JURANG MASA LALU

9 1 0
                                    

Di ruang baca, Amaya duduk merenung menatap foto yang ada di meja kerja ayahnya. Foto keluarga terakhir yang di ambil saat kenaikan kelas Amaya di sekolah menengah. Momen terakhir mereka hidup dalam kebahagiaan. Karena setelah itu, berbagai masalah menimpa keluarganya.

Amaya memejamkan matanya, amarah kembali menguasai dirinya. Dadanya Amaya semakin sesak saat kembali teringat kejadian tadi siang saat ia dan Adji serta ketiga mahasiswanya makan siang bersama.

Amaya melihat Bono di restoran tempat mereka makan. Laki-laki yang merusak kehidupan rumah tangga kedua orang tuanya. Laki-laki yang menjadi penyebab ia harus kehilangan ibunya. Laki-laki yang merebut ibunya dari ayahnya. Laki-laki yang di sebut ibunya sebagai cinta pertama.

Omong kosong, cinta pertama apanya yang menyebabkan sebuah keluarga hancur. Cinta pertama yang membuat hidup seorang anak menjadi berantakan, tapi dipaksa harus tetap membingkainya dengan senyuman demi kebahagian ayahnya.

Ia dan ayahnya sama-sama hancur saat mereka harus kehilangan ibunya. Tapi, Amaya lebih hancur karena mengetahui fakta lain dari kepergian ibunya. Amaya memendam semuanya sendirian. Menjaga rahasia ibunya yang kini telah tiada.

Namun, saat ia melihat lagi pria itu hidup bahagia dan bisa tertawa dengan lepas. Amarahnya kembali memuncak. Kebenciannya terhadap ibunya kembali menyeruak. Ia membenci kebodohan ibunya yang percaya pada pria seperti Bono.

Amaya menangis dalam diam. Ia sudah terbiasa melakukannya, meluahkan perasaannya sendirian. Menikmati sakitnya dikhianati oleh ibunya sendiri.

Hal inilah, yang membuat Amaya menjadi sangat apatis dengan cinta. Ia sangat benci pada wanita yang selalu mengagung-agungkan cinta. Apalagi yang bertajuk cinta pertama.

Ibunya adalah contoh buruk dari sebuah cerita yang bernama cinta pertama. Bagi Amaya, cinta pertama adalah petaka baginya dan ayahnya.

Amaya ingin sekali melemparkan foto di atas meja itu. Senyum ibunya di foto itu seakan menertawakan dirinya. Ia yang memeluk leher ibunya dengan senyum lebar, lalu ayahnya memeluk mereka berdua dari belakang. Sungguh suatu pemandangan yang sangat indah.

Amaya menutup foto itu, ia menaikkan kedua kakinya ke atas kursi. Amaya memeluk kedua kakinya yang tertekuk, ia terus menangis dalam diam.

Bayangan Bono tertawa dengan seorang anak kecil, di restoran yang ia datangi sebelumnya, membuat dada Amaya semakin sesak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bayangan Bono tertawa dengan seorang anak kecil, di restoran yang ia datangi sebelumnya, membuat dada Amaya semakin sesak.

"Kenapa, Bund? Kenapa Bunda harus mencintai laki-laki itu? Kenapa Bunda lebih memilih bajingan itu daripada ayah?" ucap Amaya sambil menangis.

"Apa Bunda tahu, saat ini laki-laki itu tengah berbahagia dengan kehidupannya? Seharusnya laki-laki itu menderita! Seharusnya ia juga terus menangisi kepergian Bunda sampai saat ini. Seperti Maya dan ayah, yang masih berduka hingga saat ini." Amaya berteriak nyaring setelah meluahkan isi hatinya.

Amaya melepaskan pelukannya pada kedua kakinya. Lalu tanpa sadar, ia melemparkan foto itu hingga jatuh, menyebabkan bingkai kacanya pecah berkeping-keping.

Amaya menurunkan kakinya. Amaya berjalan tanpa alas kaki, melewati pecahan kaca dari bingkai foto yang ia lemparkan. Beberapa pecahan kaca menusuk kakinya. Tapi, Amaya bergeming, rasa sakitnya tak sebanding dengan rasa sakit yang hatinya rasakan, setiap kali ia membayangkan wajah Bono.

Amaya meninggalkan ruang baca. Kakinya yang berdarah meninggalkan bekas di lantai. Amaya berjalan menuju kamarnya, kepalanya terasa sakit. Ia terhuyung saat menaiki tangga. Berpegangan pada pagar di sisi tangga, ia berjalan perlahan. Rasa perih yang menusuk-nusuk di kakinya di tambah kepalanya yang sakit membuat langkahnya tertatih.

Sesampainya di dalam kamar, Amaya langsung naik ketas tempat tidur dengan kaki berlumur darah. Ia menarik selimut menutupi tubuhnya. Ia tak peduli dengan keadaan di sekitarnya, ia hanya ingin agar malam ini segera berlalu.

Perlahan, kegelapan menguasainya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Perlahan, kegelapan menguasainya. Amaya melangkah perlahan ke alam mimpi. Di sana, ada ayah dan ibunya yang sedang duduk di kursi taman belakang. Ia berjalan perlahan ke arah mereka. Tapi, saat jaraknya tersisa beberapa langkah, sosok gelap memeluk ibunya dari belakang. Amaya berteriak sekuat tenaga, tapi tak ada suara yang keluar. Kakinya pun seakan terpaku di atas tanah hingga ia tidak bisa melangkah maju.

Amaya berontak sekuat tenaga, saat sosok bayangan gelap itu menarik ibunya menjauh. "Mama ...." teriakan Amaya tertahan.

Ia tersentak bangun, saat sadar tubuhnya telah ada di pelukan seseorang.

JURANG HATI AMAYA #IWZPAMER2023 Where stories live. Discover now