CHAPTER 1 : GADIS KU ASMARA

382 7 0
                                    


DENGAN SEGALA KERENDAHAN HATI AUTHOR MOHON MAAF APABILA ADA KESAMAAN NAMA, TOKOH, TEMPAT, LATAR MAUPUN ALUR. SAYA SAMA SEKALI TIDAK MEMPLAGIAT SIAPAPUN KARENA INI MURNI HASIL PEMIKIRAN DAN IMAJINASI SAYA.

SELAMAT MEMBACA ❤️❤️

...o0o...


Senyuman terlukis di wajah ku kala melihat sosok yang aku damba terjamah oleh pandang mata. Seorang gadis cantik, berambut sepinggang dan bermata menarik, telah keluar dari bilik kenyamanan demi menemui diriku.

Sayang sekali, tak ada senyuman di wajah cantik itu. Aku rasa di masih setengah hati menerima perjodohan ini, tapi tak masalah. Setelah pernikahan kami nanti, aku bersumpah akan berusaha sekuat tenaga mengukir senyuman di wajah yang aku puja itu.

Setelah usaha ku bulan ini membuahkan hasil, dapat ku duga. Tak semudah itu menaklukkan hati Tuan Wibisana untuk mempersunting putri tunggalnya yang amat jelita, namun aku sudah mempersiapkan jawaban dari jauh-jauh hari.

Bermodalkan kemapanan dan garis keturunan ku dari seseorang yang berteman dekat dengan Tuan Wibisana. Sehingga dia percaya untuk menitipkan putri nya padaku, sebab aku adalah putra dari almarhum teman dekatnya sendiri. Mengingat dulu keduanya memang pernah berencana menjodohkan aku dan gadis itu, maka hari ini aku datang untuk menagih kesepakatan masa lalu.

"Asmara... ucapkan salam pada calon suami mu," titah Tuan Wibisana pada putri cantik nya.

Terlihat gadis itu melirik sekilas ke arahku. Aku pun menatap gadis itu dengan senyuman cerah, tapi dia menunduk lagi sembari memilin ujung gaun jingga yang dia kenakan. Oh, lugunya dia.

"Assalamualaikum," ucap Asmara dengan suara pelan, namun mendayu begitu lembut.

"Walaikumssalam," jawabku tak kalah lembut.

Ku lihat kedua orang tuanya Asmara tersenyum puas mendengar kami saling bertukar sapa.

"Pernikahan kalian akan di laksanakan Minggu depan, bagaimana menurutmu Asmara?" kata Tuan Wibisana pula.

Terlihat Asmara menarik nafas panjang, kemudian dia hembuskan dengan berat hati. Asmara menatap ayahnya dengan binar mata pasrah dan lemah. "Terserah ayah, Mara ikut saja."

Lega rasanya hatiku mendengar kalimat Asmara barusan, walaupun tersirat kepasrahan dan keterpaksaan. Tak mengapa, aku berjanji Mara. Kamu tidak akan menyesal menikah dengan ku, karena aku akan membahagiakan mu. Aku bersumpah untuk itu.

"Saya akan mempersiapkan segala sesuatunya, Yah. Ayah, Bunda dan Asmara terima beres saja," ucapku pula.

Kedua orang tuanya Mara mengangguk paham. Berbeda dengan Asmara yang masih tertunduk lesu enggan menatapku, tapi tak lama kemudian dia kembali harus berserah diri, sebab Ayah dan Bunda menyuruhnya untuk berkenalan dengan ku. Mereka berdua meninggalkan kami di teras depan rumah dengan kecanggungan dan kesunyian.

Aku berdeham untuk memecah keheningan. "Mara, kita di suruh apa ya tadi?" pancingku.

"Berkenalan," jawab Mara singkat sambil melirikku malu-malu.

"Ah, iya... berkenalan. Perkenalkan, Mara. Namaku Azam Zafari," ucapku sembari menyodorkan tangan dan tersenyum ramah pada Asmara.

Dia mengangkat pandangan nya menatap wajah ku, kemudian tersenyum miring. Terlihat ekspresi tengil di wajahnya, tapi tidak menyebalkan. Malah terlihat menggemaskan. Asmara membalas uluran tangan ku.

Terasa begitu lembut sentuhan tangannya, bak helaian sutra membelai halus kulit ku.

"Asmara Wibisana," ucap gadis itu.

98's 2: AZAM UNTUK ASMARA {END} ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang