20. Yang nathan rasakan

Start from the beginning
                                    

Elia : tikung aja sih

Gibran : boleh?

Elia : sinting :((

Gibran : gue doain putus aja si

Elia : gue lapor nisa ya

read



Elia melempar hpnya di kasur, lalu menghela napas jengah. Kayak dia tahu kalo Nathan kali ini pasti akan marah padanya.




🌅🌅🌅



Elia masuk ke dalam kelas dengan wajah ditekuk, melihat sekitar dan tidak juga menemukan Nathan di bangkunya. Membuat Nisa yang berada di samping jadi memandang penasaran.

"Heh. Lo kenapa?" 

  Elia menggeleng. "Lo liat Nathan nggak?"

"Lah, lo tanya gue? Gue aja baru sampe."

Elia melipat tangannya di atas meja lalu menelungkupkan wajahnya di sana. "Nathan marah lagi."

Nisa mendelik, perasaan baru kemarin baikan. "Udah biasa juga kan."

 "Tapi kali ini beda." keluh Elia. "Gue yang salah banget emang."

"Apasih? kenapa?" 

Elia mengubah posisinya lalu menghela napas berat. "Kemarin Nathan lomba, terus ayah call Nathan minta buat anter gue pulang. Padahal gue udah chat ayah juga buat pulang bareng Dede, pas Gibran chat gue karena Nathan nggak angkat call dia gue langsung rebut kunci motor Nathan terus ke sekolah Galaksi. Maksud gue tuh biar dia ikut lomba dulu gitu loh." 

Nisa membuka mulutnya lebar-lebar, "Gibran chat lo?" 

Elia jadi memutar bola matanya malas, pengen fokus dulu sama masalah dia. "Ca.." 

Nisa malah nyengir tanpa dosa. "Iya-iya lanjut." titahnya.

"Terus Nathan pulang seudah lomba tanpa gue, karena gue emang udah bilang kalo mau balik bareng Aska. Ayah juga nggak ngomong apa-apa sama gue dan cuma bilang iya aja." katanya.

"Nah gue tuh nggak tau kalo Nathan mau balik ke rumah gue dulu, terus ayah marah sama Nathan karena pulang sendiri. Mungkin maksud ayah tuh kalo Nathan pulang ke rumah gue dulu kenapa nggak sama gue kali ya." 

Nisa menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ayah lo keterlaluan sih, iya tau dia sayang banget ke lo. Tapi kaya lupa gitu Nathan juga punya urusan dan kepentingan."

"Emang, dan kalo gue bahas tuh ayah selalu bilang. Nathan yang janji." balas Elia pasrah. "Akhirnya Nathan marahnya ke gue." 

"Harusnya dia nggak marah sama lo juga sih, dia nggak bilang." 

Elia kembali menelungkupkan wajahnya, "Tetep gue salah." 

Nisa mengangguk, tidak munafik karena memang iya kalau Elia juga salah. "Lo kayanya harus ngomong sih ini, sama ayah lo." 

"Hm." Elia mengerucutkan bibirnya melas. "Cuma masalahnya gue nggak ketemu ayah dari kemarin."

"Lo tuh hidup berasa sebatang kara anjir." Nisa terkekeh memikirkan kehidupan Elia.

Elia hanya terkekeh meratapi nasibnya yang seperti ini, sampai suara Pak Asep yang baru saja tiba berhasil mengusik lamunannya. Bahkan Nathan masih belum masuk ke dalam kelas sekalipun pelajaran sudah dimulai.

Swastamita di Cakrawala ( On Going )Where stories live. Discover now