I

1 2 1
                                    

"Diem ato gue cium lu." Suara rendah lelaki tampan itu bergema di pikiran Queensha. Matanya yang tajam seperti serigala yang menatap pada mangsanya dan hidungnya yang mancung bak pangeran Dubai.

Tangannya yang berurat dengan tato naga di sepanjang lengan, memegang dagu Queensha. Wajah Queensha memerah, ia mungkin tak menyangka kalau wajah ini akan seperti tomat yang terlalu matang.

Oh my god... ini harapan gue. Dicolek abang-abang tampan idaman cewe seluruh galaksi . Wajah Queensha semakin memerah, tangannya memegang lelaki tampan itu seakan menghentikannya. Meski suara hati dan tindakan nya berbeda jauh.

"Hmm... lu kenapa megang tangan gue. Naksir lu?!" Lelaki itu tersenyum miring.

"Eng- enggak... Ka-kamu jangan deket-deket. Na-nanti ada yang liat gimana.." Queensha menjawab dengan suara lirih, nadanya berubah lembut namun batinnya berteriak liar.

"Terus kenapa kalo ada yang liat? Biar gue colok matanya satu-satu!" Geraman lelaki itu menambah rasa maskulinitas nya. Yang membuat Queensha terdiam dan tangannya bergetar.

Bergetar bukan karena takut tapi bergetar karena menahan agar dirinya tak berteriak kegirangan, mata Queensha berkedip cepat.

" Ja-jangan d-di colok matanya satu-satu, k-kasian mereka. D-dua dua aja langsung biar cepet."

Lelaki itu tiba-tiba tersenyum lebar dan suara tawanya bergema di basement yang kosong itu .
Queensha tertegun, matanya terbelalak tak percaya.

AAAAAAAA.... YA AMPUN, YA AMPUN. TOLONGGG HELEEPPP HATI GUEEE. AAAAAAA...  DIEM, TOLONG HATI, DIEM. AAAAAA..  GA BISA INI, GANTENGNYA GAK ADA OBATT ..... . Queensha memegang jantungnya yang berdetak kencang, ia takut jika lelaki ini tak berhenti tertawa, jantungnya akan keluar dan terekspos terang-terangan di depan lelaki berparas tampan ini.

 
                             __*-*-*-*-*-*-*-*-*-*__

"Apa-apaan nih, cerita kek gini jadi best seller!!. Menye-menye begini. Tolol bet dah yang baca, banyak pula yang baca."  Vika mendengus, matanya berputar malas. Niat baca yang tadi sudah menggebu-gebu seperti tersiram air dingin langsung hilang begitu saja.

"Siapa juga, yang baca cerita rendahan kek gini. Otaknya dah sampe mana pula. Emang bener perbanyak literasi tapi napa literaturnya macam sampah." Omelan yang berlanjut keluar dari mulut Vika.

Tangannya segera membuang handphone itu ke sudut kasur. Vika yang tadinya sudah lelah fisik setelah pulang bekerja bertambah lelah pikiran karena bacaan novel yang tidak bermanfaat itu.

Vika menghela napas, ia tergeletak menatap langit-langit kamar. Matanya kosong, sesaat kemudian Vika bangkit dan berjalan menuju kamar mandi.

Melanjutkan rutinitas malamnya seperti hari-hari sebelumnya. Hingga beberapa menit kedepannya, ia melangkah keluar dari kamar mandi dan segera terbaring lagi di tempat favoritnya.

Vika menarik selimutnya hingga menutupi seluruh badannya, ia tergeletak dengan nyaman. Bergulat dengan selimut agar cepat tertidur. Matanya berkedip cepat, Vika menarik nafas lelah.

Sulit sekali agar tubuh ini cepat tertidur. Vika meringkuk dan memejamkan mata rapat, didalam pikirannya ia segera membayangkan sebuah skenario agar cepat tertidur, sebuah rutinitas alami. Dan sesaat matanya terkulai nyaman juga helaan nafas tenang.

Hening mengisi ruangan sepi itu, suara embusan napas. Mimpi melayang di atap kota gemerlap.

Bulan mengintip dari balik awan, bintang berkedip-kedip seperti mercusuar dari kejauhan. Keriuhan kota selalu berputar.

Jarum jam bergerak perlahan. Suara detak jarum jam mengisi kesunyian malam itu, tetesan air di wastafel, suara gelembung udara galon dispenser meramaikan malam yang cukup sunyi.

Detik demi detik, menit demi menit. Jarum jam bergerak pelan, hingga jarum jam menunjuk pada pukul 12,  waktu tengah malam yang dingin. Entah bagaimana jarum jam itu berhenti lebih lama dari waktu yang seharusnya.

Dan tiba-tiba muncul asap putih yang berpendar ringan, memaksa masuk kamar dengan menyempitkan diri melalui jendela yang tertutup rapat.

Asap putih itu awalnya tipis namun entah kenapa itu berputar di sekeliling kamar Vika dan tak butuh waktu lama asap itu menebal, membungkus Vika dengan kabut berat.

Begitu tebal sehingga mempersingkat jarak pandangan mata, namun asap itu tak menghalangi untuk bernapas normal. Asap yang sangat tebal berputar perlahan semakin lama semakin kencang.

Vika yang tertidur lelap langsung tersengal, tubuhnya gelisah. Keringat dingin mengucur di dahinya. Tangannya mencengkram selimut, kakinya bergerak tak nyaman. Napasnya tercekat.

Ia segera membuka matanya dan seketika terduduk. Kamar itu kembali tenang, asap putih itu menghilang seakan-akan tak pernah ada di situ.

Jarum jam berdetak lagi seperti biasa. Tetesan air di wastafel dan suara gelembung udara galon dispenser tak berubah.

Jantungnya berdetak kencang, Vika memegang dadanya, merasakan ketukan jantungnya yang panik. Ia mengusap wajahnya, mencoba menyadarkan diri.

Mulutnya mengerang lemah dan sesaat ia tergeletak di kasur lagi. Vika menarik selimut dan kembali tertidur nyenyak. Rasa gelisah yang tadi membuatnya terbangun tiba-tiba, ia hiraukan.

                              __*-*-*-*-*-*-*-*-*-*__

KRIINGG....

KRIIINGGG..... KRIIINNGGG....

AIYAYA I'M YOUR LITTLE BUTTERFLY..

AIYAYA.. I'M YOUR LI-

' Klik.'

Vika menekan tombol mati alarm. Ia segera menggeliat nyaman,  berusaha untuk duduk. Namun sepertinya usahanya mengkhianati hasil.

Menit demi menit, Vika masih terbaring. 
" Ayo kasur, move on sama gue."  Gumamnya. Namun kata-kata itu sepertinya tak begitu berdampak.

"Huhh.. ayo Vika, bangun. Angkat pantat, biarin tu kasur. Kasur emang kurang ajar, mentang-mentang bikin nyaman malah keterusan!!." Vika mengangkat tangannya yang terkulai pelan seakan memberi semangat.

Kasur  "......."

Vika segera melangkah lebar ke arah kamar mandi. Kucuran air terdengar keras dari ruangan sunyi itu. Dan nyanyian yang bersaing dengan kucuran air.

Tak butuh waktu lama, pintu kamar mandi terbuka pelan, uap panas menguar dari tempat itu.

Berjalan perlahan sambil menggosok rambut basahnya, ia melongok ke cermin, menatap refleksi dirinya yang serupa. Vika tersenyum bangga, wajah cantiknya berkilau seperti lampu malam.

Tak sengaja matanya melirik jam dinding, jadwal pagi ini sangatlah padat dan ini akan mulai sebentar lagi.

Vika terperanjat panik, ia segera bergegas berpakaian dan berdandan. Mengambil tas kerjanya dan berjalan keluar. Langkahnya terburu-buru.

Namun...

"Eh lho.. apa ini?"

Sebuah barang misterius tergeletak di depan pintu apartemennya.

Tbc.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ini Beneran?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang