14. Tragedi Berdarah

7.7K 964 19
                                    

Kamar cale yang dulu identik dengan koleksi pedang, sekarang dipenuhi dengan berbagai peralatan lukis ku, walaupun tidak semuanya karena sebagian diletakkan di kamarku sendiri dan di gudang.

Karena aku sekarang lebih sering menghabiskan waktu dikamar cale jadi aku juga membawa sedikit peralatan lukis ku kesini, pemilik kamar ini juga tidak keberatan saat aku meminta izin tadi.

Saat ini aku sedang sibuk menata kuas dan cat airku, walaupun Eros sudah menyuruhku untuk istirahat dan ia yang akan merapikan tapi aku tidak mendengarkannya. Sedangkan cale sedang duduk dikasur memperhatikanku.

"Kau senang?" Tanya cale.

"Tentu saja" Ucapku sambil tersenyum, entah kenapa aku senang sekali hari ini. Aku tidak sabar untuk mencoba melukis. Mungkin besok aku bisa melukis ditaman.

Setelah selesai menata peralatan melukis, aku mendekati cale. Kemudian memeluknya "Terimakasih kak" Ucapku dengan tulus, tentu aku harus berterimakasih karena ia mau membelikan semua yang aku mau.

Cale tidak menanggapi ucapanku tapi ia membalas pelukanku dan mengelus rambutku.

Cale menguraikan pelukannya dan menuntunku untuk berbaring dikasur "Istirahatlah sebentar, kau lelah kan" Aku hanya menggangguk membenarkan, kemudian menarik tangan cale, memintanya berbaring disebelahku.

"Kapan kakak berangkat ke istana?"

"Tiga hari lagi" Jawabnya sambil ikut berbaring.

"Kakak seminggu sekali pulang kan" Tanyaku memastikan.

"Iya" Jawabnya pasrah.

"Kakak sudah janji padaku loh"

"Iya Mikhael" Ucapnya gemas.

"Eiser akan pulang malam ini, jadi nanti kita akan makan malam bersama" Ujar cale memberitahukan tentang kepulangan Eiser. Kakak pertama Mikhael. Akhirnya aku bisa bertemu Eiser, tapi jika kita makan malam bersama bukankah pasti ada arthur. Bagaiamana caraku menghadapinya? Apakah aku harus minta maaf nanti? Tapi aku belum punya hadiah untuk menyogok nya.

Bagaimana jika arthur semakin mengabaikanku, duh kenapa aku harus keceplosan seperti tadi. Sekarang aku sendiri yang bingung untuk mengatasinya.

"Kenapa?" Tanya cale, mungkin karena aku tidak menanggapi perkataannya tadi.

"Ayah ikut?" Cicit ku pelan, semoga arthur sedang sibuk mengurusi pekerjaannya. Aku belum siap bertemu dengannya lagi.

"Tidak tau" Balas cale, aku tidak butuh jawaban tidak pasti seperti itu cale.

"Sudah kubilang ayah tidak marah padamu khael, jangan terlalu dipikirkan" Nasehatnya.

Mari kita lihat situasi nanti, jika memang terdapat momen yang pas, aku akan minta maaf pada arthur. Entah dia akan memaafkan ku atau tidak lebih baik mencoba dari pada tidak sama sekali kan.

"Khael" Panggil cale menyadarkanku dari lamunan. Aku hanya memandangnya memberi tatapan bertanya.

"Jangan terlalu dipikirkan, dengarkan perkataanku"

"Baiklah" Jawabku akhirnya, walaupun tentu saja aku tidak bisa tidak memikirkan hal tersebut.

"Kapan kau ingin melukis?" Tanya Cale.

"Mungkin besok, jadi aku tidak bisa menonton kakak berlatih" Ucapku riang.

"Tidak masalah, aku akan menemanimu setelah selesai berlatih"

"Tidak perlu" Tolak ku cepat, aku belum tau aku masih punya kemampuan melukis atau tidak, jika lukisan ku buruk itu sungguh memalukan. Apalagi aku sudah meminta banyak peralatan kepada cale.

100 DaysWhere stories live. Discover now