32 - GUSAR

3.6K 687 113
                                    


Kelas terakhir Hana berakhir lebih cepat. Hana menghela napas panjang, hari ini cukup melelahkan. Apalagi memikirkan beberapa tugas yang masih belum ia kerjakan. Ternyata jadi mahasiswa pun tidak semudah yang dulu ia bayangkan saat masih SMA.

"Han, gue duluan ya," seru Jian terlihat buru-buru membereskan barang-barangnya.

"Ke himpunan?"

Jian mengangguk, ia menoleh ke Hana sebentar.

"Mau disalamin nggak?" goda Jian sembari mengedipkan satu matanya.

"Ji..." rengek Hana teringat lagi dengan hubungannya dengan Juna yang entah mau berlabuh kemana. Sampai saat ini Hana pun masih menjauhi Juna dan Juna masih berusaha untuk mendekati Hana.

Dan, jujur Hana sangat merindukan cowok itu.

"Maaf, maaf. Gue cabut, ada rapat."

Hana hanya mengangguk, melihat Jian sudah melesat bak angin tanpa suara, sangat cepat. Hana geleng-geleng sebentar, merasa kasihan dengan Jian. Sejak masuk himpunan dan menjadi sekertaris II, Jian sangatlah sibuk. Dan lebih menakjubkannya lagi, Hana jarang melihat Jian mengeluh, gadis itu terlihat sangat menikmati kesibukannya.

Hana melirik jam tangannya, menunjukkan pukul lima sore. Hari ini Hana ada janji untuk tugas kelompok bersama.

"Hana," pucuk dicinta ulam pun tiba, mungkin pepatah itu sangat tepat menggambarkan kedatangan Desi. Teman satu kelompok Hana sekaligus teman satu kelompoknya dulu di dilkat himpunan.

Hana melambaikan tangan, bersiap berdiri.

"Mau kerjain tugasnya di mana? Perpustakaan?" tanya Hana.

Desi tersenyum penuh arti.

"Kalau di rumah gue gimana? Rumah gue lagi nggak ada orang dan Mama gue nyuruh gue jaga rumah jadi gue harus pulang cepet. Lo nggak keberatan, kan?"

Hana terdiam sejenak, mencoba mempertimbangkan.

"Rumah lo di daerah mana Des?"

"Rumah gue di daerah cempaka putih."

Hana masih mempertimbangkan, jarak rumahnya dengan rumah Desi cukuplah jauh.

"Gue mohon ya Han. Nanti pulangnya gue pesenin taxi online deh biar lo nggak kesusahan," bujuk Desi lagi.

Hana tak tega melihat Desi yang sangat memohon seperti itu. Ya gimana lagi, nasib menjadi orang nggak enakan.

"Nanti gue pulang naik bus aja Des nggak apa-apa," ucap Hana.

Senyum di wajah Desi seketika mengembang.

"Berarti lo setuju kan kalau kerjain tugasnya di rumah gue?"

Hana mengangguk.

"Iya Des."

"Makasih Han. Kalau gitu kita ke rumah gue sekarang ya."

Hana pun menurut saja. Ia mengikuti Desi keluar dari kelas. Mereka menuju rumah Desi dengan menaiki mobil gadis itu.

*****

Hana akhirnya sampai di rumah Desi yang berada di kawasan cukup elite. Hana memang pernah dengar Desi berasal dari keluarga kaya, tapi tak menyangka sekaya ini. Rumah Desi pun terlihat megah dan dari luar, punya halaman cukup luas juga.

HI AWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang