07 - Agreement

166 12 10
                                    

"Mati

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Mati."

______

Pemuda itu melompat menuju kepala sang kutukan dan menggerakkan katananya, menghasilkan banyak tebasan dalam sepersekian detik. Dalam sekejap, Toji menggeret katananya dari kepala hingga ekor, membelah kutukan menjadi dua bagian.

Semudah dan secepat itu.

Setelah kutukan itu hancur, ia segera mendaratkan diri ke bawah. Langit-langit dan alam buatan yang diciptakan roh kutukan memudar, berganti dengan gedung yang seperti pertama kali.

Kini, Toji kembali memandangkan matanya menuju Fumiko.

"Kau masih menganggap dirimu bisa dipromosikan menjadi tingkat satu?" Ujarnya meremehkan.

Fumiko mengusap bibirnya yang penuh darah dengan lengan bajunya, lantas menatap pemuda di depannya dengan heran. Tidak ada sedikitpun luka fatal yang patut menjadi perhatian.

Sejujurnya, Toji pun sama herannya. Fakta bahwa ia yakin katana miliknya menghancurkan rusuk dan tepat mengenai jantung Fumiko, ditambah tembusnya katana itu hingga ujungnya yang tajam terekspos jelas dari belakang punggung sang perempuan masih belum cukup untuk mengakhiri nyawanya benar-benar mengagumkan.

Bahkan, penyihir itu masih mampu untuk melancarkan teknik kutukan ketika melawan kutukan yang setidaknya lebih dari tingkat satu setelah tenaganya terkuras begitu banyak.

"Aku bisa melakukan jauh lebih baik daripada ini," ujar Fumiko membela dirinya. Tentu, dia tidak sudi diremehkan seseorang yang bahkan tidak punya energi dan teknik kutukan.

Pemuda itu terkekeh geli.

"Cobalah untuk berada sesuai posisi levelmu. Terlalu angkuh sama sekali tidak menguntungkan,"

"Aku yakin penyihir jujutsu diajarkan tentang hal ini." Ujarnya, melihat kondisi Fumiko yang menyedihkan.

Walaupun begitu, hal ini adalah baru dan pertama kalinya bagi Toji, ia gagal membunuh seorang penyihir. Dan dalam satu duel, ia telah kalah sebanyak dua kali.

"...Tsk. Lupakan saja soal taruhan tadi,"

"Sepertinya yang paling menarik adalah membunuhmu dengan tanganku sendiri."

Pemuda itu mengeluarkan kembali senjata berupa rantai dengan mata pisau di tiap ujungnya dari mulut cacing kesayangannya, "...Lagipula tinggal diulangi lagi, barangkali hasil akhirnya berbeda-"

"Kumohon, dengarkan aku..."

"Aku ingin hidup."

"...Kau dibayar, kan?"

"Katakan, kau perlu berapa banyak uang?" Potong Fumiko cepat.

Penyihir itu masih terlalu bodoh untuk bisa memproses semua peristiwa yang dialaminya dalam satu waktu. Di sisi lain, ia tidak mau mengambil resiko lagi dengan berduel bersama orang gila di hadapannya ini.

Finding 𝐈𝐊𝐈𝐆𝐀𝐈 | Toji ZeninWhere stories live. Discover now