ESPRESO

10 2 0
                                    

"Nak, kunci mobil sudah bapak letakkan di tempat biasa, ya." ucap Pak Taufik saat mereka menikmati sarapan.

"Makasih, ya Pak," sahut Amaya.

"Loh, kamu berangkat sendiri lagi hari ini, Nak?" tanya Arman pada putrinya.

"Iya, Yah. Soalnya Mas Adji kan harus berangkat pagi sedangkan Amaya hari ini cuma ada kelas siang. Jadi, lebih baik berangkat masing-masing seperti biasa, iya kan, Mas?" Amaya meminta dukungan dari Adji.

"Iya, Yah. Adji juga hari ini ada operasi yang agak sulit. Adji juga nggak tahu akan butuh waktu berapa lama untuk selesai. Jadi, memang sebaiknya kami berangkat masing-masing dulu hari ini." sahut Adji ikut meyakinkan ayah mertuanya itu.

Arman mengangguk tanda setuju dengan pernyataan dari anak dan menantunya itu.

" Ayo, Nak Adji rotinya mau di tambah lagi, Nak?" Bu Idah bertanya pada Adji.

"Sudah, Bu. Ini saja sudah cukup. Nanti sampai di kantor Adji juga beli kopi lagi. Jadi, ini saja sudah cukup." sahut Adji.

"Eh, ngapain beli kopi. Nak Amaya saja yang buatkan, ya Nak," Bu Idah menatap Amaya dengan antusias. "Nak Amaya itu jago bikin kopi loh, Nak Adji. Itu, mesin kopi yang ada di dapur itu punya, Nak Amaya. Kopi buatan Nak Amaya itu super enak."

Amaya yang disebut-sebut hanya tersenyum mendengar penjelasan Bu Idah.

"Mas Adji suka kopi apa memangnya?" Amaya bertanya pada Adji, saat tatapan Bu Idah seperti menuntutnya untuk menanyakan hal itu.

"Espreso, May. Saya selalu minum espreso setiap pagi." sahut Adji.

"Yaudah, aku buatin, ya Mas." Amaya yang sudah selesai sarapan beranjak dari tempatnya.

"Ee... nggak usah, May. Nggak usah repot-repot. Mas bisa beli aja di coffee shop rumah sakit." Adji menolak tawaran Amaya karena takut merepotkan.

"Mas jangan nolak, nanti Maya kena marah Ibu tuh," ucap Amaya sambil terus melanjutkan langkahnya menuju dapur.

Bu Idah tertawa renyah mendengar ucapan Amaya. "Ya, apa gunanya punya istri pinter bikin kopi kalau nggak bikin kopi buat suaminya, iya kan, Pak?"

"Iya, masa kopi spesialnya cuma buat ayah sama Pak Taufik pas main catur saja," Arman ikut menimpali ucapan Bu Idah yang kemudian diiringi oleh derai tawa semua orang yang ada di meja makan.

Tak berapa lama, Amaya kembali ke meja makan dengan sebuah tumbler tahan panas berukuran enam ratus mili liter berisi kopi pekat di dalamnya.

"Ini, Mas kopinya. Nanti, kalau Mas perlu kopi bilang aja, ya. Nanti Maya buatin."

"Saya minum kopi setiap pagi, May." sahut Adji.

Bu Idah tersenyum penuh arti kepada Amaya setelah mendengar ucapan Adji.

--------

Sesampainya di Rumah Sakit Adji tetap mampir ke coffee shop sebelum menuju ruangannya, di tengah jalan ia bertemu dengan Irwan, dokter bedah saraf sekaligus sahabatnya.

"Tumbler apaan tuh, Bro?" Irwan menyapa botol minum tahan panas yang dibawa oleh Adji.

"Espreso spesial buatan istri." sahut Adji dengan suara bangga. Sambil mengangkat botol minumnya lebih tinggi untuk pamer.

"Woah... serius? Istri lu bisa bikin kopi?" Irwan belum percaya dengan ucapan Adji.

"Se-ri-us! Ini diracik sendiri oleh istri dari Adji Prawira." ucap Adji jumawa.

"Gila, beruntung banget lu, Bro. Sudah punya istri dosen, cantik, pintar ngajar, pintar masak, trus pintar bikin kopi pula. Lucky banget sih lu, Dji." Ucap Irwan lagi.

Adji hanya tersenyum mendengar ucapan Irwan yang memuji dirinya karena memiliki istri se-sempurna Amaya. Mereka tidak tahu di balik semua kesempurnaan itu, bahkan sampai saat ini Adji belum pernah menyentuh bibir istrinya.

Mereka berdua sampai di coffee shop. Berdiri di depan konter untuk memesan.
"Seperti biasa, Jo." ucap Irwan.

"Latte plus satu croissant untuk Pak Irwan dan espreso plus croissant untuk Pak Adji." sahut Jonathan.

"Sorry, Jo hari ini saya pesan croissant aja." potong Adji.

Irwan langsung menyambung, "Tugas bikin espreso lu sudah direbut, Nyonya Adji Prawira, Jo. Jadi, mulai sekarang kamu hanya akan membuatkan saya kopi."

Adji hanya tertawa kecil menanggapi ucapan sahabatnya itu. Ia mengangkat tumbler yang ia bawa untuk menunjukkan pada Jonathan yang terlihat bingung.

"Woah... hebat! Seriusan ternyata dok." Jonathan lalu tertawa dan melanjutkan ucapannya, "Terus dokter Irwan kapan di buatkan juga kopi dari istrinya, nih?" kelakar Jonathan.

"Kalau saya berhenti beli kopi di sini, nanti usaha coffee shop kamu bisa bangkrut, Jo." ucap Irwan menanggapi kelakar Jonathan. Mereka lalu tertawa bersama.

"Oke, satu Latte plus satu croissant untuk dokter Irwan yang jomblo dan satu croissant untuk dokter Adji yang sudah punya istri. Pesanan diterima. Ini struknya, silakan ditunggu, bapak-bapak." ucap Jonathan seraya menyerahkan struk kepada Irwan.

"Nih, lu yang bayar. Bapak yang sudah beristri." Irwan menyerahkan struk pada Adji, yang kemudian menyerahkan dua lembar uang pecahan seratus ribu pada Jonathan.

-------------------

JURANG HATI AMAYA #IWZPAMER2023 Where stories live. Discover now