuhnya pada orang lain. Selama satu bulan lebih mereka bersama, permasalahan inilah yang sering dirasakan oleh Adis. Sayangnya, ia selalu kalah dari Rafdi.

"Ya udah." Adis pun bangkit dari duduknya. Reaksinya pun langsung disambut heboh oleh Rafdi, "Eh, mau kemana?"

"Aku nunggu Kakak sambil beres-beres aja." Adis memang baru ingat bahwa peralatan yang mereka pakai untuk masak tadi belum dicuci.

"Nggak usah, sayang."

"Cuman nyuci piring aja, Kak."

"Iya, itu nanti sama aku aja."

Adis pun menatap Rafdi tak suka. Lama-lama ia jengkel juga karena tak diperbolehkan melakukan apapun. Apa rasanya memiliki pacar memang seperti ini?

"Terus aku ngapain dong?" Kesal Adis. "Kak, masa aku-" belum sempat Adis mengeluarkan unek-uneknya, tiba-tiba ada suara mobil di depan rumah kontrakkan Rafdi. Lelaki itu pun langsung menoleh ke arah jendela dan menghela napas saat tahu mobil siapa yang parkir di sebelah mobilnya.

"Siapa, Kak?" Tanya Adis ikut penasaran. Melihat raut wajah serius Rafdi, mendadak Adis ikut merasakan hal tak enak.

"Assalamualaikum Abang.. lagi di rumah?" Suara seorang wanita paruh baya terdengar dari arah luar.

"Waalaikumsalam, iya, Ma.." Rafdi bangkit dan berjalan ke arah ruang tamu yang memang pintu depannya tidak ditutup.

Adis pun mengikuti Rafdi berjalan ke arah ruang tamu dan ia mendapati seorang wanita paruh baya yang tampak cantik dan elegan. Wanita itu menatapnya penasaran. "Lagi ada tamu?"

"Hm, iya." Balas Rafdi sambil menarik Adis untuk berdiri di sampingnya. "Kenalin, ini Mamaku, Dis."

Adis tersenyum kikuk lalu menyalami wanita itu. "Salam kenal, Bu, saya Adis."

Flawsome | Seri Self Healing✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang