Family Time Keluarga Biru

38 5 2
                                    

Malam minggu telah tiba, biasanya anak-anak keluarga biru akan keluar dengan teman-temannya. Namun hari ini berbeda karena orang tuanya sudah mengatakan kalau khusus untuk malam ini adalah family time mereka.

Banyu, kepala keluarga Biru lah yang membuat peraturan untuk meluangkan beberapa hari dalam satu bulan untuk family time. Karena beliau sendiri merasa kalau terlalu sibuk dengan bisnisnya maka tidak akan ada habisnya, maka dari itu beliau membuat acara ini agar anak-anaknya tidak kehilangan sosok seorang ayah. Yah, walaupun sebenarnya mereka masih sering bertemu saat sarapan atau makan malam ataupun saat hari libur.

Saat ini mereka sedang duduk di ruang keluarga sambil menonton tv dan berbincang-bincang seputar kegiatan harian masing-masing. Embun tentu saja duduk di sebelah ayahnya sambil bermanja-manja ria. Sementara bundanya mengurusi Samudera yang juga ingin dimanja oleh sang ibunda. Laut dan Langit duduk di single sofa dan hanya mengamati mereka jengah.

"Yah.." panggil Embun saat hening mendera dan semua orang fokus dengan tv di hadapan mereka.

"Hm?" Ayahnya menyahut sambil mengeratkan rangkulannya pada Embun yang sedang bersandar di pundaknya, kemudian mengelus rambut Embun pelan dan mencium pucuk kelapalanya.

"Kenapa ayah nggak pernah marah kalo nilai aku jelek?" Tanya Embun.

"Ya karena lo pada dasarnya nggak pinter sih dek, jadi dimaklumin ayah." Langit malah yang menjawab sambil tertawa yang membuat Embun cemberut.

"Abang! Peraturan dirumah nggak boleh pakai lo gue kan?" Bunda menegur anak sulungnya itu sambil melebarkan matanya pada Langit.

"Iya iya maaf bun." Langit meringis, di iringi tawa tiga adiknya yang puas sekali dengan respon sang bunda, sementara sang ayah hanya menggelengkan kepalanya tidak heran.

"Nih ya dek. Ayah tuh tau kamu nggak suka belajar. Kamu nggak suka belajar ya nggak papa, toh nggak semua nilai kamu jelek kan dek. Tapi kalo adek mau belajar pasti nilainya bagus-bagus juga. Lagian nih ya, Ayah tau potensi sama bakat anak-anak ayah. Kaya bang Langit contohnya yang emang suka belajar makanya ayah dari dulu udah siapin masa depan abang, ayah tau abang suka dan tertarik sama dunia bisnis makanya ayah ajarin dia cara main saham dari dia smp, ajarin abang tentang gimana bersikap kalau di depan kolega, cara mengurus bisnis dan lain-lain." Sang Ayah menjelaskan.

"Kalo aku?" Samudera langsung menyahut.

"Yah si Mas mah dari dulu kamu nggak tertarik sama belajar juga. Kamu lebih berjiwa bebas. Kamu suka musik, gambar, dance. Yah jadi ayah ngasih kamu fasilitas studio buat gambar, dance, sama musik kan?" Ayah kembali menjelaskan sementara yang lainnya masih mendengarkan dengan serius.

"Kalo kakak?" Embun bertanya lagi.

"Hm..." Sang Ayah tak langsung menjawab justru malah berpikir terlebih dahulu yang membuat ke tiga anaknya serta sang bunda tertawa dan sang kakak yang cemberut.

"Hahahaha." Sang ayah ikut tertawa bersama yang lainnya sebelum kemudian terbatuk, dan menjawab, "kalo si kakak ini sebenernya sedikit aneh menurut ayah, bingung juga dikit. Dibilang nggak suka belajar tapi kok nilainya cukup bagus walaupun nggak keliatan pernah belajar. Kalo tentang seni juga keliatannya biasa aja. Dulu di suruh belajar musik malah milih saxophone, yang akhirnya juga dilupain. Eh, sekarang malah baru tertarik bisnis. Yaudah ayah suruh ngikutin jejak abangmu aja. Gimana kak? Udah tau sekarang pengen apa? Mumpung masih semester awal bisa pindah jurusan."

Yah, memang sedari dulu Laut ini tipe anak yang yaudah gitu aja. Biarin mengalir, dia nggak pernah mikir mau jadi apa, nanti juga lama-lama dia nemu kesenangannya sendiri. Makanya si Ayah yaudah diem aja, sak karepmu waelah kak kalo kata Ayah mah.

Tawa kembali terdengar di rumah itu, "iya dulu bunda sampe bingung sebenarnya, ini kakak nih gimana ya kok nggak pernah nunjukin ketertarikan di bidang apapun gitu. Bunda juga ke guru BK nya kakak juga waktu SMA tapi sama aja buntu, yaudah akhirnya di biarin aja dan ternyata dia milih jalan kayak ayah sama abang."

"Yaaa, gimana ya bund. Aku sendiri juga masih belum nemu sesuatu yang aku penginin."

"Kenapa nggak polisi atau tentara aja kak? Kakak kan tukang pukul waktu SMP SMA. Tawuran terus sehari-hari." Tanya Embun yang tentu saja mendapatkan lemparan kulit kacang dari kakaknya. "Aduh. Ih.... orang bener juga. Yakan yah? Bund?" Embun mencari sekutu dan menjulurkan lidahnya ke arah Laut mengejek.

"Kakak nggak mau jadi polisi ataupun tentara. Nggak tertarik sih. Nggak mau juga. Soalnya kakak nggak suka oknum-oknumnya."

"Sttt. Hati-hati. Di depan ada tukang bakso." Ujar Langit sambil berbisik-bisik yang malah di sambut dengan tawa semua orang di ruangan itu.

"Tapi ayah...." Embun kembali berucap setelah tawa mereka mereda. "Aku punya temen masa lebay banget. Dapat nilai 90 itu udah bagus tapi dia malah nangis-nangis masa. Aku sama temen-temenku liatnya sebel banget. Mau pamer apa gimana?" Embun cemberut.

"Adek ga boleh gitu." Bundalah yang pertama kali berujar menanggapi Embun. "Adek kan nggak tau kenapa dia nangis. Kamu sama teman kamu kira dia cari perhatian, lebay, mau pamer, tapi gimana kalau ternyata dia dituntut sama orang tuanya untuk bisa dapat nilai yang lebih dari itu? Lebih sempurna dari itu?"

Bunda melihat bahwa Embun mulai merenung. "Adek nggak boleh gitu lagi yah. Ga baik berprasangka buruk gitu sama orang." Lanjut Bunda lembut.

Ayahpun ikut mengangguk seiring dengan ucapan istrinya sambil mengusap kepala Embun pelan untuk menenangkan sang anak bungsu.

Semua orang terdiam melihat Embun yang tak kunjung memberikan respon malah melamun sendiri. "Adek?" Sang ayah memanggil bungsunya sambil mengelus lengan atasnya.

"Hm?" Sang anak menoleh ke arah sang ayah sambil sedikit berkaca-kaca dan melengkungkan bibirnya kebawah. "Ayah aku udah ngejelekin temen aku. Gimana dong?"

Ayah langsung saja memeluk putri satu-satunya itu dengan sayang, "shhh, nggak papa, adek bisa minta maaf besok pas ketemu ya. Nggak papa."

Sementara sang ayah menenangkan adiknya, ketiga laki-laki lainnya hanya tertawa tanpa suara yang tentu saja mendapatkan pelototan dari sang bunda.

"Adek nih lucu banget bund." Bisik anak ke tiga ke telinga bundanya sambil memeluk lengan sang bunda.

"Hush. Kalian ini! Adek kalian lagi nangis juga. Kalian juga sama aja! Jangan sampai ngehujat orang tanpa tau permasalahan orangnya dulu ya! Bunda nggak pernah ngajarin gitu kan?"

Ketiga anak laki-lakinya pun dengan kompak mengangguk sambil memberikan tanda hormat kepada bundanya. "Siap bunda." Ucap ketiganya bebarengan.

Bunda dan ayah hanya menghelengkan kepala melihat anak-anaknya itu. Sementara anak bungsunya ternyata sudah tertidur didekapan sang kepala keluarga. Melihat jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, kedua orang tua dari ke empat anak itupun menutup hari itu dengan ucapan selamat malam dan menyuruh anak-anaknya untuk segera tidur setelah bersih-bersih badan.

******

Yah segitu dulu yahh ges yaaa.
Oh yaaa, ini cerita waktu si Embun masih SMP, Samudera SMA, Laut kuliah semester awal bgt
🙏🙏

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Keluarga BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang