23. Ruang Kerja Eiser

5.6K 894 14
                                    

Setelah menggendong ku dari lorong sampai ruang kerja yang mempunyai jarak lumayan jauh, Eiser menurunkanku disofa. Setelah itu ia segera melipir ke kursi kerjanya dan menyibukkan diri dengan tumpukan kertas yang hampir memenuhi meja.

Eiser memang menawariku mengantar ke kamar cale karena ia akan melanjutkan pekerjaannya tapi aku ingin ikut keruang kerjanya, sekalian mendekati Eiser. Lagipula dikamar tidak ada siapapun, cale masih ditempat latihan, aku akan kebosanan jika dikamar sendiri. Lebih baik aku merusuh di ruang Eiser.

Walaupun aku disini juga hanya duduk diam ditemani cemilan yang disuguhkan pelayan, tanpa melakukan apapun. Hanya memandangi Eiser yang sibuk dengan kertasnya, Luke Hart yang berperan sebagai sekretaris Eiser dan tangan kanan yang tak kalah sibuknya. Dan jangan lupakan Ethan Russel yang berdiri dengan keadaan siap disamping sofa yang ku duduki.

Ethan mempunyai tubuh tinggi tegap yang berotot, dengan warna rambut coklat madu dan warna mata hijau zamrut, kulitnya kecoklatan khas para kesatria yang selalu terpapar sinar matahari, wajahnya cukup terlihat menyeramkan. Russel adalah bangsawan Baron yang menjadi salah satu pengikut setia keluarga Valentine, dari zaman duke Valentine generasi pertama dan masih setia sampai sekarang. Ethan sendiri merupakan anak terakhir dari pasangan Baron Russel yang sudah menjadi kestria pengawal Eiser sejak ia lulus dari akademi, ia lebih tua 3 tahun dari pada Eiser.

Tidak jauh berbeda dengan Ethan, Luke juga dari kalangan bangsawan yang setia kepada keluarga Valentine. Count Hart selalu menjadi tangan kanan duke dari setiap generasi. Tangan kanan duke saat ini juga berasal dari keluarga Hart, yang tidak lain adalah paman Luke, Regan Hart. Berbeda dengan tampilan Ethan yang tinggi besar dan menyeramkan, Luke berpakaian rapi khas bangsawan, dengan rambut perak panjang yang diikat menjadi satu, matanya berwarna merah darah tidak lupa kacamata bening yang membingkai sepasang matanya. Tubuhnya tinggi walaupun tidak sejangkung Eiser, badannya juga terlihat kurus. Wajahnya terlihat sangat tampan dengan hidung tinggi, bibirnya yang berwarna kemerahan dan bulu matanya yang lentik. Kulitnya bahkan berwarna putih pucat, bukankah dia sangat tampan. Jika Keluarga Valentine lebih terlihat misterius dan dingin, Luke lebih terlihat tenang dan anggun khas bangsawan, walaupun pakaian yang ia kenakan lebih sederhana dari pada pakaian Eiser, tapi tetap saja terlihat mahal dan anggun. Jika saja ia berada diduniaku, sudah pasti Luke akan menjadi model. Dan kita juga memiliki nama yang sama, dulu namaku juga Luke, walaupun jelas takdir dan wajah kita sangat berbeda.

Disaat Eiser dan Luke sibuk dengan kertas dan mengabaikanku, Ethan melirik ku dengan sembunyi-sembunyi dari tadi, walaupun usiaku lebih tua darinya tapi dari tampang dan tubuhnya, anak itu cukup membuatku ngeri. Apalagi saat ini aku berada di tubuh mikhael, mungkin jika ia menyentil dahiku saja, aku akan pingsan berhari-hari.

Penasaran kenapa anak itu melirik ku terus, aku mencoba memberanikan diri mendekatinya, wajahnya cukup kaget melihatku berjalan kearahnya. Aku menarik baju di lengannya dengan pelan "ada apa?"

"Tidak tuan muda, maafkan saya" Balasnya dengan sopan, matanya mencoba menghindari tatapanku, dan ia terlihat gelisah. Apa yang salah dengan anak ini.

"Boleh aku minta kertas?" Tanyaku padanya, dari pada aku bosan, lebih baik mencoret-coret saja.

"Sebentar tuan muda" Tangannya dengan hati-hati melepaskan tanganku yang menggenggam bajunya, seperti takut jika ia dapat melukaiku.

Kemudian ia mengambil beberapa kertas kosong dan tentu saja tinta serta kuas di laci pojok ruangan Eiser "apakah sudah cukup?" Tanyanya sambil menyerahkan kertas padaku. Aku mengangguk mengiyakan, menarik tangannya dan menyuruhnya duduk disofa untuk menemaniku. Dia dengan panik menolak permintaanku"tidak perlu tuan muda, saya berdiri saja" Katanya dengan cepat, ia bahkan mencoba melepaskan genggaman tanganku dengan hati-hati, walaupun aku kekeh tidak mau melepaskan.

