Aku, Kamu, dan Hujan

29 5 0
                                    

Aku duduk di teras rumahku, memandangi hujan yang turun tanpa henti. Sepertinya hari ini tidak banyak yang bisa kulakukan selain berdiam diri dan menikmati keindahan hujan yang menenangkan hati ini.

Angin yang menerpa tubuhku membawa kedamaian yang membuatku ingin tertidur pulas. Namun, aku tetap terjaga, membiarkan pikiranku melayang jauh.

Aku mulai merasa bosan dengan keadaan yang seperti ini. Karena itu, aku mencoba untuk berpikir, 'Kira-kira berapa banyak tetes demi tetes air hujan ini?' Konyol memang, tapi tetap saja aku menikmati keheningan ini.

Hujan ini membawaku pada kenangan lalu, saat aku bermain hujan bersama seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Seseorang yang sekarang sudah tak bersamaku lagi, tapi kenangan tentangnya masih terus ada dalam hatiku.

Kenangan itu terasa begitu indah. Aku ingat bagaimana dia menarikku untuk bermain hujan, dan kami berdua berlari-lari di jalan yang sepi, bertingkah layaknya dua anak kecil yang bahagia ketika hujan turun.

Tatapan mata teduhnya terlihat jelas di benakku. Dia menatapku dengan senyum yang hangat, meski wajahnya terhalang oleh tetes-tetes air hujan yang terus berjatuhan.

Aku masih ingat kata-katanya dengan jelas. 'Hujan tidak selamanya menyakitkan,' katanya. 'Tapi dari hujan kamu bisa menyamarkan kesedihan, menutupi air mata bersama derasnya air hujan tanpa orang tahu. Tapi aku tahu itu, ayo keluarkan, akan kutemani kamu di sini sampai hatimu tenang.'

Waktu itu aku terharu, merasa sangat bahagia dan tersentuh karena ada seseorang yang mau hadir di sampingku dan menemaniku saat aku merasa sedih.

Sampai saat ini, kenangan tentang dia masih terus terasa begitu dekat di hatiku. Aku merasa sangat rindu akan kehadirannya, dan terkadang aku merasa kesepian tanpa kehadirannya. Aku tahu bahwa dia sudah pergi jauh dari hidupku. Namun, kenangan tentangnya masih tertinggal di hatiku dan menjadi bagian dari hidupku. Entah bagaimana, aku merasa seakan-akan aku masih bisa merasakan kehangatan pelukannya, meski sebenarnya dia tidak lagi berada di sampingku.

Hujan ini membuatku merasa lebih dekat dengan dia. Aku merasakan kehangatan yang dulu pernah kulihat pada dirinya, dan aku tahu bahwa sekarang dia sudah menjadi bintang yang bersinar di langit malam. Aku sadar bawa ia sudah pergi, meninggalkanku sendiri dalam keheningan hujan yang semakin deras. Aku merasa begitu kesepian tanpa dirimu di sisi. Kehilanganmu membuatku merasa kehilangan satu-satunya tempat berlindungku, di mana aku bisa merasa tenang dan nyaman.

Kini, setiap hujan yang turun, mengingatkanku pada dirimu. Hujan-hujan yang sebelumnya menjadi suatu keindahan, sekarang menjadi penderitaan yang tak terlupakan. Membuatku merasa seakan-akan kamu masih ada di sisiku, bermain hujan seperti dulu.

Aku merindukanmu, rindu pada senyummu, tatapan matamu, dan segala hal tentangmu. Aku merindukan kehangatan yang selalu kamu berikan padaku, pelukanmu yang selalu membuatku merasa aman, dan kata-kata yang selalu menenangkan hatiku.

Namun, aku sadar bahwa kau tak akan pernah kembali. Aku harus menerima kenyataan ini dan mencoba untuk move on. Namun, bagaimana caranya aku melupakanmu? Bagaimana aku bisa menghilangkan semua kenangan yang kita bagikan bersama-sama?

Aku mencoba untuk mengisi hari-hariku dengan kegiatan yang berbeda-beda, tetapi hatiku selalu merindukanmu. Aku mencoba untuk bertemu dengan orang-orang baru, tetapi hatiku selalu tertarik pada dirimu. Aku mencoba untuk memperbaiki diriku sendiri, tetapi tetap saja aku selalu merasa seperti ada yang hilang.

Dan ketika hujan turun lagi, aku kembali merenung dalam keheningan. Aku bertanya pada diriku sendiri, mengapa cinta harus terasa begitu menyakitkan? Mengapa harus ada perpisahan yang menyedihkan seperti ini?

Namun, meskipun kesepian dan rasa kehilangan itu masih ada, aku juga tahu bahwa hujan bisa membawa keindahan baru. Ketika hujan turun, bintang-bintang dan langit malam terlihat lebih indah. Hujan bisa membawa kesegaran dan kebersihan baru, membuat bumi terlihat lebih hijau dan hidup.

Monolog HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang