Faldhita #11

831 119 17
                                    

Fal membuka kedua matanya. Wajah sendu sisa kegalauan semalam masih tampak di wajahnya. Jejak air mata kering masih berbekas d kedua pipinya. Fal menghela napas sejenak. Hatinya masih terasa mengganjal. "Huft ...," keluhnya. Dengan sangat terpaksa, gadis dengan surai hitam panjang itu duduk dan menggeser tubuhnya. Turun dari peraduan.

...

Maria mengaduk-aduk nasi goreng di hadapannya. Pandangannya menerawang ke depan. Menopang dagu dengan telapak tangan kirinya. Sesekali gadis, yang kini berkepang dua itu, menghela napas.

"Dimakan, Maria. Pamali makan sambil melamun gitu." Teguran sang ayah tak melepas Maria dari lamunannya. Pak Budi tersenyum. "Kamu lagi jatuh cinta, ya?" tanya pria bertubuh tinggi itu.

Maria menoleh ke arah sang Ayah. Dahinya berkerurt. "Ayah kok ngomong gitu sih? Maria enggak lagi jatuh cinta kok." Gadis memajukan bibirnya. Cemberut. "Ayah nih sok tahu deh."

Pak Budi tertawa. "Terus kenapa? Apa yang bikin putri kesayangan ayah pagi-pagi sudah melamun?"

Maria mulai menyendok nasi gorengnya. "Enggak apa-apa kok, Yah." Didorongnya piring dan meraih tas selempang merah mudanya. Berjalan menuju Pak Budi. Meraih tangan pria itu dan menciumnya. "Maria pergi dulu, ya. Ayah jangan lupa bawa bekal buat makan siang, ya." Mendapat anggukan dari sang Ayah, gadis berkemeja bunga-bunga dan rok panjang itu segera beranjak menuju garasi, tempat mobil tua kesayangannya terparkir.

...

Fal menatap lekat pintu kelas. Sengaja datang lebih pagi dari biasanya. Kedua mata tajam nan dingin itu tak mengalihkan pandangan dari pintu.

Fal menghembuskan napas kesal setiap kali pintu terbuka dan bukan Maria yang muncul. Gadis berpakaian serba hitam itu berdecak tak sabar. Melipat kedua tangan di depan dada. Tak peduli dengan bisik-bisik di sekitarnya, yang menggunjing sikapnya sejak tadi.

...

Maria meneguk ludah. Menatap pintu kelas yang menjulang di hadapannya. Beberapa mahasiswa lain sudah melewatinya, tapi gadis itu tetap berdiri mematung d tempatnya. Ada ragu dan takut untuk sekedar meraih kenop pintu. Seolah dirinya tengah dipaksa untuk masuk ke dalam kandang sekawanan singa lapar.

...

Falc meraih ranselnya dan beranjak dari duduknya. Berjalan cepat menuju pintu kelas. Niatnya untuk menuntut ilmu hilang begitu saja. Menguap bersamaan dengan ketidak hadiran Maria. Gadis itu meraih kenop pintu dan menariknya ke dalam. Seketika berdiri mematung tepat di pintu saat mendapati sosok, yang sejak tadi ditunggunya ternyata berdiri di balik pintu. "Kamu ...."

Fal maju satu langkah. Meraih lengan Maria dan menariknya menjauhi kelas. Cengkeramannya mengetat saat merasakan berontakan kecil dari Maria.

"Fal ... kita mau ke mana? Kelas sudah mau mulai loh," tegur Maria. Masih berusaha melepaskan lengannya dari cengkeraman Fal. Tapi tentu saja, tenaga Fal lebih kuat darinya. Bahkan bantuan tangan kanannya pun tak mampu melepas cengkeraman Fal.

...

Brak. Fal menutup pintu kelas, yang memang kosong dan sudah tak terpakai, setelah mendorong Maria masuk sebelumnya. Gadis itu berdiri bersandar pada pintu, yang tak terkunci. Ditatapnya Maria dengan tatapan tajam penuh selidik. "Kenapa kamu tidak membalas pesan saya?" tanyanya langsung tanpa keinginan untuk berbasa-basi.

Maria memasang wajah cemberut. Mengusap lengannya, yang sedikit nyeri karena ketatnya cengkeraman Fal. Apalagi jarak antara kelas mereka dan kelas kosong ini cukup jauh. Tentunya, lengan kanannya cukup lama juga dalam cengkeraman Fal. Gadis itu memilih diam. Enggan menjawab pertanyaan Fal.

