Begitu tawanya usai. Kepalanya berputar, menghadap deretan foto seorang gadis berambut pendek yang tampak ceria.

"Kita liat, sejauh mana lo bakal bertahan, Keana Madeline?!" Gumamnya, dengan seringai yang tercetak kian jelas.



***


Hari berlalu cepat. Seperti yang Keana sampaikan pagi tadi, ia sudah kembali tepat sebelum makan malam, tentu saja bersama Virgo yang seharian ini membawanya menuju beberapa tempat yang ingin Keana kunjungi.

Keana mengangsurkan helm yang dikenakannya pada si empunya. "Makasih ya Bang," ucapnya, tersenyum manis.

Virgo hanya berdeham kecil. Dari dulu sifatnya memang seperti itu, dan Keana yakin alasan kenapa Virgo rela membuang waktu dengannya hanya karena paksaan dari orang tuanya maupun Raven.

"Kalo gitu gue masuk dulu ya,"

"Tunggu."

Langkah Keana seketika terhenti. Kedua alisnya tampak menyatu saat Virgo hanya fokus pada dirinya.

"Kenapa?"

Virgo berdeham lirih. Bola matanya sendiri sempat bergeser ke objek lain, sebelum dipaksa untuk kembali terpaku pada wajah cantik Keana yang menatapnya bingung.

"Sorry kalo gue lancang, tapi tadi pagi gue nggak sengaja denger obrolan bang Raven sama Tante Kanaya."

Keana mengerjap mata. "Obrolan?"

"Obrolan yang mana?" Imbuhnya, setelah menjeda suaranya sesaat.

"Apa bener lo minta ke Bang Raven buat ngirim lo ke tempat yang jauh?"

Keana tertegun, dengan mata membulat lebar. Rupanya Raven benar-benar mempertimbangkan keinginannya. Meski sedikit risih karena Virgo yang merupakan anggota Erector mengetahui keinginannya, namun Keana tetap memaksakan diri untuk tersenyum lalu mengangguk.

"Kenapa?"

Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Virgo, dan sekali lagi membungkam Keana untuk sesaat.

"Apa karena perlakuan Erector selama ini?" Virgo bertanya lagi.

Keana lekas menggeleng. "Nggak kok!" Kilahnya, setengah berbohong.

"Terus?"

"Ya ... gue cuma pengin belajar buat berubah aja," tutur Keana, suaranya terdengar seperti bisikan.

"Emang kalo pengin berubah lo harus pergi jauh, ninggalin keluarga lo?"

Mulut Keana seketika terkunci. Padahal Virgo tidak memberi penekan pada kalimatnya, wajahnya juga biasa saja. Tapi kelembutan itu seakan menamparnya. Jelas sekali jika saat ini Virgo tidak berniat untuk menghardik pemikirannya, namun laki-laki itu hanya ingin menyadarkan Keana akan konsekuensi dari keputusannya. Meski Virgo tak menyampaikannya secara langsung.

Keana menarik seringainya, tepat di depan Virgo yang menatapnya lekat. "Maksud Bang Virgo ngomong kaya gini tuh apa ya?" Sinisnya dengan tangan terlipat angkuh.

"Gue cuma nggak mau lo jauh dari keluarga lo, karena lo masih terlalu kecil buat hidup sendiri, Keana."

Sekali lagi pernyataan Virgo membungkamnya. Selama bertahun-tahun mengenal Virgo, Keana tau jika Virgo adalah anak tunggal. Pekerjaan orang tuanya juga yang memaksa Virgo untuk tinggal seorang diri di apartemen.

Pasti banyak hal yang harus Virgo selesaikan dengan tangannya sendiri. Mungkin karena hal itu juga Virgo berusaha menghalangi niat Keana untuk menghilang sejenak. Meski di kehidupan sebelumnya mereka tidak pernah terlibat pembicaraan panjang, tapi Keana tau jika Virgo adalah laki-laki yang sangat baik.

Di matanya, Virgo adalah pion utama dalam Erector. Selain mengatur strategi saat Erector turun ke jalan, Virgo juga bertugas untuk mengamankan setiap anggota Erector yang bermasalah. Sikap dingin Virgo juga akan luluh di waktu-waktu tertentu.