Mendengar keributan antara aku dan Ethan, Eiser mengalihkan pandangannya padaku "Kenapa?" Tanyanya kalem. Mungkin aku mengganggu konsentrasinya, untung saja anak itu tidak mudah marah seperti Cale.

"Kakak, kak Ethan boleh duduk bersamaku kan?" Tanyaku memberanikan diri, Ethan hanya diam mematung, sudah menyerah melepaskan genggaman tanganku, mungkin ia takut melukaiku jika ia memaksa melepaskannya.

Eiser memandang Ethan sejenak "tentu" Jawabnya santai, setelah itu ia kembali sibuk dengan kertas-kertasnya.

Dengan senang aku menarik tangan Ethan dengan kencang, walaupun tidak ada pengaruhnya sama sekali, ia masih berdiri dengan tegap didepanku.

"Duduk kak ethan" Perintahnya padanya.

"Tapi tuan muda.. "

"Duduk, kak Eiser saja sudah mengizinkan" Kataku memotongnya, ia dengan pasrah duduk disampingku.

"Boleh tangan saya dilepaskan?" Tanyanya dengan sopan.

"Kenapa? padahal tanganku bersih" Tanyaku heran.

"Bukan begitu tuan muda, saya takut jika melukai anda" Ujarnya dengan suara pelan. Sesuai dengan dugaanku, anak ini takut jika melukaiku. Walaupun kesan pertamaku padanya adalah pria besar berotot dan menyeramkan ternyata dia anak yang sopan, lembut dan juga sedikit kikuk. Ah reaksinya juga cukup lucu saat panik, berbeda sekali dengan imej badannya yang besar berotot. Memang kita tidak bisa menilai sesuatu hanya dari sampulnya.

Aku akhirnya melepaskan genggaman tanganku padanya, kemudian beralih mengambil kuas dan kertas, mulai menggambar wajah Ethan yang duduk disampingku dengan tegap.

"Kak Ethan, lihat kesini" Ia dengan patuh menghadap kearahku.

Selama menggambar, Ethan seperti patung yang tidak bergerak sama sekali, aku bahkan harus menahan tawa karena takut menyinggungnya, tapi sungguh kelakuan bocah besar ini lucu sekali.

"Nah selesai"

Aku menyerahkan kertas yang berisi gambar Ethan dengan baju khas kesatria Valentine itu kepadanya.

Ia menerima dan memandangi kertas itu cukup lama, wajahnya seolah takjub dengan gambar itu "Mirip kak Ethan kan?" Tanyaku memastikan.

"Sangat mirip, gambar anda bagus sekali tuan muda" Puji nya sambil menatap mataku dengan tulus, betapa polosnya raut wajah anak ini.

"Terimakasih" Ucapku sambil tersenyum.

Ia balas ternyum kearahku dengan kikuk "Ini boleh buat saya?" Tanyanya dengan pelan.

"Tentu saja"

"Kak Ethan mau kulukis?" Tanyaku padanya.

Spontan ia menganggukkan kepalanya dengan cepat disertai senyuman setelah itu seperti tersadar akan sesuatu ia melirik kearah Eiser kemudian kembali menatapku "memang boleh?" Tanyanya dengan suara lebih Pelan.

"Tentu, setelah aku melukis kak Eiser. Aku bisa melukis kakak, kak Ethan bisa menghampiriku jika tidak sibuk"

"Tidak tuan muda, bagaimana jika anda kelelahan" Tolak nya dengan panik.

"Tidak, melukis tidak melelahkan, lagipula aku kebosanan jika hanya diam, bagaimana?"

Ethan kembali melirik kearah Eiser, Eiser yang mungkin merasa diperhatikan, mengalihkan pandanganku kepada kami "Kenapa?"

"Boleh aku melukis kak ethan?" Tanyaku langsung.

"Tentu, asal kau tidak memaksakan dirimu"

Aku memamerkan senyum kearah Ethan setelah mendapatkan izin dari Eiser, Ethan juga terlihat lega.

"Lalu aku kapan?" Tanya Eiser. Ternyata ia masih memandangiku dengan tatapan kalemnya.

"Aku akan melukis kakak dulu, kakak bisa mendatangiku kapan saja saat tidak sibuk" Jawabku padanya.

Setelah puas mendengar jawabanku eiser kembali beralih ke kertas kesayangannya, Luke juga hanya memandangku sekilas tanpa ekspresi apapun, khas bangsawan yang pintar menyembunyikan ekspresinya.

Aku juga menyibukkan diri mencoret-coret kertas yang ada dipangkuanku. Aku menggambar kue-kue yang ada di meja, gelas yang berisikan susu coklat, bahkan aku menggambar Eiser dan Luke yang sedang fokus. Sedangkan Ethan masih betah duduk diam disampingku, ia akan menatap kertas yang berisi gambarnya yang aku buat, kadang ia memperhatikanku yang sibuk menggambar.




******
Jangan lupa vote dan komennya
Makasih yang udah ngingetin buat update, kalian jadi penyemangatku buat nulis 🥰🥰🥰🥰

100 DaysWhere stories live. Discover now