Alis Haechan bertaut mendengar cerita pria itu. “Maksudmu?”

“Sejak kecil, dia selalu memiliki senyum yang indah, sikap yang hangat dan periang, meski dia terlihat baik-baik saja, tapi selalu ada perasaan ingin melindunginya. Saat itulah aku melihat dia dulu, sampai sekarang.”

“Kalian sudah mengenal sejak lama?”

“Kedua orang tua kami bersahabat, kami sering bertemu sejak kecil. Aku sudah dekat, sudah menjadi kakak baginya sebelum kami saling jatuh cinta.”

Haechan mengangguk paham, dia melirik ke arah wajah Mark yang tersenyum saat bercerita tentang Jaemin seperti sedang jatuh cinta.

“Jadi seperti ini patah hati.” Gumam Mark dengan helaan nafas berat, dia menyandarkan tubuhnya pada kursi kerja dengan kepala mendongak menatap langit-langit ruangan kerjanya, matanya berkaca-kaca lagi mengingat foto Jaemin.


📻📻📻


“Enak?” Tanya Jeno menatap suaminya yang baru saja mencicipi es krim miliknya. Sebuah anggukan kepala ja dapat sebagai jawaban membuat Jeno tersenyum.

“Kenapa lama sekali penerbangannya?” Gerutu Jeno.

Keduanya kini berada di depan bandara, menunggu keberangkatan untuk kembali ke Korea sembari menikmati es krim. Sementara yang di ajak bicara tampak abai, sibuk menikmati es krimnya sendiri.

Setelah menikmati es krim, keduanya pun masuk ke dalam bandara, sembari menunggu mereka memutuskan jalan-jalan dulu.

Kebisingan mengisi bandara, setidaknya dua puluh mobil baru saja tiba di bandara dengan puluhan pria berjas hitam berhamburan keluar dari mobil yang baru saja tiba.

Dan Jeno termasuk salah satu yang dengan cepat menangkap keributan itu. Dia menoleh ke arah sumber keributan dan matanya membulat melihat segerombolan orang tengah berusaha masuk ke dalam bandara.

Jeno dengan cepat menarik lengan Jaemin untuk ke toilet membuat Jaemin sempat tersentak.

“Jeno, ada apa?” Tanya Jaemin panik, namun suaminya tak menjawab.

Dia hanya diam dan menurut saat keduanya masuk pada salah satu bilik toilet. Jeno langsung membuka jaket yang ia pakai dan mengenakannya ke sang suami, lalu memakaikan Jaemin masker.

“Jeno kenapa?” Tanya Jaemin panik.

Tengkuk pria itu meremang saat irisnya bertemu dengan sang suami, melihat bagaimana tajamnya tatapan Jeno padanya.

“Jadi Jepang hanya alasan kan?” Tanya Jeno dingin membuat Jaemin membulatkan matanya.

“Alasan apa?” Tanya Jaemin.

“Di luar sedang ramai sekarang, aku yakin pasti orang-orang dari Ayahmu mencium kedatangan kita ke sini. Ada permainan di belakangku?” Tanya Jeno, kakinya maju selangkah demi selangkah membuat Jaemin mundur hingga membentur kloset dan ia sontak terduduk di atas kloset dengan wajah pucat.

“Ti-tidak Jeno. Sungguh aku ingin makan takoyaki di Jepang.” Jawab Jaemin cepat.

“Jeno, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud begitu.” Isak Jaemin. Sudah tak peduli jika suaminya sudah menatapnya dengan wajah marah yang sangat kentara.

“Lalu, kenapa mereka bisa berada di sini? Aku tahu itu kelompok ayahmu!”

“Aku tidak tahu. Aku tidak tahu. Aku tidak tahu!” Jaemin terus mengulang jawaban yang sama dengan kepala menggeleng, kedua tangannya juga menggenggam jemari Jeno erat.

Jeno menarik lengan Jaemin dengan kasar hingga pria itu sontak berdiri. Tatapan tajam ke arah suami mungil tak pernah luntur, sementara Jaemin terus terisak memandangi suaminya dengan wajah ketakutan.

98,7FM [NOMIN]✓Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon