Sengaja Menghilang

Start from the beginning
                                    

Sementara itu devina masih termenung disana, melihat arsen yang ternyata masih berdiri di gerban rumahnya.

Hari sudah menunjukkan pukul 16:37 WIB. Arsen masih berada disana, mobilnya juga masih terparkir di depan gerbang rumah devina. Entahlah rasanya sudah terlalu lama ia berada disana.

Sampai mobil friska masuk ke halaman rumahnya, arsen yang melihat kesempatan gerbangnya dibuka. Langsung keluar dari mobilnya dan berlari begitu saja. Namun tidak mudah, arsen di cekal beberapa bodyguard yang ada disana. Ia gagal lagi dan harus menunggu di luar.

Friska pura - pura tidak melihat dan mendengar arsen yang berteriak memanggil namanya. Ia segera saja masuk ke dalam rumahnya. Padahl ingin sekali ia membawa arsen untuk masuk ke dalam rumahnya. Namun devina sudah dari jauh hari memerintahkan untuk tidak ingin bertemu siapapun termasuk arsen.

"Dev, di luar ada...".

"Devina tau bun". Ujar devina yang baru saja keluar dari dapur mengambil susu vanilla dan brownis coklat kesukaannya.

"Sejak kapan arsen ada disana?".

"Udah dari tadi pagi jam 9 kalo gak salah". Jawab devina sambil melahap brownis kesukaannya.

"Astagaaa, kamu gak kasihan sama dia?".

"Tadi devina udah suruh bodyguard buat ngusir dia, tapi gak mempan".

"Kamu ga boleh gini dev".

"Demi kebaikan dia juga bun".

"Paling tidak kamu temui dia dan ngobrol baik - baik".

"Devina kalo males ya males bun gak usah maksa".

"Dev, tadi dokter chaterin telfon katanya besok kamu harus kesana lagi buat cek kondisi kamu". Ujar rio yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Gue udah sembuh rii".

"Lo masih sakit".

"Mana ada? Lihat gue gapapa". Ujar devina sambol berdiri dan berputar dihadapan friska dan rio.

"Pokoknya besok lo gue anterin kesana".

"Kenapa lagi sih gue?".

"Ya harusnya gue yang tanya. Lo gak kaya devina yang gue kenal. Devina yang gue kenal gak dingin dan cuek kek gini". Devina hanya terdiam mendengar perkataan rio baru saja.

Sore menjalang malam, arsen masih berdiam diri disana dengan sisa - sisa tenaganya yang masih ada. Sesekali ia masuk ke mobil mungkin untuk istirahat. Sesekai juga ia berdiri, jongkok dan berteriak - teriak.

"Mas, lebih baik anda pulang". Ujar bodyguard yang ada disana.

"Dih, siapa lo ngatur".

"Bocah dibilangin ngeyel aja".

"Gue gamau pulang sebelum gue ketemu cewek gue. Udah gakusah cerewet deh lo pada".

"DEV... DEVINAAAAAAAAAA". Arsen masih berteriak memanggil nama devina.

"Sudah saya bilangin mbak devina lagi ga ada di rumah".

"Bodoamat. Paling enggak bundanya kalo gak abangnya ada kan di dalem rumah".

"TANTEEE FRISKAAAAAAA. BANG RIOOOOOOOO. BANG ANGGAAAAA".

"Ssstttttt,bisa diem gak sih berisik mulu". Ujar bodyguard yang sudah mulai pusing dengan teriakan arsen.

"Tuh kan suara arsen masih ada". Tanya rio yang berada di meja makan bersama friska dan devina.

"Lebih baik kamu temui arsen sekarang dev".

"Enggak bun". Ujar devina yang masih melanjutkan makan malamnya.

"Yaudah deh lebih baik gue aja yang temuin arsen".

"Ehhhh, mau lo bawa masuk?". Tanya devina sambil menarik tangan rio untuk menahannya agar tidak membawa arsen masuk ke rumah.

"Ya iya lah".

"Lo tu dibilangin juga rii, udah gak usah ditemuin".

"Adek gue gak pernah sejahat ini ya sama orang. Kalo lo gak mau ketemu biar gue yang temuin". Rio segera melangkahkan kakinya untuk keluar dari rumah. Kemudian devina menariknya lagi dari belakang.

"Apalagi sih dev".

"Biar gue yang temuin". Setelah devina berubah pikiran dan ingin menemui arsen tiba - tiba diluar hujan deras. Bodyguard - bodyguard yang ada di luarpun sebagian berteduh di pos satpam, sebagian juga berteduh di teras.

Mereka yang disuruh menjaga rumahnya hanya ada 7. Yang lain jika sedang dibutuhkan, rio akan menghubungi semuanya.

"DEVVVV... DEVINAAAAAAA. BANGGG RIOOOO, TANTE FRISKAAAAAA, BANG ANGAAAAAAAA". Suara teriakan arsen diantara hujan masih samar - samar terdengar.

Kemudian devina datang membawa payung untuk menemui arsen. Arsen mematung saat devina ternyata seharian berada di rumah.

"Dev, akhirnya aku bisa ketemu kamu lagi". Ujar arsen dengan ukiran senyum di bibirnya.

"Udah aku bilangin kan, jangan ganggu aku lagi". Ujar devina dibalik pintu gerbannya.

"Aku mau ngajak kamu balikan dev, aku frustasi sama diri aku sendiri. Aku kangen banget sama kamu dev".

"Gakk !!!. Lebih baik sekarang lo pulang".

"Enggak dev, aku gamau pulang. Plisss kasih aku kesempatan buat memperbaiki semuanya".

"Apa yang perlu diperbaikin?. Udah mending sekarang kamu pulang. Aku mau istirahat". Devina kembali lagi masuk ke rumah, meski arsen masih beberapa kali memanggil namanya. Devina dengan berat hati harus mengabaikan perasaan orang yang telah ia cintai selama ini.

"Gimana dev". Tanya friska.

"Udah bun". Jawab singkat devina, kemudian ia berjalan menuju ke kamarnya.

Lagi - lagi arsen masih berdiri disana dan sudah basah kuyup terkena air hujan. Tiba - tiba devina menangis tidak tega melihat arsen yang seperti itu.

"Maafin aku sen, bukan bermasuk buat nyakitin kamu. Tapi aku menjauh agar kamu mencari kebahagiaanmu selama ini. Aku udah gak pantes buat kamu lagi sen". Batin devina berucap.

Hujan yang memelukku dalam rintiknya.
Bersama tangisan yang terhapus bersama airnya.
Lelah kian menjalar sampai ke batin.
Memaksa untuk melupakanmu adalah sebuah luka yang terus menggores setiap inci di hatiku.
Ingin sekali saja ku bersandar di bahumu, untuk mengistirahatkan segala beban di pundakku.
Tanpamu semua terasa berat.
Hari - hari tak lagi indah.
Waktu tak lagi ku tunggu.
Dan terkadang logika berjalan harus pergi atau bertahan.

EccedentesiastWhere stories live. Discover now