(V) - Dear Rafe : Sebuah Elegi -

905 324 34
                                    

.
.
.

17 Mei 1918

Dear Rafe Sunwoo Alarich,

Halo Sunwoo, bagaimana kabarmu? Apakah kau baik baik saja? Bagaimana sekolahmu? Aku harap kau melakukannya dengan baik. Tampaknya telah  bertahun-tahun semenjak kepergianku, sudah bertahun-tahun semenjak aku melihatmu untuk terakhir kalinya. Ada begitu banyak hal yang terjadi, seolah dunia menjadi terbalik. Tapi kami masih hidup, dan itulah yang paling penting, kata Hongjoong.

Ya, kami memang masih hidup, tapi jangan tanya kami berada dimana dan mengapa kami ada di sana. Sulit untukmu mengerti posisi kami ini. Sebelumnya kami ingin melarikan diri ke Ottoman, namun tidak bisa, Inggris telah menduduki negara itu sekarang. Kini kami tidak bisa tidur tenang di malam hari, kami selalu khawatir jika kapal Inggris ataupun kapal Amerika menemukan kami.

Aku kini tidak merasa begitu sehat, mungkin karena kurang tidur dan karena kami tidak makan teratur semenjak kami kesulitan untuk menepi ke darat. Walaupun begitu, Sunwoo.. kami tidak bisa menangis, setidaknya jika ada Hongjoong di dekat kami. Kemarin malam ketika kami tidur, Wooyoung datang padaku dan menyembunyikan wajahnya di panggungku, dia lalu menangis. Tangannya menggenggam tanganku sangat erat, aku tahu Wooyoung tidak sedang ketakutan soal tertangkap oleh mereka yang mencari kami, dia takut kehilangan kami semua.

Seumur hidupku, Sunwoo.. aku selalu ketakutan dengan kematian. Sunwoo, aku melihat proyeksi kematian sangat sering di kepalaku. Sunwoo, aku belum pernah merasa ketakutan yang lebih besar daripada ketakutanku akan kematian. Namun kini.. aku merasakan ketakutan yang berbeda, ini mencekikku, ini membakar tubuhku, dia menggerus keberanian yang ditanamkan padaku di kamp tentara. Aku ketakutan kehilangan mereka juga. Aku sangat ketakutan sehingga aku menangis bersama Wooyoung malam kemarin.

Hari ini, Hongjoong memberitahu kami untuk putar balik, kami akan pergi ke Inggris. Rencananya kami akan menghabiskan banyak waktu di utara Great Britain, sedikit menepi ke Norway karena mereka adalah negara netral. Di sana kami berharap bisa mendapatkan sedikit waktu untuk istirahat dan mendapatkan makanan yang layak.

Sunwoo, jika aku pernah merasa ketakutan, maka telah tiba waktunya. Aku takut melihat mereka mati di depan mataku.

Salam,
Seonghwa Moran.

 
|
 
 
22 Agustus 1918

Dear Rafe Sunwoo Alarich,

Kami berada di dekat Norway sekarang. Kami mendapatkan sedikit banyak makanan dan kami bisa makan makanan enak beberapa hari kedepan. Jongho memasak makanan yang enak, aku membantunya. Dia anak yang sangat pandai. Aku harap dia mendapatkan hidup yang baik. Dia yang termuda, jadi kami menaruh banyak harapan baik padanya, satu yang paling besar yaitu, "hiduplah dengan baik dan bahagia"—dia sudah cukup menderita dia hari hari lalunya.

Saat aku dan dia tengah memasak, dia membuatku menangis. Dia anak yang polos, walau terkadang bisa menjadi sangat dewasa, tetap saja dia adalah seorang anak yang mentalnya telah dihancurkan oleh perang. Anak yang ditinggal oleh Galen ke medan perang. Mereka tidak lagi mengetahui kabar satu sama lain, tapi Jongho bilang dia bermimpi bahwa Galen telah meninggal, dengan sangat mengenaskan, dia mati tertembak di pelipis bagian kanannya, menghancurkan otak dan tempurung kepalanya seketika.

Dia mengatakan sebuah kalimat yang membuatku merasakan ini : "Jika aku mati, maka ikutlah kau mati bersamaku. Aku jauh tidak tega melihatmu hidup ketika aku telah mati daripada melihatmu mati bersamaku."—adapun kalimat yang dia katakan adalah,

[✔] Klub 513 | Long Journey | Ep.2 : Wonderland (Warfare)Where stories live. Discover now