29

14.1K 1.9K 123
                                    

Setelah mempermalukan dirinya sendiri dihadapan Matteo, Graziano meminta izin untuk pulang. Tidak, ia tak meminta untuk berpisah, hanya saja ia ingin menenangkan dirinya terlebih dahulu.

Saat ini Graziano tengah diperjalanan menuju Gardenia timur, ia tak peduli lagi pandangan Matteo seperti apa padanya, ia hanya ingin pulang dan memeluk ibunya terlebih dahulu.

Andai ia hidup dijaman dimana perpisahan bukanlah hal tabu, Graziano berani bersumpah ia akan meminta berpisah detik ini juga, omega mana yang tak akan sakit hati saat hidupnya dikacaukan, pikiran masyarakat yang mencela tentang perceraian bagai memotong sayap para istri yang hancur sepertinya, hidup sebagai kaum bangsawan tak selamanya indah. Jika Graziano lahir dari keluarga biasa, ia bisa saja tak memikirkan celaan masyarakat, tapi ia seorang putra Duke yang dimana jika ia berpisah dengan Matteo, ayah dan ibunya akan kena imbas.

Lama merenung, tak terasa kereta yang membawanya sudah sampai dipekarangan rumah utama Gardenia timur.

"Yang mulia kita sudah sampai," ucap kusir, yang membawanya.

"Terima kasih, tak terasa ini sudah hampir gelap." Graziano turun dibantu oleh Elena.

Keduanya segera masuk ke dalam rumah yang disambut hangat oleh para pelayan dan juga penjaga.

"Ano." Ciana menghampiri putranya dengan senyuman mengembang.

"Ibu, aku sangat merindukanmu." Graziano langsung memeluk Ciana, ia merasa nyaman saat merasakan kehangatan dari ibunya.

"Kau datang bersama menantu? Dan kenapa kau ... "

"Ibu maaf memotong ucapanmu, tapi aku datang ke sini hanya sendiri dan hanya bersama pelayanku. Suamiku sedang memiliki kesibukan," sanggah Graziano tentu saja tentang Matteo hanya kebohongan, pada nyatanya Matteo bahkan hanya diam saat ia meminta izin pergi menemui keluarganya.

Ciana tersenyum tipis, ia mengerti. Matteo dan Antonio sama, mereka memiliki tanggung jawab besar.

Ciana membawa Graziano ke gazebo dekat taman rumah, ia senang putranya mengunjunginya kembali.

"Ano, ada apa kau berkunjung tanpa mengirim surat terlebih dahulu?" Ciana membuka obrolan.

Graziano diam untuk beberapa saat, ia membiarkan dulu pelayan menyimpan beberapa cemilan dan makanan berat lainnya diatas meja.

"Aku hanya merindukan ibu," ucap Graziano setelah pelayan kembali pergi.

Ciana ingin menyuruh Graziano beristirahat, tapi ia yakin putranya pasti tak akan tinggal lama di sini, mungkin bisa jadi besok Anonya akan kembali pulang.

"Maaf aku tak membiarkanmu istirahat terlebih dahulu, ibu terlalu merindukan Ano," ucap Ciana, ia menggenggam tangan Graziano.

Rasanya sesak saat melihat senyuman Ciana, Graziano merasa payah. Bagaimana bisa ia menjadi anak yang lemah di saat ibunya begitu tangguh, bahkan ia memiliki banyak ibu selir, tapi ibunya tampak biasa saja dengan hal itu.

"Ano ... " Ciana mengusap pipi Graziano, nalurinya mengatakan jika putranya sedang tak baik-baik saja.

"Ibu." Graziano langsung memeluk ibunya, ia memeluknya dengan erat. Ciana menerima pelukan itu tanpa bertanya, ia mengusap punggung bergetar sang putra.

Ciana membiarkan Graziano menumpah segalanya, tanpa bertanya akan hal yang membuat putranya menangis, ia akan menunggu Graziano yang bercerita.

"Aku lelah," ucap Graziano disela isakannya, ayahnya selalu mengatakan jika pria tak pantas menangis walaupun statusnya omega, tapi ibunya selalu berkata untuk menangis, karena menangis bukanlah sebuah dosa.

Duke's Life Prophecy Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα