10. Tempat Hangat Di Dasar Jurang

907 370 33
                                    

.
.
.

  "Seorang kesatria selalu tahu cara memenangkan perang. Dia yang mempercayai keajaiban tidak boleh sombong, dan satu hal yang harus kamu ketahui tentang akhir, kamu tidak akan pernah siap untuk itu."
 
 
 
     Pelan pelan Wooyoung membuka matanya, cahaya matahari menyambutnya, membuat dia harus berkedip berulang kali sampai matanya cukup terbiasa. Dia berusaha bangun namun punggungnya yang dia ingat terkena luka tembak membuatnya mengerang keras karena nyeri tak tertahankan itu.

    Hal pertama yang ingin Wooyoung lihat adalah keberadaan Yeosang, dan dia langsung menghela nafas panjang ketika menemukan pemuda itu terbaring tak jauh darinya dengan perban yang melilit beberapa bagian tubuhnya. Pemuda itu tampak masih hidup, Wooyoung bisa lihat dada Yeosang naik turun, menandakan indikasi bahwa dia masih hidup (bernapas).

  "Oh? Kau masih hidup?"

    Sebuah suara mengantar Wooyoung untuk menoleh ke arah sumber suara itu. Seorang pemuda, tampaknya lebih muda darinya sedang duduk tak jauh darinya sambil mencuci beberapa ikat daun yang tidak Wooyoung tahu apa namanya.

  "Padahal aku cukup yakin kau sudah mati kemarin." Lanjutnya.

    Perkataan pemuda itu menyulut emosi Wooyoung, itu bukan perkataan yang ramah untuk disampaikan kepada seseorang yang sebelumnya terhempas dari tebing karena digeret oleh seorang pangeran buta yang entah ada apa dengan isi kepalanya.

  "Omonganmu cukup kasar untuk anak usiamu." Komentar Wooyoung.

    Pemuda itu memutar matanya malas. "Jangan bicara seperti kau sepuluh tahun lebih tua dariku."

    Wooyoung menoleh ke sekitar, dia berada di dalam sebuah rumah yang tidak begitu besar namun Wooyoung yakin siapapun yang ditawari untuk tinggal disana tidak akan keberatan. Terpancar aura menenangkan dari rumah ini, cottage di tengah hutan rimbun, pencahayaan yang remang remang dari lilin, dan aroma sandalwood yang bercampur dengan pinus, mengingatkan Wooyoung pada pemandian herbal di suku Rhys.

  "Ini di dasar jurang?" Wooyoung bertanya.

  "Ya. Hebat sekali kalian masih hidup setelah terjun dari atas sana. Kurasa pepohonan juga mendukung kalian untuk tetap hidup dengan menghambat kecepatan jatuh kalian." Balas pemuda itu.

  "Bahasa Inggrismu bagus sekali. Apakah kau benar benar orang Yunani?" Tanya Wooyoung.

    Pemuda itu melirik Wooyoung sebentar. "Memang bukan, aku anak yang mengungsi dari Afrika."

  "Anak korban perang?" Tanya Wooyoung.

    Pemuda itu bangun dari duduknya sambil menghela nafas dan membawa daun daun yang sudah dia cuci itu ke meja yang dari prespektif Wooyoung merupakan meja tempat pemuda itu meracik obat dan lainnya—meja eksperimen, mulai sekarang Wooyoung akan menyebutnya begitu.

  "Panggil saja begitu." Katanya tampak tidak ingin membicarakan topik tersebut.

  "Namaku Wooyoung Akhilles." Kata Wooyoung.

  "Jongho." Balasnya sambil menyeduh sesuatu di 'meja eksperimen'-nya. Tak lama dia berbalik dan menyodorkan gelas berbahan dasar keramik yang berisi cairan bewarna coklat kehijauan kepada Wooyoung. Dari baunya, Wooyoung tidak mencium adanya bau racun tumbuhan, malahan dia mencium bau menenangkan teh hijau yang berpadu dengan aroma lavender dari sana.

  "Tidak ada racun di dalam sana, minumlah selagi hangat." Ucap Jongho sambil berjalan menaiki tangga meninggalkan Wooyoung disana.

    Walau masih sedikit ragu, Wooyoung meminum sedikit teh di tangannya dan dia hampir menyemburkan air di dalam mulutnya karena rasanya yang sangat pahit. Wooyoung sambil menekuk alisnya menatap tajam ke arah cangkir teh itu.

[✔] Klub 513 | Long Journey | Ep.2 : Wonderland (Warfare)Where stories live. Discover now