12 - A BITTER IGNORANCE

Start from the beginning
                                    

Elia yang sejatinya adalah putri bungsu dari keluarga berada, sudah pasti jarang dimintai tolong. Justru ia lah yang sering meminta bantuan dan menyuruh ini-itu.

Namun kini, karena berusaha menjadi istri yang baik, Elia mencoba tak pernah membantah Adrian. Ia sudah diberitahu bahwa kewajibannya sekarang adalah melayani Adrian.

"Iya Kak, biar Elia yang ambilkan" jawab Elia patuh tak menunjukkan keberatan.

Ia lalu berbalik untuk melangkah ke dalam rumah.

"Tadi aku taruh di atas drawer" tambah Adrian memberitahu letak persis dimana terakhir ia meletakkan ponsel.

"Iya" Elia menimpali. 'Siap paduka-ku...' ia lalu menggumam lirih.

"Apa?" Adrian samar-samar mendengar celetukan Elia.

"Hah? Enggak Kak" jawab Elia lalu segera kabur dengan Adrian yang memandangnya aneh dari belakang.

.

Elia pun kembali masuk lagi ke dalam rumah yang sudah gelap, sunyi tanpa penghuni. Ia lantas menaiki tangga menuju lantai dua dimana kamar utama berada.

Elia membuka pintu kamar dan mencari di tempat yang diberitahukan Adrian sebelumnya. Ia pun menemukan benda berbentuk persegi panjang milik suaminya tersebut.

"Hm, apa Kak Adrian sudah mau mulai terbuka sama aku ya? Buktinya handphone-nya boleh aku ambilin" Elia bermonolog.

"Coba ah intip sedikit, siapa tau memang sengaja ada yang mau dipamerin" Elia iseng ingin mengetahui isi benda yang sering digunakan Adrian untuk berkomunikasi tersebut.

Elia lalu mengusap layar ponsel.
"Yahh... di-lock" dengusnya kecewa karena ponsel Adrian ternyata terkunci dan harus membutuhkan face id untuk membukanya.

Elia pun sempat manyun. Tapi kemudian ia teringat Adrian mungkin menantinya di bawah dan lantas bergegas turun untuk kembali pada sang suami.

Elia sempat celingukan saat tak mendapati Adrian di halaman depan. Ia lalu tersadar kalau Adrian ternyata sudah standby menunggu di dalam mobil di belakang kemudi.

Elia masuk ke dalam mobil lalu menyerahkan ponsel yang ia ambil pada Adrian. "Ini kak" ucap Elia.

Adrian menerima kemudian mengecek ponselnya tanpa mengucapkan satu patah kata. Satu hal yang memang menjadi kebiasaannya yaitu sulit mengucapkan terima kasih. Elia bahkan tak pernah mendengar kata itu meluncur dari bibir Adrian.

Elia lagi-lagi merasa sedikit kecewa karena usahanya tak dihargai.

Namun kegamangan Elia perlahan menghilang saat Adrian mulai menyalakan mesin mobil dan menginjak gas.

*

SUV yang dikendarai Adrian melaju cepat membelah jalanan perumahan Kingsburg yang lengang menuju pusat kota. Saat itu bulan Juni dimana matahari bersinar terik yang membuat siang hari terasa panas.

Sesekali Elia melirik Adrian yang tengah mengemudi.

'Duh pakai sunnies gini makin hot aja suami aku... tapi kenapa masih sulit digapai ya'

Batin Elia bertanya sekaligus memuji tampilan Adrian yang makin tampan dengan megenakan outfit kasual kaos putih, celana jeans dan paduan kacamata hitam.

Side-profil Adrian yang Elia saksikan dari samping jelas terlihat amat menawan; tangan kekar yang terus memegang kemudi, hidung mancung lancip seperti perosotan, rahang tegas dan kulit wajah dihiasi jambang tipis menambah kental aura maskulin dan matang pria itu.

Hold Me With Your Lies [COMPLETE]Where stories live. Discover now