Lima Puluh Satu

35 8 1
                                    

Hari Minggu pukul sembilan pagi Ken dan Cindy sudah duduk di sebuah kursi panjang tepat di depan ruang dokter orthopedi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari Minggu pukul sembilan pagi Ken dan Cindy sudah duduk di sebuah kursi panjang tepat di depan ruang dokter orthopedi. Saat nama Cindy dipanggil, gadis itu segera berdiri. Dia mengambil sesuatu dari dalam slingbagnya.

"Nih," ucap Cindy menyerahkan sebuah novel pada Ken.

"Hah? Lo bawa buku?" Ken menyambut novel dari tangan Cindy dengan raut heran.

"Itu novel. Biar lo nggak bosen kalau nunggu gue sendirian," sahut Cindy sebelum pergi menuju ruangan dokter.

Ken membaca satu kata yang tercetak besar pada bagian sampul dari novel tersebut, BUMI.

Ken membuka halaman pertama, tertulis nama lengkap Cindy dan sebuah tanggal yang Ken duga adalah tanggal saat Cindy membeli buku itu. Tepat dibawah tanggal ada sebuah paraf kecil yang sepertinya merupakan paraf dari Cindy. Lucu. Bahkan Ken merasa gemas pada cara Cindy memberi tanda kepemilikan di novelnya.

Ken baru menyadari kalau novel yang dia pegang merupakan cerita fiksi ilmiah bergenre fantasi saat membaca ringkasan di bagian belakang sampulnya. Ken sebenarnya tidak suka membaca, tapi karena novel ini ditawarkan oleh Cindy, Ken mendadak jadi tertarik untuk membacanya.

Efek keberadaan Cindy memang tidak main-main. Gadis itu selalu berhasil menambah warna baru dalam hidup Ken. Mengubah hal yang tidak Ken suka menjadi menarik dalam waktu singkat.

Ken mulai membaca kalimat demi kalimat. Lembar demi lembar dilewati dengan serius. Hingga Ken hanyut dalam cerita fiksi di novel itu. Bahkan dia tidak sadar saat Cindy telah keluar dari ruangan dokter dan berdiri di hadapannya karena terlalu fokus membaca.

"Ken." Panggilan Cindy akhirnya menyadarkan Ken.

"Hah? Oh, bentar, ini tanggung banget." Hanya sedetik dia menoleh pada Cindy lalu kembali fokus pada deretan huruf di dalam novel.

Cindy tersenyum tipis. "Lo boleh pinjam kalau lo suka."

Mendengar hal itu, Ken mengangkat kepalanya. "Serius?" tanyanya tidak percaya.

Cindy mengangguk singkat.

"Nanti kalau gue udah selesai bacanya, pasti langsung gue kembalikan." Ken lantas berdiri dari kursi dengan semangat penuh. Mereka berdua mulai melangkah keluar dari rumah sakit.

"Sebenernya gue nggak suka baca, tapi buku yang lo kasih bagus banget, jadi gue suka." Ken menyengir lebar hingga lesung di pipinya terlihat dalam. "Bahkan kalau buku ini ada seri ke duanya atau seterusnya, kayaknya gue juga tertarik buat lanjut baca."

Unperfect PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang