12 ● Persimpangan Jalan

14 1 0
                                    

"Gue datang setengah jam lagi, Vlo. Ada kerjaan yang mesti dikerjain dadakan. Lu udah di situ?" Suara Rurin tampak berat di ujung ponsel.

"Masih di jalan juga. Kayaknya gue juga mesti ke satu tempat dulu, Rin! Abis itu langsung ke tempat biasa."

"Oke, setengah jam lagi gue hubungin lu. Faundra ikut datang juga?"

Suara Rurin sepertinya menjauh dari ponsel. Samar-samar Vlo mendengar percakapan Rurin dengan seseorang yang datang kepadanya. Vlo tak menjawab pertanyaan sahabatnya itu agar konsentrasi Rurin tak terpecah. Rurin tak berbohong, dia memang sedang dikejar deadline laporan. Beberapa saat kemudian Rurin kembali memanggilnya dan menanyakan hal yang sama.

"Katanya, sih, mau. Dia kayaknya masih di RSCM, ada praktik klinik gawat darurat. Nanti dia juga ngabarin."

"Oke, sampai nanti, Vlo. Gue buru-buru. Dah, Vlo."

"Dah, gue tunggu lu, Rin."

Sayang, Rurin sudah menutup percakapan tanpa menunggu jawaban Vlo.

Gadis itu mendengkus seraya memandang jalan besar satu arah yang tampak lengang sore itu. Dia bingung menentukan tujuan perjalanannya. Janjian bertemu dengan Rurin sepertinya tidak sesuai waktu.

Vlo memijat kening, terdengar desahan dari bibir berpulas lipstik warna nude. Dari wajahnya, terlihat kebimbangan tengah melanda hati. Perlahan, dia menghidupkan bluetooth ponsel, lalu menyambungkannya ke audio mobil. Tak perlu lama, alunan lagu-lagu bertempo sedang koleksi Spotify miliknya terdengar.

Gadis itu kembali berpikir panjang. Jika langsung pulang ke rumah, dia takut Oma Asmirah sudah ada di sana. Tidak mungkin mamanya mengusir Oma begitu saja. Vlo tahu sekali, Sarah sangat dekat dan menghormati perempuan tua itu meskipun dia juga pasti bingung memposisikan diri di antara anak dan ibu mertua tercinta.

Rurin juga akhir-akhir ini super sibuk, tidak bisa diajak hang out, ada saja pekerjaan yang belum selesai. Faundra? Lelaki itu juga fokus praktik klinik seperti dirinya. Tasya? Apalagi dia. Tasya pasti selalu dikawal Raka atau lebih memilih tidak pergi ke mana-mana--kecuali ke kampus atau rumah sakit--jika lelaki itu tak menemaninya.

Vlo akhirnya memarkirkan Brio kesayangan di samping Taman Suropati, tepat di seberang rumah tua bergaya kolonial yang sangat terawat dan bersih. Hanya tempat itu saja yang terlintas di kepala saat mobilnya melalui kawasan Menteng. Tempat yang menurutnya bisa menurunkan tensi emosi yang masih betah mengendap di dasar hati.

Embusan angin sore yang menyejukkan menerpa wajahnya, sesaat setelah membuka pintu mobil. Suasana Taman Suropati tak pernah berubah dari pagi hingga senja datang, selalu memberi keteduhan dalam naungan pohon-pohon tua dan ratusan tumbuhan yang terurus baik. Vlo menghirup kesegaran ion negatif yang terpancar dari rerimbunam pohon-pohon.

Gadis itu mengedarkan pandangan ke segala arah. Sore itu taman tampak ramai. Sebagian memilih berolah raga dengan berjalan kaki mengelilingi taman, sebagian lagi duduk santai sambil menikmati jajanan penjual keliling yang rutin mangkal di sisi taman.

Samar-samar terdengar alunan musik yang berasal dari petikan biola. Mata Vlo mencari-cari, terlihat seorang pemain biola jalanan terlihat duduk di bawah pohon tengah memainkan alat musik itu sepenuh hati. Tak jauh darinya, beberapa mobil pedagang makanan menggelar dagangan home made-nya.

Pandangan Vlo kemudian beralih ke tengah taman dengan air mancurnya yang menarik perhatian sebagian pengunjung untuk duduk di sisi kolam. Di sekitar mereka, banyak pasangan muda mengajak putra-putrinya yang masih kecil bermain. Kebahagian terpancar dari wajah-wajah polos yang menggemaskan. Melihat itu, tanpa sadar dia tersenyum dan membayangkan suatu saat akan berada dalam posisi itu. Namun, dia tidak tahu entah kapan itu akan terjadi dan dengan siapa.

VLO & DAVE  (T A M A T)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang