"Gue mohon, jangan sekarang," lirih Devan sambil mencoba menenangkan dirinya.

"Jangan-jangan ayah sakit, tolong ayah sudah cukup, ibu jangan Evan gak mau hiks, arghhh tolong jangan," rancau Devan, yang mulai di kuasai oleh traumanya.

Devan menjambak rambutnya dengan kuat, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, berharap kejadian-kejadian itu menghilang dari pikirannya.

Evan mulai meringkuk kedinginan dengan nafas yang memburu, tak lama dia kehilangan kesadarannya.

☘️☘️☘️

Damian berjalan menuju ruang penyiksaan dengan segelas air di tangannya, Damian membuka pintu ruangan tersebut dan nampak lah Devan yang sedang meringkuk tidak sadarkan diri.

"Cih! Dasar anak lemah, menyusahkan saja!" Ketus Damian, dan menyiram Devan dengan segelas air yang di bawanya.

"Bangun!" Ucap Damian sambil menendang punggung Devan.

"ARGHH!" Jerit Devan saat merasakan sakit pada punggungnya, perlahan dia membuka matanya dan nampak lah Damian yang sedang menatap tajam ke arahnya.

"A-ayah-"

"Cepatlah bangun, dan pergi sekolah!" Ucap Damian memotong ucapan Devan.

"Bisakah hari ini aku izin untuk tidak sekolah," ucap Devan sambil menatap takut ke arah Damian.

"Tidak! Kau harus pergi sekolah, mau kemana kau tidak sekolah, bekas cambukan ku jangan kau jadikan alasan untuk tidak pergi sekolah!" Jawab Damian.

"Pergi ke kamar mu dan bersiap-siap, saya tidak ingin mendengar alasan apapun darimu," ucap Damian dan pergi meninggalkan Devan.

Devan yang melihat kepergian ayahnya pun, hanya menghela nafas dan keluar meninggalkan ruangan itu dengan tertatih-tatih.

☘️☘️☘️

Kini Devan telah sampai di parkiran sekolah, dia turun dari motornya dan berjalan menghampiri Revan yang sedari tadi menunggu nya.

"Tumben telat," ucap Revan.

"Biasalah, namanya juga orang sibuk" jawab Devan dengan muka songong nya.

"Bacot! Ayo ke kelas, gue belum ngerjain tugas dari Bu Susi, tau sendiri tuh guru gimana galaknya," ucap Revan sambil berjalan mendahului Devan.

"Gue gak pernah tuh di galakkin Bu Susi," jawab Devan sambil berjalan menyusul Revan.

"Ya iya lah, Lo kan anak kesayangan guru-guru," ucap Revan menatap malas Devan.

"Oh jelas, gue gitu loh," tengil Devan.

"Bacot!" Ketus Revan sedangkan Devan hanya cengengesan tak jelas.

Mereka berjalan menuju kelas mereka berdua, setelah sampai di pintu kelas, keduanya saling tatap satu sama lain, dan tersenyum misterius.

1

2

3

BRAK!

"Anj*ng!"

"Eh ayam-ayam."

"Gue pacar haechan!"

"Huu! Ngarep," sorak teman sekelas Devan.

"Apa sih, iri kan Lo pada, sama gue," jawab salah satu siswi kelas Devan.

Setelah itu semua orang menengok ke arah pintu dan nampak lah dua anak setan sedang menyengir, sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Ingin sekali mereka memaki habis-habisan Devan dan Revan, tapi mereka mana berani melakukan itu semua, mereka masih sayang nyawa.

Kedua Curut itu berjalan menuju bangku nya, dan duduk di bangku tersebut.

Devan langsung membuka tasnya dan mengambil dot yang sudah di isi susu pisang oleh nya, Devan langsung meminum susu pisang tersebut tanpa memperdulikan sekitarnya, dan mereka juga sudah terbiasa dengan sifat Devan yang kadang-kadang rada gesrek itu.

"Susu pisang Mulu hidup Lo," komentar Revan, sambil menyalin tugas di buku Devan.

Devan tak menjawab dia hanya menatap sinis ke arak Revan, dan setelah itu merebahkan kepalanya ke meja dengan tangan menjadi tumpuan.

Jika boleh jujur sebenarnya dia sangat lelah hari ini, badan nya pun belum pulih bahkan bekas cambukan yang di berikan ayahnya padanya saja belum kering, jadi Devan memutuskan untuk tidur sebentar.

Sedang kan Revan hanya tersenyum tipis, melihat sahabatnya yang tertidur.

"Lo habis ngapain sih, keliatannya kaya cape banget, lain kali lebih terbuka lagi ya sama gue, dikira gue gak suka merhatiin Lo kali, susah banget ya jadiin gue rumah buat Lo," ucap Revan pelan agar tidak terdengar oleh tema sekelasnya yang lain.

Devan yang memang belum benar-benar tidur pun, meneteskan air matanya tanpa di ketahui oleh Revan.

Jika boleh jujur, sebenarnya dia lelah terus seperti ini, tapi apa boleh buat, dia tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi dengan trauma nya, membuat dia tidak bisa berkutik di depan kedua orang tuanya, apalagi yang di dapatkan dari orang tuanya, bukan hanya luka fisik yang dia dapat, tapi juga luka batin yang sangat mendalam, sebenarnya dia juga iri dengan keluarga orang lain yang nampak sangat harmonis, dan untuk sekarang dia juga belum mau membagi keluh kesah nya dengan sahabatnya, tapi jika nanti dia sudah benar-benar lelah, baru dia akan bercerita kepada kedua sahabatnya itu.

Segini dulu ya, sumpah gw lagi males ngetik.

"Males ngetik kok, bikin cerita_-"

Hehe gw nulis tergantung mood sih, jadi maaf ya kalo rada-rada, namanya juga SSG (suka-suka gw)

Udah dulu ya, papay see you next part guys 😽






DEVANDRA (END)Where stories live. Discover now