Empat Puluh Delapan

41 9 3
                                    

"Nggak kerasa abis ini bakal ujian semester ganjil," ucap Dini sambil menutup kembali rapot sisipan hasil ujian tengah semesternya kemarin.

Pembagian rapot sisipan memang tidak mengundang wali murid untuk hadir ke sekolah. Rapot langsung diberikan kepada siswa dan harus dikembalikan paling lambat minggu depan dengan tanda tangan orang tua tentunya.

"Tenang, masih ada waktu satu setengah bulan lagi," sahut Kayla santai. "Gue malah nggak sabar pengen naik ke kelas dua belas, terus lulus dan kuliah deh."

"Emang lo udah ada gambaran mau kuliah dimana?" tanya Cindy melihat antusias sahabatnya.

Kayla mengangguk yakin. "Gue mau kuliah di Korea, hahaha."

Cindy dan Dini langsung melengos. "Itu sih elo bukannya belajar, tapi malah ngikutin artis Korea favorit lo," komentar Cindy. Dia sudah hafal dengan hobi Kayla yang suka menonton drama Korea. Dini dan Kayla tertawa keras karenanya.

"Udah ah, gue laper, ke kantin yuk," ajak Dini yang langsung disetujui kedua sahabatnya.

Cindy, Dini dan Kayla berjalan bersisian di koridor sambil berbincang seru. Tepat di persimpangan koridor mereka bertemu dengan gerombolan gadis-gadis dari kelas lain. Cindy dan kedua sahabatnya segera menyingkir agar mereka tidak saling bertabrakan. Namun, Cindy salah mengambil langkah. Dia tidak tahu kalau ada orang di belakang dan malah menabraknya hingga orang itu menjatuhkan ponselnya.

Cindy langsung menoleh ke belakang dengan kaget. "Maaf maaf, gue nggak kelihatan," ucapnya panik.

Beruntung ponsel yang jatuh tidak sampai pecah. Cindy segera memungutnya, takut kalau benda mahal itu akan terinjak atau tertendang orang yang berlalu lalang. Cindy bersyukur saat melihat layar ponsel itu masih menyala, pertanda tidak ada kerusakan serius. Namun, betapa kagetnya Cindy ketika sedetik kemudian dia menyadari sesuatu yang ditampilkan layar ponsel tersebut.

"Maaf, Kak." Gadis yang ditabrak Cindy rupanya adalah seorang adik kelas. Dia merebut ponselnya dengan cepat. Gadis itu lalu buru-buru berlari menuju koridor kelas sepuluh.

"Lo nggak apa-apa?" Kayla menghampiri Cindy saat gerombolan gadis yang koridor tadi telah berlalu.

Cindy berusaha terlihat tenang. "Nggak kok, nggak apa-apa," jawabnya dengan ekspresi sealami mungkin.

Mereka bertiga kemudian melanjutkan langkah menuju kantin. Dini dan Kayla melanjutkan perbincangan mereka yang sempat terhenti tadi, sementara Cindy kali ini tidak ikut menimbrung. Pikirannya melayang pada ponsel milik adik kelas tadi. Dia ragu untuk mengambil kesimpulan dari pengamatannya yang bisa dibilang sangat singkat, hanya beberapa detik sebelum ponsel itu direbut kembali. Namun, Cindy juga yakin bahwa matanya masih berfungsi dengan baik dan dia tidak salah lihat, bahwa adik kelas tadi, telah memotret Cindy dari kejauhan.

***

Cindy duduk sendirian di halte depan sekolah. Dia masih memikirkan kejadian tadi saat jam istirahat. Cindy tidak kenal dengan adik kelas itu, tentu akan sangat sulit menemukannya diantara ratusan siswa kelas sepuluh SMA Tunas Bangsa. Jadi Cindy hanya bisa bertanya-tanya lewat pikirannya. Mengapa dia memotret Cindy? Sejak kapan dia melakukannya? Apakah dia melakukan itu saat Cindy berada di sekolah saja atau juga di tempat lain?

Sedang pusing-pusingnya memikirkan semua pertanyaan yang muncul di dalam kepalanya, tiba-tiba Ken datang menghampiri dan duduk di sebelah Cindy.

"Bosen juga abis sekolah langsung pulang. Biasanya kalau ada pembinaan olimpiade gue bisa ngelihat Tuan Putri lebih lama di sekolah," oceh Ken tapi Cindy sedang tak berminat menanggapi.

Ken menatap wajah Cindy, berusaha menganalisa dengan cepat raut wajah gadis itu. "Nilai lo turun ya?" tebaknya asal.

Cindy akhirnya menoleh. "Nggak tuh," jawabnya.

Unperfect PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang