i'll be your man

23 1 0
                                    

“Jangan takut, ada gue di sini.”

- Ale

Semilir angin malam menyapu lembut wajah Ale yang terpahat sempurna ketika pria itu baru saja membuka helmnya. Lelaki itu menyugar rambutnya ke belakang, menghela napas lelah usai hampir tiga jam berkutat membersihkan lapangan bersama Kai sebagai bentuk hukuman karena terciduk berkelahi di lapangan.

“Makasih, Bu.”

“Sama-sama, Neng. Lain kali dateng lagi, ya.”

Lelaki itu baru saja hendak turun dari motornya ketika ia tak sengaja mendengar suara perempuan yang begitu familiar dari seberang jalan. Dan dugaannya benar. Tak jauh dari tempatnya berada, ia melihat Ara sedang berjalan keluar dari sebuah toko kelontong.

Ara? Batinnya.

Awalnya, Ale berniat memanggil gadis itu. Namun hal itu ia urungkan karena tak ingin menarik perhatian sekitar. Akhirnya, ia memutuskan untuk berlari mengejar Ara yang agak sulit digapai karena terlalu banyak orang di jalan.

Namun, ketika lelaki itu hampir saja berhasil menggapainya, Ara sudah lebih dulu memasuki sebuah gang yang sepi. Sayangnya, gadis itu pun tak kunjung menyadari keberadaan Ale. Pikirannya terlalu kalut memikirkan banyak hal.

“Mau kemana, Neng?”

Ara terlonjak kaget ketika seseorang tiba-tiba menyentuh tangannya. Saking sibuknya melamun, gadis itu sampai-sampai tak menyadari ada bahaya yang mengintainya.

“Eh, apaan, sih?” Ara menepis kasar sentuhan tersebut. Perasaan takut perlahan menjalar di setiap inci tubuhnya.

Orang itu tercengir lebar. Ia bersama tiga orang temannya—yang juga sedang mabuk berat—mulai mengepung Ara dari segala arah.

“Temenin abang malem ini, yuk?”

“Kita mau party, nih. Kamu mau ikut, nggak?”

Merasa terancam, Ara terus berusaha menjauhkan dirinya dari sentuhan para pria nakal tersebut. Kedua matanya terbelalak, bulu kuduknya meremang. Baginya, ini jauh lebih menyeramkan daripada film horor manapun.

“Nggak, jangan pegang-pegang!”

“Ayolah, ikut aja. Kamu nggak bakal nyesel pokoknya. Kita bakal seneng-seneng malem ini, haha!”

“Nggak, lepasin gue! Tolong!”

Dari kejauhan, seorang pria bermata tajam berdiri mengepalkan tinjunya. Amarahnya meluap-luap. Emosinya membara seperti api yang baru saja disiram bensin. Lagipula, siapa yang tidak naik darah melihat pujaan hatinya diganggu oleh sekelompok pria hidung belang?

Sialan, batinnya.

“Tolong!”

Salah seorang pemuda yang mengepung Ara itu merasa panik ketika gadis itu mulai berteriak. Tanpa berpikir panjang, ia mengeluarkan sebuah sapu tangan di balik jaket kulitnya.

“Ah, berisik! Tidur aja kamu!”

Bugh!

Sebelum pria itu berhasil membuat Ara tak sadarkan diri, seseorang sudah lebih dulu memukulnya dengan sebuah kayu dari belakang. Serangan mendadak itu membuat ketiga pria lainnya merasa tertantang.

“Lepasin cewek itu,” ujar seseorang bernada dingin.

Ale? Ara membatin, matanya membulat. Kok dia bisa ada di sini?

“Siapa lo? Berani-beraninya ganggu urusan gue. Minggir!”

Sambil mengabaikan pria tersebut, Ale kembali melancarkan serangannya. Ia menghajar sekelompok bajingan tersebut dengan membabi buta.

Teriakan rasa sakit terdengar menggema bak lolongan serigala. Ara yang masih terguncang pun tak bisa berbuat apapun selain berdiri membelakangi mereka sambil menutup wajahnya. Bagaimanapun, semuanya terlalu rumit untuk disaksikan. Saat ini ia hanya bisa berdoa semoga Ale baik-baik saja.

Al ... batinnya.

Tak butuh waktu lama bagi Ale untuk melumpuhkan semua lawannya. Bagaimanapun, sekelompok bajingan amatir itu bukanlah tandingan seorang atlet bela diri sepertinya.

Serangan demi serangan dengan lincah ia lakukan. Hebatnya, tidak ada satupun serangan yang dilakukan para preman itu berhasil mengenainya. Kini tersisa satu orang dari mereka yang belum ia lumpuhkan. Karena merasa terancam, lelaki itu berniat melarikan diri. Namun, Ale sudah lebih dulu menangkap dan memelintir tangannya sebelum pria itu berhasil mengambil langkah seribu.

“Akhh!”

“Beraninya lo gangguin temen gue, dasar brengsek!”

Bugh!

Sebagai tindakan terakhir, Ale mendaratkan sebuah pukulan telak di tengkuk pria itu hingga ia jatuh terkapar. Kini, selesai sudah urusannya dengan para kecoak yang sudah berani mengganggu gadisnya itu.

Ale berdiri mengatur napasnya. Usai membereskan para pembuat onar itu, ia meraih ponselnya untuk menelepon polisi di lingkungan setempat. Setelah melaporkan kejadian tersebut, atensinya kembali tertuju pada Ara yang masih berdiri diam membelakanginya. Ia tampak begitu terguncang. Jadi dengan berhati-hati, Ale menyentuh pundak gadis itu.

“Ra, lo gapapa? Mereka nggak ngapa-ngapain lo, kan?”

Namun bukannya menjawab, Ara malah berbalik kemudian refleks memeluk Ale tiba-tiba. Bahunya bergetar, gadis itu nampak ketakutan. Ale yang dipeluk secara tiba-tiba oleh gadis itu pun sama terkejutnya, tapi ia tak kuasa menolak.

Tersadar dengan apa yang ia lakukan, Ara buru-buru melepaskan diri dan menjauhi lelaki tersebut.

“M-maaf, gue nggak sengaja.”

Grep.

Namun, hal yang terjadi selanjutnya sungguh di luar dugaan. Ale justru menarik kembali tubuh mungil gadis itu dan memeluknya erat.

“Jangan takut, ada gue di sini.”

Chegaste ao fim dos capítulos publicados.

⏰ Última atualização: Oct 03, 2023 ⏰

Adiciona esta história à tua Biblioteca para receberes notificações de novos capítulos!

ALEARAOnde as histórias ganham vida. Descobre agora