29 : Diskusi dan kembali

102 9 1
                                    

Bau apa? Bau bau mendekati ending












Celine menoleh kearah ruangan dipinggir barista yang nampak tiga remaja SMA sedang saling memandang serius satu salam lain lalu perempuan berumur dua puluh tahun itu menoleh pada kakaknya yang tengah menyeduh kopi.

"Bang," panggil Celine.

"Hm?" Sahut Dion mengangkat kepalanya menatap sang adik lalu menuangkan kopinya kedalam gelas.

"Itu tiga bocah lagi ngapain diruangan lo?"

Dion meletakkan gelasnya lalu menoleh, "gak usah kepo urusan orang lain."

Celine memutar bola matanya, selalu saja begitu padahal Celine hanya ingin tahu.

"Nih anterin ke cowok yang pake baju biru," titah Dion meletakkan segelas kopi diatas nampan.

"Gue kesini mau belajar bukan malah jadi karyawan lo! Mana sistemnya romusa lagi," dengus Celine kesal tapi tetap membawa nampan berisi segelas kopi itu.

Dion terkekeh melihat cewek berambut bondol itu cemberut, semakin nampak wajah lucu menggemaskannya. Siapa suruh belajar diwarung kopi, karena yang ada malah jadi babunya Dion.



















Ruangan dua kali dua meter persegi dengan di desain kedap suara ini adalah ruangan pribadi Dion di kedai kopi ini. Yap kedai kopi sebenarnya bukan warung, dan soal merek kopi yang sering Sam dan Nusa sebutkan itu hanya candaan karena Dion sendiri menyukai itu.

Dion lebih suka menyebutkan tempat ini warung kopi daripada kedai, karena baginya ada perasaan istimewa tersendiri ketika menyebutnya sebagai warung.

Kembali pada tiga anak laki-laki yang tengah duduk serius diruangan Dion ini.

Sastra menoleh pada pintu dan tak lama cowok itu bangkit lalu segera menutup pintunya dengan rapat.

"Langsung ke inti aja, apa yang lo maksud tadi siang?" ucap Sastra dengan serius namun begitu tenang.

Sam dan Nusa saling menatap satu sama lain. Mereka membahas banyak hal dibelakang Sastra namun untuk beberapa hal ternyata Nusa menyembunyikan sesuatu.

Nusa meneguk ludahnya, "sebelum itu, gue pengen tau dulu semua cerita tentang kakak lo. Karena mungkin aja apa yang gue omongin bisa jadi solusi atau sekedar asumsi."

Sastra mengerutkan keningnya, "maksud lo? Semuanya omong kosong?" tanya Sastra tak terima.

Sam menghela nafasnya panjang, "udah deh, Sas. Jangan mulai lagi, kita disini tuh ada di pihak Lo, mau dukung lo. Jangan bikin gue pengen nonjok lagi!"

Nusa melirik Sam tajam lalu matanya menoleh pada Sastra, "dengerin gue, Sas. Sepintar apapun lo, sebisa apapun lo nyelesaikan semuanya tapi bagi gue lo itu sama kayak gue. Cuma sekedar remaja biasa."

Sastra menurunkan raut wajahnya menatap Nusa, "gue gak yakin, Nus." Dari ucapan tersebut terrdengar nada putus asa.

Nusa memahami itu kemudian mengangguk, "maka dari itu, gue mohon sekarang lo dengerin dan terima dukungan dari gue sama Sam. Kita berdua emang lebih banyak kurangnya daripada lo, tapi asal lo tau. Kita rela mempertaruhkan dunia demi lo."

Sastra tertegun begitupun Sam. Keduanya terdiam sejenak.

Sam mungkin bisa saja nyeletuk tapi kali ini hatinya ikut tersentuh. Sam mengangguk yakin, "lo itu temen gue, temen baik gue, Sas."

Sastra membasahi bibirnya yang kelu, "gue bakalan ceritain gimana semuanya bermulai."






















You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 29, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Theory of The Trio [On Going]Where stories live. Discover now