Faldhita #18

701 105 16
                                    

Fal tengah duduk membaca selama menunggu kelas dimulai. Gadis itu terlihat serius dengan bacaannya. Tak ada satupun orang yang berniat mengusik gadis kulkas itu. Mereka enggan untuk sekadar menyapa gadis, yang selalu menutup sebagian wajahnya dengan masker itu.

"Pagi, Fal ...."

Fal menoleh saat mendengar suara lembut menyebut namanya dengan begitu semangat. Tersenyum tipis di balik maskernya. "Pagi juga," jawabnya dengan nada santai.

"Sudah sarapan? Aku bawa roti lapis untuk Fal." Sepasang mata sipit di balik kacamata itu terlihat berbinar. Tangan mungilnya menyorongkan sebuah kotak bekal bergambar kodok hijau.

Fal mengerutkan dahi saat melihat kotak plastik hijau bergambar kodok hijau. Ditatapnya wajah polos Maria. "Umur lo berapa sih? Kok masih punya kotak bekal model begini? Jangan bilang ini peninggalan lo zaman TK."

Maria merengut di tempatnya. Meletakkan kotak bekal di meja Fal. "Kalau iya kenapa? Memangnya enggak boleh kalau simpan barang lama yang masih bisa dipakai?" protesnya sedikit kesal. "Kenapa sih suka protes dengan barang-barang lama aku?" cecarnya.

Fal tersenyum tipis (lagi). "Ya, enggak salah sih tapi aneh saja. Minimal lo simpan barang peninggalan zaman lo SMA atau paling lama SMP lah, ini masa barang zaman lo masih suka ngompol di celana masih lo simpan sih." Ditatapnya Maria dengan tatapan mengejek. Wajah kesal Maria terasa menggemaskan untuknya.

Maria mencibir. "Enak saja. Aku sudah berhenti ngompol dari umur tiga tahun, ya. Sok tahu banget sih jadi orang." Kedua mata sipitnya berusaha melebar sebisanya. "Jadi, mau terima itu roti atau enggak. Kalau enggak mau, biar nanti aku kasih Vido atau Abey saja."

Fal bergegas menarik kotak bekal itu. Tak rela jika haknya diambil oleh Tuan atau Nyonya Abey. "Enak saja. Lo buatkan ini bukan untuk mereka, kan!?"

Maria tersenyum tipis. "Fal, pulang nanti kita enggak bisa bareng. Mobilku tadi pagi mogok. Maklum deh, mobil tua. Sudah sering sakit-sakitan."

"Terus lo pulang sama siapa?"

Maria kembali tersenyum. "Dijemput kok. Fal pulang sama Abey?"

Fal mngangguk. "Mau sama siapa lagi? Sama satpam? Kan, enggak mungkin. Pertanyaan lo aneh."

"Terus Vido gimana? Kalian bonceng tiga?"

Fal menghela napas. Berusaha sabar dengan kepolosan cenderung bodoh seorang Aryani Maria. "Vido enggak kuliah di sini, Sayang. Vido cuma sesekali main ke tempat suaminya. Apa lo pernah lihat Vido selama seminggu ini?"

Maria terdiam. Menatap lekat wajah Fal. "Tadi Fal ngomong apa? Bisa diulang?"

Fal mengerutkan dahi. "Sejak kapan lo jadi kurang pendengaran? Suara gue kurang kencang? Gue tadi bilang kalau Vido enggak kuliah di sini."

Maria menggeleng. "Bukan itu ...."

"Ya terus?"

"Ish ... Fal tadi manggil aku dengan sebutan sayang, kan!?" ujarnya dengan penekanan pada kata sayang. Menatap lekat wajah Fal.

Fal termangu. "Masa sih, Mar? Kok gue enggak sadar?" tanyanya dengan nada bingung.

Maria memincingkan mata. Menatap tajam Fal selama beberapa saat sebelum akhirnya berbalik di bangkunya. Menatap ke arah depan kelas. Wajahnya jelas terlihat kesal.

Fal menatap punggung Maria. Tersenyum miring. Maaf, Sayang. Enggak akan segampang itu gue terpancing tapi Lo terlihat lucu saat kesal. Pandangannya teralih ke arah kotak bekal hijau di mejanya. Diraihnya kotak itu dan memasukkannya ke dalam tas. "Gue makan nanti saja," gumamnya.

...

Fal melirik sekilas ke arah Maria, yang memasang wajah kaku. Kedua alisnya terangkat. "Lo masih marah?"

Maria melirik Fal sekilas dan mendengus sebagai jawaban. Diraihnya sendok dan mulai menyantap mie gorengnya.

Fal menghela napas. "Oke. Kalau lo masih marah. Lo bisa cuekin gue sepuasnya. Selama mau lo." Gadis itu meraih mangkuk baksonya. Mulai menyantap dengan tenang.

"Ah, kayaknya lagi ada prahara rumah tangga nih. Tumben amat bini lo ngambek, Fal. Lo apain sih? Lo ganjen, ya?" Abey menatap Fal dengan tatapan menuduh.

Duk.

Tangan kanan Fal refleks meraih botol air mineral miliknya dan menghantam kepala Abey. Peduli setan kalau sahabatnya itu pingsan atau gegar otak. "Diam lo!!!" bentaknya. Entah kenapa, sikap cuek Maria memancing emosinya.

Maria tercengang melihat adegan berbahaya di hadapannya. "Ya ampun, Abey. Kamu enggak apa-apa?" Gadis itu berdiri dan mengulurkan kedua tangannya untuk mengusap kepala Abey tapat di bekas hantaman botol. Gadis itu menoleh ke arah Fal. "Kok kamu begitu sih? Abey jadi kesakitan tahu!!!" ujarnya dengan nada kesal ke arah Fal. Suaranya sedikit meninggi. Kedua tangannya masih mengusap lembut kepala Abey.

Tatapan kesal Fal berubah. Meredup dan berubah dingin. Wajah di balik maskernya mendatar. Tatapannya tertuju pada tangan Maria, yang masih mengusap kepala Abey. Gadis itu menghela napas dan bangkit dari duduknya. Tangan kirinya meraih tasnya dan berlalu begitu saja dari hadapan sepasang temannya itu.

"Eh, kok pergi sih!? Bukannya minta maaf malah kabur. Ish, si Faldhita, ya. Benar-benar ...."

Abey meraih kedua lengan Maria dan menghentikan usapan gadis itu. Terkekeh seraya menatap Maria.

Maria mengerutkan dahi. "Abey kenapa sih? Otaknya eror, ya, gara-gara dipukul pakai botol?" tanyanya dengan nada curiga seraya melepas kedua tangannya dari genggaman Abey.

Abey menggeleng. "Gue lagi bahagia. Umpan gue berhasil disambar sama ikan. Pengorbanan gue sampai sakit kepala enggak sia-sia."

Maria mengerutkan dahi. Gadis itu kembali duduk. "Memangnya Abey mancing ikan apa?"

Abey menepuk jidatnya. Benar kata Ayangku tercintah. Ini cewek satu terlalu polos cenderung blo'on. Untung gue sabar. Dihelanya napas. "Gue mancing ikan piranha di kolam ikan Haji Abdullah. Sudah ah, gue mau nyusulin Fal dulu. Takut tuh anak minggat jauh."

Maria berusaha mencerna ucapan Abey. "Haji Abdullah pelihara ikan piranha? Memangnya boleh pelihara ikan piranha d kolam?"

...

Langkah Fal terhenti saat seseorang mencekal lengan kanannya. Gadis itu berontak walaupun tahu siapa, yang berusaha menghentikan langkahnya. Hanya satu orang yang berani melakukannya selain Aryani Maria. "Lepas, Bey. Gue mau pulang. Kepala lo masih sakit, kan? Minta diusap lagi sana ke Maria."

Abey berdecak seraya menarik Fal agar lebih dekat dengannya. "Benar ya, kata orang-orang. Kalau cemburu itu bikin buta dan hilang akal."

Fal berusaha melepas cekalan Abey. "Maksud lo apa? Lepas, Bey. Sakit tahu."

Abey melepas cekalannya dan ganti menggenggam telapak tangan Fal. "Lah lo. Sejak kapan lo berani pulang sendiri? Tanpa gue atau Maria. Saking cemburunya sampai lupa kalau lo takut pulang sendiri."

Fal berdecih kesal. "Gue enggak takut. Gue bisa pulang sendiri."

Abey mengusap sayang kepala Fal. "Gue antar pulang, ya. Lo boleh ngambek ke gue. Lo boleh cuekin gue selama di jalan, tapi lo harus pulang dengan gue."

Fal mendengus dan mengangguk.

Abey tersenyum. "Jadi ... lo benaran cemburu nih?"

Fal melebarkan kedua matanya. "Abey setan!!! Buruan balik!!! Sekarang!!!" Dilepasnya genggaman tangan Abey dan berjalan cepat ke arah pelataran parkir tempat motor kesayangan Abey menunggu.

Abey tergelak seraya mengekori sahabatnya. "Argh, Fal gue kalau lagi jatuh cinta itu menggemaskan."

...

#pojokauthor
  Hai ... Hai ... Faldhita datang lagi. Satu kalimat buat chap ini. "Author pengen punya sahabat kayak Abey."
☹️😢😭

Selamat membaca ....

FaldhitaWhere stories live. Discover now