betrayed

7 1 0
                                    

"Kita selesain aja semuanya di sini, oke?"

- Kai

Hari turnamen yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba.

Di bangku penonton, Ara bersorak girang sampai-sampai Zee yang duduk di sebelahnya menatap heran. Hari ini, Ara begitu yakin bahwa ia bisa bertemu kekasihnya di sela-sela permainan setelah sebelumnya gagal bertemu di gelanggang. Ia bahkan repot-repot membawakan sebuah bingkisan yang waktu itu tidak bisa ia berikan pada kekasihnya.

Semua orang berteriak heboh ketika Kai dengan lihainya berhasil memasukkan bola ke dalam ring. Setelah peluit dibunyikan, tak butuh waktu banyak bagi tim basket yang diketuai Kai itu untuk menguasai lapangan.

“Babak semifinal hari ini dimenangkan oleh SMA Pelita Bangsa!”

Tepukan tangan yang meriah mengiringi detik-detik berakhirnya pertandingan. Tim basket yang barusan disebut-sebut itu berhasil mengungguli tim lawan dan akan maju ke babak final yang akan dilaksanakan besok lusa.

Dari bangku penonton, Ara dapat melihat Kai dan beberapa orang temannya berpelukan usai puas dengan hasil pertandingan tersebut. Lelaki itu bahkan beberapa kali bersalaman dengan teman-temannya dari tim lawan yang secara sportif turut mendoakan keberhasilan mereka.

“Ra, lo mau kemana?” Zee bertanya ketika Ara tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya. Gadis itu tersenyum sumringah.

“Tunggu bentar, ya. Gue mau nyamperin Kai dulu,” jawabnya.

“Eh, tunggu-tunggu. Lo serius, Ra? Ara!”

Mulanya, Zee sempat ingin menahan Ara agar tidak menemui Kai—meskipun secara diam-diam. Firasatnya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. Namun, belum sempat ia berhasil menahannya, gadis itu sudah lebih dulu melipir pergi dari tempat duduknya.

Kai pasti suka sama hadiah gue ini, batinnya.

Senyum di kedua sudut bibirnya kian mengembang ketika gadis itu melihat sosok Kai di balik pintu masuk lapangan. Namun ketika Ara baru saja hendak berteriak memanggil lelaki itu, sesuatu mengejutkannya.

“Ka—”

“Kai!”

Ucapannya terputus seketika. Terdengar jelas di telinganya suara manja seorang perempuan yang juga berteriak memanggil nama lelaki tersebut.

Deg.

Seolah baru saja tersambar petir di siang bolong, Ara tak bisa menahan rasa terkejutnya ketika melihat Kai berpelukan dengan gadis yang bukan dirinya.

Hatinya patah. Dunianya hancur seketika. Dan yang lebih membuatnya hancur lagi, ternyata gadis itu adalah orang yang begitu familiar di kedua matanya. Orang yang selama ini telah menjadi duri dalam hubungannya, serta menjadi alasan dibalik semua penderitaannya.

Callyra Olivia.

“Selamat, ya! Aku tahu kamu pasti bisa menangin turnamennya.”

“Semuanya juga berkat dukungan kamu,” Kai balas memeluk gadis itu dengan perasaan berbunga-bunga. Sampai detik ini, agaknya lelaki itu masih tidak menyadari keberadaan Ara yang memperhatikan itu semua dengan perasaan tercekik.

Peristiwa yang terjadi di lapangan terbuka itu menyulut atensi orang-orang seisi stadion. Mereka kini bersorak heboh, mengucapkan sesuatu yang membuat hati Ara semakin patah.

“Jadian! Jadian!”

I-ini … nggak mungkin, batinnya.

“Ara!” Zee berteriak menghampiri sahabatnya yang masih diam mematung. Gadis itu sama sekali enggan bersuara, merasa syok dengan godam besar yang menghantamnya saat itu juga. Ternyata, selama ini dugaannya benar. Dugaan tentang alasan dibalik sifatnya yang berubah dingin. Lelaki itu menghindarinya bukan karena sibuk, tapi karena sudah menemukan rumahnya yang baru.

“Brengsek,” ucapnya geram. Melihat perselingkuhan yang dilakukan secara terang-terangan oleh lelaki brengsek tersebut membuat amarahnya meluap-luap. Jadi, tanpa ragu-ragu, Zee bergegas menghampiri Kai dan menampar lelaki itu di depan banyak orang. Hal itu berhasil membuat siapapun terkejut, termasuk Cal dan Kai sendiri.

“Kurang ajar! Ternyata bener, ya. Selama ini lo cuma mainin perasaan temen gue aja!”

