TanjiKana : A Sweet, My Pretty Boy (End)

Start from the beginning
                                    

Kanao pikir sudah saatnya ia mengakhiri sesuatu. Hari ini seharusnya adalah momen yang tepat sebelum semua terlambat dan menjadi lebih rumit.

Hanya ada petugas piket mengawasi dan dua orang siswa tingkat 3 lainnya di perpustakaan. Bisa dibilang mereka juga tengah sibuk dengan urusannya masing-masing.

Tanpa memulai percakapan apa-apa. Kanao menurut saja saat Tanjirou membawanya menelusuri rak buku pelajaran. Mengambil sebuah buku tebal lantas mengajak Kanao duduk di lantai, di lorong yang diapit oleh dua rak menjulang di sisi keduanya.
Tempat yang cukup tersembunyi dari meja di tengah ruangan.

Alih-alih menekuri buku tebal yang ia ambil. Tanjirou justru meletakkan buku itu di lantai. Tak berminat untuk menyentuhnya sama sekali.
Tatapannya jatuh pada Kanao yang berada di hadapannya. Duduk tenang sembari menekuk kedua kaki tampak elegan.

"Apa ada sesuatu yang ingin kau katakan padaku?"

Sejenak Kanao menatap manik Crimson itu. "Ya...? Bagaimana bisa kau tahu?"

"Insting," balas Tanjirou sekenanya.
"Jadi katakan, apa itu?"
Belakangan ini Tanjirou menyadarinya. Kanao berusaha membangun benteng yang tinggi diantara mereka. Seakan membuat jarak pemisah yang tampak nyata.

"Begini." Kanao memulai dengan suara pelan. "Kau tahu, aku pikir hubungan kita nggak berjalan dengan baik. Kita juga cuma pacaran sepihak. Kau juga sepertinya nggak pernah nyaman saat bersamaku. Dan aku ingin jujur mengenai sesuatu. Ini bakal terdengar menyakitkan."

Lelaki di hadapannya mendengarkan dengan penuh perhatian. Kedua manik itu menatap Kanao lekat. Menunggu sulaman aksara selanjutnya.

Mendesah pelan, Tanjirou berkata. "Aku akan mendengar apapun. Walau menyakitkan, seperti katamu."

Gadis itu menarik napas panjang. Lalu mengembuskan nya pelan. Nadinya berdetak kencang. Sejujurnya dia merasa gugup berada di tempat dan situasi canggung macam ini.
Mengingat percakapannya dengan keempat anak perempuan itu, lagi-lagi membuat fokusnya terbang.

Kanao sudah memutuskan dengan berbagai pertimbangan. Apapun yang terjadi, suatu hubungan tidak boleh didasari oleh kebohongan. Diawali pula dengan taruhan sebuah permainan.
Keputusan yang tepat adalah segera mengakhiri sebelum adanya hati yang benar-benar tersakiti.

"Tanjirou. Maaf, tapi selama ini aku memacarimu hanya sebagai taruhan permainan Truth or Dare. Itu alasan ku mendekatimu sampai hari ini."
Tidak ada balasan apa-apa, Kanao melanjutkan. "Maaf jika aku terkesan mempermainkan perasaanmu. Tapi percayalah, itu hanya untuk membuktikan sesuatu pada awalnya, mengenai...."

"Mengenai aku yang seorang Gay?" potong Tanjirou cepat.

Mata Kanao mengerjap. Terlihat seolah terkejut akan perkataan Tanjirou barusan.

"Kau pikir aku nggak tahu, rumor mengenai diriku sendiri? Itu konyol. Semuanya tidak benar. Aku cowok normal dan amat sangat tertarik pada seorang cewek cantik dan pintar," kedua lensanya kini menatap Kanao dengan pandangan takjub.
"Lalu soal taruhan. Aku sudah mendengarnya dari Genya, pacar Nichika. Aku sudah lama memaafkan mu. Tapi tolong jangan mengulanginya lagi. Mempermainkan perasaan seseorang, itu bukan hal yang patut dibenarkan. Kau tidak boleh berbuat sekejam itu. Kau paham?"

Herannya Kanao langsung mengangguk patuh.
"Tapi, ada satu lagi yang harus kau dengar." ucapnya agak terdengar ragu seraya wajahnya merunduk. Tidak punya keberanian menatap lawan bicaranya.

"Aku ingin putus. Mulai hari ini... ayo kita Putus."

...

Sore masih amat terang dan panas. Suasana di rumah juga nyaris sama seperti biasa. Ibu masih di kantor dan ayah belum pulang dari tugas. Kanao pun hanya seorang diri kala itu.
Tak berselang lama. Suara gaduh sekumpulan gadis terdengar menyapa lewat interkom yang tertempel di dekat pintu depan.

Kimetsu Academy StoryWhere stories live. Discover now