Lama menautkan alis, perlahan kebingungan Keana berubah menjadi tawa sarkatis. Sayangnya kali ini pun Virgo tak banyak berkomentar. Ia seolah sengaja membiarkan Keana menatapnya dengan tatapan merendahkan, juga seringai angkuh yang menghiasi wajah dinginnya.

"Kenapa baru sekarang lo menunjukkan posisi lo sebagai panglima Erector. Selama ini lo kemana aja?"

"Dimana lo waktu anggota Erector yang lain meragukan perkataan gue?"

"Dimana lo waktu Kael dan yang lain merendahkan harga diri gue di depan orang lain?"

Keana menyeka sudut bibirnya yang terasa kaku, sebelum kembali memamerkan tatapan mencibir.

"Aneh ya, bisa-bisanya lo bersikap kaya gini. Apa lo pikir gue bakal luluh, hanya karena lo mau nemenin gue hari ini?"

"Mimpi lo ya?!" Cerca Keana beruntun.

Virgo tak lantas merespon. Di detik ketiga dia kedapatan menghembuskan nafas panjang, sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya.

"Lo bener, gue nggak pantas bersikap kaya gini."

"Akhirnya lo sadar juga!"

Bukannya marah, Virgo justru memamerkan sebuah senyum. Bahkan garis yang ia lukis berdampak pada lengkungan bulan sabit di kedua matanya. Untuk beberapa waktu Keana seakan di bius. Padahal dulu Virgo tak pernah tersenyum, entah padanya maupun anggota Erector yang lain. Seolah Virgo hanyut dengan dunia dan isi kepalanya sendiri.

"Gue kenal lo bukan cuma setahun dua tahun Kea, dan gue tau lo nggak salah. Dan alasan kenapa gue diam, karena gue tau lo cewek terkuat yang pernah gue temui. Lo juga mandiri, lo nggak bakal mau di bantu, kalo bukan sama Morgan."

Hati Keana seakan di remas. Kenapa senyum Virgo seakan mengusiknya. Padahal dulu keduanya tak pernah bersinggungan, lantas kenapa ia merasa seperti telah menyakiti laki-laki di depannya.

"Tapi karena sekarang lo mempertanyakan sikap gue, jadi mulai sekarang gue bakal selalu ada buat lo. Dan kalo lo mau, gue rela kok keluar dari Erector."

Tanpa sadar Keana dibuat menelan ludah. Perkataan lembut Virgo sukses membuat bulu kuduknya meremang, belum lagi senyum manisnya yang enggan untuk pergi.

"Tujuan lo apa sih, anjir?!" Sentak Keana akhirnya.

Senyum Virgo seketika lenyap. Ia sempat menatap Keana dengan tatapan yang sulit di artikan, hingga membuat keduanya hanya beradu pandangan.

"Kea,"

Karena tak mendapat tanggapan, Virgo mulai menyalakan mesin motornya. Helm yang sebelumnya Keana serahkan dikalungkan pada lengannya. Kaca helm-nya turut ia turunkan, bertepatan dengan pandangannya yang ia buang ke arah jalanan di depannya.

"Gue pernah kehilangan orang yang gue sayang, gara-gara gue nggak percaya sama perkataan dia. Dan gue nggak mau bersikap bodoh dan kehilangan orang-orang terdekat gue lagi, Keana!"

Tepat setelah mengatakan itu, motor Virgo melaju cepat, meninggalkan Keana yang masih mematung di tempat. Pernyataan ambigu Virgo tak hanya membuat bibirnya kelu, tapi kepalanya seakan buntu untuk sesaat.

"Apa mungkin tuh orang kesambet dedemit, gara-gara deket sama gue ya?"

***

Ayo tebak alurnya

Kira-kira bakal gimana nih endingnya

Belum ketauan ya?
Sabar aja, kan baru mulai(⁠ノ⁠`⁠Д⁠´⁠)⁠ノ⁠彡⁠┻⁠━⁠┻

Btw masih baru nih, makanya rajin up. Jadi kalo kalian penasaran sama kelanjutan ceritanya, silakan tinggalkan jejak dengan vote dan komen.

See you next part...

SECOND CHANCE (END)Där berättelser lever. Upptäck nu