Fal mendengus. Masih menatap tajam Maria. "Kalau saya tanya itu dijawab, Aryani Maria. Kamu masih bisa ngomong, kan? Kamu tidak lupa bahasa manusia, kan?" tanyanya sarkas.

"Aku ... semalam aku sibuk ... eng ... aku enggak sempat lihat handphone, Fal," jawab Maria dengan nada ragu yang cukup kentara. Menunduk menghindari tatapan Fal. Terdengar langkah kaki mendekat. Maria mundur seiring langkah Fal mendekatinya. Tanpa mengangkat kepala dan menatap Fal, gadis itu tahu jika Fal tengah menatap curiga padanya.

"Kamu tidqk pandai berbohong, Mar. Dan saya bukan orang yang bisa dibohongi dengan mudah." Fal masih melangkah mendekat. Maria pun kian mundur.

Dug. Tubuh Maria seketika kaku saat dirasanya dingin tembok menyapa punggungnya. Ah sial!!! Sudah tidak ada cara untuk lari, keluhnya dalam hati. Gadis itu memutuskan untuk tetap menunduk. Jantungnya berdegup kencang.

Fal kian mendekat. Ujung sepatunya menyentuh sepatu Maria. Jarak mereka sangatlah dekat. Fal menunduk menatap si mungil di hadapannya. Di dekatkannya wajah ke arah Maria.

Bulu kuduk Maria meremang seketika saat mendengar hembusan napas Fal di samping kanan kepalanya. Tapi tetap ditundukkannya kepala. Tubuhnya menegang kaku.

Fal tersenyum sinis saat melihat respon Maria. Kembali di dekatkannya wajah. Kini, sepasang bibirnya sangat dekat dengan telinga Maria, yang tak terhalangi rambut, karena gadis itu mengepangnya. Telinga yang memerah itu nyaris tersentuh ujung bibirnya.

Tubuh Maria bergetar saat merasakan hembusan napas Fal, yang menyapa telinganya. Ingin didorongnya Fal agar menjauh. "Fal ...."

Fal menahan napas sejenak. Pandangannya mendingin. "Kalau memang kamu mau menjauh dan berhenti jadi teman saya, lakukan sekarang. Tapi ... kalau kamu masih berminat menjadi teman saya, jangan pernah sekalipun kamu mengabaikan saya, apapun alasannya. Asal kamu tahu, semua sikap kamu akan jadi penilaian untuk saya."

Maria merasakan tubuh tinggi Fal beranjak dengan cepat. Bukan hanya beranjak satu langkah tapi gadis itu berbalik dan pergi meninggalkannya. Tubuh Maria melemas dan merosot ke lantai. Tangannya terangkat di dada. Merasakan degup jantungnya, yang masih belum kembali normal. "Fal ...."

...

Fal mendengus saat menutup pintu kelas kosong dengan kasarnya. Dihelanya napas. Berusaha mengatur degup jantungnya, yang berdetak dua kali lebih cepat. Tenggorokannya terasa kering. Entahlah, jarak yang begitu dekat dengan Maria, mengalirkan sensasi aneh padanya. Tubuhnya merinding tapi bukan karena takut.

"Fal ...."

Fal menoleh. Abey tengah berjalan mendekat ke arahnya. Di tangan pemuda itu tampak sebuah kantung kertas kecil. Fal tersenyum tipis saat Abey mengusap lembut rambutnya. Seketika tubuhnya kembali normal. Jantungnya kembali berdetak dengan kecepatan normal.

"Hei, tadi gue baru dari toko roti. Gue beli ini buat lo dan Maria. Gue cari di kelas, kalian enggak ada." Abey menyerahkan kantung kertas pada Fal. "Lo ngapain di sini? Bukannya lo pagi ini ada kelas, ya?" Pemuda itu menatap curiga sahabatnya. "Lo bolos, ya?" tuduhnya telak.

Fal hanya mengangkat bahu. Berjalan meninggalkan Abey. Tak didengarnya ocehan Abey, yang protes karena dirinya membolos.

...

Maria membuka pintu begitu melihat keduanya menjauh. Gadis itu sengaja mengintip dari balik jendela kelas. Memastikan kedua orang itu sudah jauh dan segera beranjak. Memilih jalan yang berlawan arah dengan Fal dan Abey.

"Kamu kenapa, Maria. Kenapa kamu tidak bisa jujur tentang alasan kamu mengabaikannya?" keluhnya pada diri sendiri. Gadis itu melangkah dengan kepala menunduk.

...

#pojokauthor
  "Menurut kalian, dua gadis kita itu pada kenapa?"

Selamat membaca!!!
Jangan lupa vomen, ya.

FaldhitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang