24 - A BETRAYAL

37.7K 1K 28
                                    

"Ini oke enggak?" Tanya Nadia pada Elia sembari mengangkat di depan dada sebuah jaket tebal berwarna monokrom.

"Hm. Bagus" sahut Elia singkat.

Nadia membersutkan bibirnya seraya menatap Elia setengah percaya.
"Lo mah dari tadi bagus-bagus mulu" ia menggerutu kesal sebab Elia tak terlihat antusias memberikan pendapat.

Sore itu Elia sedang menemani Nadia membeli kado ulang tahun untuk sahabat mereka, Kevin.

"Ya memang bagus kan? Lagian Kevin pakai apa aja juga cocok. Lo kasih barang kw, kalau dia yang pakai juga enggak bakal ada yang tau" sambung Elia.

"Gue serius, El... orang lagi bingung juga, lo malah suruh kasih barang kw-" Nadia masih saja gamang menentukan pilihan. Ia terus memilah-milih deretan jaket laki-laki yang berjejer rapih di hadapannya.

"Gue enggak suruh. Ya udah, kenapa enggak loafers Loro Piana aja? Itu udah yang paling aman. Kevin hari-hari pakai itu kan? He likes that brand" Elia mengusulkan alternatif lain. Ia tentu tak ingin terus dikira pasif oleh Nadia.

"Dia udah punya banyak, berapa pasang sendiri ada di closet dia" Nadia menimpali.

"Buat tambah koleksi. Lo cari warna yang dia belum ada" Elia beralasan.

"Ck" Nadia berdecak singkat. Tapi kemudian ia melirik Elia bergantian dengan jaket di tangannya.
"You know - I look for something unusual"
cicit Nadia terdengar benar-benar niat ingin memberikan sesuatu yang berkesan untuk Kevin.

"Patek Philippe?" Elia berceletuk iseng.

"Jangan ngaco! Itu mah sekelas suami lo, mana mampu gue" oceh Nadia bersungut-sungut.

Elia menarik satu sudut bibirnya sembari bersedekap.
"That jacket looks dope tho"
Ia menjatuhkan opini akhir pada teddy jacket yang tengah dipegang oleh Nadia. Elia sendiri sudah tak pusing mencari kado untuk Kevin karena ia telah menyiapkan jauh-jauh hari.

Nadia menelisik jaket yang masih berada di tangannya namun ia lalu meletakkan kembali ke rak gantung.

"El-" kata Nadia sambil berjalan mendekati Elia.

"Hm?" Elia mengulas senyum tipis kala Nadia berjalan seraya memandangnya sendu.

"Kayaknya gue salah deh minta lo temenin gue hari ini. Dari tadi lo keliatan enggak fokus"

"Enggak fokus?"

"Iya. Kenapa? Lo baru berantem sama suami lo?" Nadia berucap mengalihkan topik pembicaraan pada Elia. Nadanya terdengar melunak seraya menunjukkan perhatian tapi juga rasa ingin tau.

Elia melebarkan mata lalu begitu saja menggeleng. "Enggak" ia membantah.

"Bener? 'wanna grab some coffee and talk?" Nadia menawarkan jikalau Elia bersedia duduk bersama sembari mencurahankan isi hati.

"Enggak Nad. I'm fine, totally fine" tenang Elia pada Nadia.

"Are you sure?"

"Iya" jawab Elia yakin sambil mengangguk. Elia memang belum terpikir untuk menceritakan kisah rumah tangganya pada siapapun, tak terkecuali teman dekatnya sekalipun. Selama ini ia masih bisa menyimpan kegelisahannya seorang diri. Ia belum ingin menguak runyam masalah pribadinya pada pihak lain.

"Kenapa ya gue berasa kangen Elia yang dulu. Elia yang selalu cheer up and menggebu-gebu kalau cerita tentang crush-nya" gumam Nadia bermonolog.

Elia seketika terhenyak kala mendengar perkataan Nadia. Ini sudah kedua kali ia mendengar kalimat yang mirip ditujukan untuknya.
Benarkah sekarang ia tak keliatan bahagia? Elia jadi bertanya pada dirinya sediri. Kenapa saat ia sudah mencapai mimpi terbesarnya ia justru tak nampak berbunga-bunga.

Hold Me With Your Lies [END]Where stories live. Discover now