Sorry, ya. Maksud lo apa? Nggak usah sembarangan nuduh!” Cal ikut tersulut emosi ketika Zee dengan lancang menampar lelaki yang dicintainya.

“Siapa yang sembarangan nuduh? Gue ngomongin faktanya di sini! Lo tuh bener-bener kurang ajar, ya? Kurang baik apa temen gue sampe lo tega nyakitin dia kayak gini, hah?!”

“Kai,” panggil seseorang tiba-tiba.
Dari ekor matanya, Kai melihat siluet seorang gadis yang menatapnya tak percaya dari jarak dua meter jauhnya. Air matanya berlinang, wajahnya terlihat syok.

“Kai, i-ini … ini semua nggak bener, kan?”

Kai menggulirkan bola matanya. Lelaki itu menghela napas panjang sebelum akhirnya buka suara.

“Ah, ketahuan juga.” Kai tersenyum miring. “Ya udah, lah. Gue juga udah capek banget sandiwara di depan banyak orang selama ini. Kita selesain aja semuanya di sini, oke?”

Detik itu juga, Ara merasa dunianya runtuh seketika. Sebaris kalimat yang barusan dilontarkan lelaki itu terdengar bagai ribuan anak panah yang melesak jauh menusuk hatinya.

“Mulai sekarang, jangan ganggu gue lagi. Ngerti?”

“T-tapi, tapi kenapa?”

“Ara, Ara. Lo itu bego atau gimana, sih?” Kali ini Cal yang berbicara. “Jelas-jelas hubungan kalian itu sebenernya nggak pernah ada selama ini. Lo itu cuma dimanfaatin, paham?”

Cal kian mengeratkan genggamannya yang bergelung manis di lengan Kai. Gadis itu tersenyum licik, kemenangan mutlak seolah berada di genggamannya.

Hati kecil Ara kian tercabik-cabik usai mendengar apa yang dikatakan Cal. “Nggak, itu semua bohong, kan? Kai, jawab aku!”

“Lo apa-apaan, sih?!” Kai menepis kasar tangan mungil Ara yang nekat mengguncang tubuhnya. “Denger, ya. Dari awal, alasan gue mau jadi pacar lo itu cuma karena kalah taruhan. Puas lo?”

Ara terdiam sesaat. Mencoba mencerna semua perkataan Kai yang sama sekali tak enak didengarnya itu.

Jadi, selama ini perasaannya bertepuk sebelah tangan?

“Lo pikir selama ini gue tulus cinta sama lo? Hah! Jangan ngayal, gue nggak segila itu!”

Suasana di dalam stadion kian memanas. Ketika pertengkaran yang terjadi antara Kai dan Ara menjadi semakin sengit, beberapa orang petugas turun ke lapangan untuk mengamankan mereka.

“Sialan, nggak bisa gue biarin!” Zee melangkah cepat, berniat melayangkan kembali sebuah tamparan keras di udara. Namun belum sempat gadis itu melancarkan aksinya, petugas keamanan sudah lebih dulu menahan pergerakannya. Pun demikian dengan Kai yang masih beringas melontarkan kata-kata tajam dari mulutnya yang berbisa.

“Mumpung semuanya udah terlanjur kebongkar, biar gue kasih tau lo sesuatu.”  Kai berujar lantang. Suaranya dinaikkan satu oktaf agar ucapannya bisa didengar oleh orang-orang di sekeliling mereka.

“Ishwara Anargya, sebenernya gue nggak pernah suka sama lo! Jadi, selamat. Lo udah masuk jebakan permainan gue selama ini, haha!”

Kai tertawa puas usai berhasil menjatuhkan harga diri gadis itu serendah-rendahnya. Begitu pula dengan Cal, dua sejoli itu terlihat cocok disandingkan karena sama liciknya.

“T-tapi, Kai—”

“Dengerin, semuanya!” Kai kembali bersorak kencang. “Gue mau ngumumin sesuatu sama kalian. Mulai detik ini, Callyra Olivia resmi jadi pacar gue!”

Usai berucap demikian, Kai merangkul pinggul Callyra mesra diiringi dengan kehebohan yang berhasil tercipta dari deretan bangku penonton. Entah sorak gembira atau amarah karena melihat kebengisan lelaki itu, Ara sama sekali tak peduli.

Merasa keberadaannya tak diinginkan lagi, Ara berbalik pergi dan berlari terburu-buru meninggalkan area lapangan dengan air mata yang berjatuhan.

“Ra, Ara! Tunggu!”

Zee bergegas menyusul Ara usai menatap Kai dan Cal dengan tatapan nanar. Sumpah serapah terus mengalir dari bibirnya.

“Tunggu aja, gue bakal bikin perhitungan sama lo berdua!”

ALEARAWhere stories live. Discover now